Selasa, 01 Desember 2015

SAUDIA AIR DI KELAS MANA YA?



Sebenarnya saya sudah beberapa kali naik penerbangan Timur Tengah dalam perjalan ke Eropa, Amerika Serikat atau daerah Timur Tengah sendiri.  Mengapa? Karena harganya relatif lebih murah.  Saya pernah naik Emirates, Qatar, Ethihad dan Turkish.  Namun baru kali ini naik Saudia Airlines.  Memang tujuannya ke Jedah untuk acara dengan IDB (Islamic Development Bank), sehingga teman-teman di Kementerian membelikan Saudia Airlines yang terbang langsung Jakarta-Jedah.  Rombongan juga cukup besar, karena di samping perwakilan dari Kementerian Ristek-Dkti juga diikuti oleh perwakilan Bappenas dan tentu saja 7 universitas yang mendapatkan proyek 7 in 1.

Ketikan Pak Edy Siswanto dari Kementerian menjelaskan kita akan naik Saudia Airlines karena tidak perlu transit, sehingga lebih cepat tentu saya sangat senang, karena minimal akan menghemat waktu sekitar 3 jam dibanding baik pesawat lain yang biasanya transit di negara asal.  Eminrates transit di Dubai, Qatar transit di Doha dan Turkish trasit di Istambul.  Dalam hati saja juga ingin mendapat pengalaman baru dan membayangkan tentu Saudia Airline lebih “mewah” karena dimiliki oleh negara petro dolar.  Jamnya juga bagus, karena dari tiket pesawat akan take off jam 17.10 dan tiba di Jedak pukul 23.00, sehingga masih sempat tidur di hotel sebelum paginya rapat di IDB.

Begitu boarding jujur saya akan kaget.  Seperti lazimnya pesawat besar, di pintu masuk selalu ada pramugari yang mengarahkan penumpang karena ada dua jalur jalan.  Bayangan saya bahwa Saudia Airlines termasuk penerbangan kelas premium seperti SQ atau paling tidak seperti Garuda hilang.  Mengapa?  Postur fisik dan pakain pramugari Saudia Airlines tidak sebaik kedua perbangan tadi.  Saya tidak mengatakan mereka tidak cantik, tetapi saya yakin semua orang bisa membedakan pramugari Garuda dengan Lion dari penampilannya.  Sekian bukan lalu, ketika pergi Ke Myanmar saya juga menulis di blok ini perbedaan pramugari SQ dan Silk Air, walupun keduanya satu grup.  Rasana penampilan pramugari Saudia lebih mirip dengan Silk Air dibanding dengan SQ atau Garuda.

Begitu duduk dan melihat majalah dan penataan di kantongnya, saya lebih yakin kalau Saudia Airlines bukan kelasnya SQ atau Garuda.  Majalahnya sudah usang dan tidak tertata dengan rapi.  Pada hal pesawat yang digunakan termasuk pesawat canggih, yaitu Bouing 777-300 ER.  Kondisi kursi juga tidak menggambarkan penerbangan kelas premium.

Ketika tiba waktu makan dan menerima makan malam, saya lebih yakin lagi menyimpulkan bahwa Saudia Airlines bukan penerbangan premium. Apalagi ketika menjelang landing diberi sarapan yang sangat sederhana. Mungkin lebih rendah kelasnya dibanding denga Emirates dan hanya sekelas menengah seperti dengan Turkish.

Tidak ada yang salah kalau memang Saudia memposisikan diri sebagai penerbangan kelas menengah atau bahkan LCC (low cost carier) seperti Air Asia atau Lion Air.  Saya saja yang mungkin salah duga atau terlalu berharap Saudia Airlines pada kelas premium, sehingga kaget ketika mendapati kenyataan itu.  Namun yang saya takut adalah, kalau sebenarnya dirancang untuk kelas premium tetapi karena manajemen yang kurang tepat, kemudian yang terjadi adalah kelas menengah atau bahkan di bawah itu.

Mengapa saya menduga demikian?  Kalau kita naik Air Asia, memang jelas layanan yang diberikan sangat minimal.  Kita tidak mendapatkan makanan dan minuman, tetapi ditawari untuk membeli.  Bagasi sangat dibatasi.  Jika kita ingin pindah tempat duduk ke kursi yang warna merah harus membayar.  Namun layanan berjalan cepat, pesawat bersih dan sebagainya.  Jadi jenis layanan dikurangi, tetapi kualitasnya cukup baik.  Sebaliknya saya melihat jumlah pramugara Saudi cukup banyak dan sering mondar mandir yang tidak jelas apa tujuannya.  Pramugari SQ juga seperti itu, termasuk tengah malam dan begitu tahu kita tidak tidur, dia akan mendekat dan bertanya “what can I help you sir?”. Cara memberikan layanan juga terkesan kurang profesional, kalah dengan pramugari SQ atau Garuda.

Tidak ada komentar: