Minggu, 27 Desember 2015

DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT MUNDUR-HEBAT



Merasa bertanggungjawab atas kemacetan parah para liburan Maulid Nabi dan Natal, Dirjen Pehubungan Darat, Djoko Sasono mengundurkan diri.  Sebelumnya, pada awal Desember 2015 Dirjen Pajak, Sigit Pramudito juga mengundurkan diri, karena merasa gagal mencapai target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN.  Hebat, sekali lagi hebat.  Setahu saya baru kali ini ada pejabat yang mengundurkan diri karena merasa gagal dalam tugasnya.  Sebelum ini jika da suatu peristiwa kegagalan seperti itu dan masyarakat minta pejabatnya mundur akan muncul tanggapan “mengundurkan diri bukan penyelesaian”.

Secara pribadi saya “mengangkat topi” untuk Pak Dirjen Perhubungan Darat dan Pak Dirjen Pajak, walaupun saya tidak kenal dengan keduanya, bahkan belum tahu jelas seperti apa orangnya dan seperti apa latar belakangnya.  Mudah-mudahan ini menjadi “pembuka pintu” munculnya budaya baru dalam kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.  Mudah-mudahan ini mengubah budaya kita yang ternyata tidak semuanya baik.

Ketika ada kapal besar tenggelam, ketika ada serangkaian kecelakaan keret api, ketika ada pidato presiden yang salah, ketika harga daging melonjat tidak masuka akal, ketika ada kasus sosial yang menimpa, toh pejabat kita tetap bertahan di kursinya, mungkin dengan “menutup telinga” agar tidak terganggu oleh kritikan publik yang kadang-kadang sangat tajam.  Mungkin juga dengan pikiran “ah sebentar juga reda, toh bangsa kita bangsa pelupa dan bangsa pemaaf”.

Memang kita juga punya pengalaman pejabat mengundurkan diri, yaitu Wakil Presiden Bung Hatta.  Namun sepanjang yang pernah saya baca, alasannya beliau merasa tidak cocok dengan kepemimpinan presiden saat itu Bung Karno.  Jadi sangat berbeda dengan mundurnya Dirjen Perhubungan Darat baru-baru ini.  Yang saya baca di detik.com dan media elektronik lainnya, Pak Djoko menyatakan tidak ada tekanan dari siapapun dan beliau mundur benar-benar didasari rasa bersalah dan rasa bertanggung jawab.  Mudah-mudahan itu betul.

Ada orang yang mengatakan bahwa sangat mungkin dalam kasus seperti itu, kesalahan pokok bukan di tangan Menteri atau Dirjen.  Mungkin saja pada pejabat level lebih bawah yang mengangani secara operasional.  Bukankah Menteri dan Dirjen lebih pada kebijakan, sedangkan operasionalnya pada direktur dan kasubdit.  Jadi memang betul, kalau secara teknis dirjen dan menteri justru segera membenahi tata kelola pekerjaannya, sehingga kasus segera berhenti dan tidak terulang lagi.  Jadi memang secara teknis dapat dimengerti jika Menteri dan Dirjen tidak mundur karena justru harus menangani pembenahan itu.

Lantas apa rasional dan “kebenaran” pejabat yang mundur seperti Pak Djoko Santoso dan Pak Sigit Pramudito?  Menurut saya itu lebih kepada tanggung jawab moral. Ketika sudah mundur bukan berarti menutup diri untuk membantu menyelesaikan masalah, paling tidak memberikan semua data yang dimiliki.  Jadi dalam konteks tersebut, mundur bukan dalam pengertian “tinggal gelanggang colong playu” sebagaimana sering disebutkan dalam pepatah Jawa, yang artinya melarikan diri dari tanggung jawab.  Tetap bertanggung jawab, tetapi mengakui bahwa telah gagal dalam mengemban amanah dan karena itu harus meletakkan jabatannya.

Jadi tanggung jawab moral lebih menunjukkan sebagai teladan bahwa orang yang gagal mengemban amanah tidak layak mempertahankan jabatan itu dan oleh karena itu harus mengundurkan diri.  Bukankah jabatan itu pada hakekatnya amanah dan oleh karena itu jika tidak mampu mengemban seharusnya jabatan itu dikembalikan kepada yang memberi.

Perilaku seperti itu sebenarnya sudah banyak terjadi, misalnya di Jepang, Korea Selatan dan beberapa negara lain.  Begitu ada peristiwa negatif yang terkait dengan tanggung jawabnya, banyak pejabat yang mengundurkan diri.  Begitu tersangkuta masalah etika sosial, banyak pejabat yang mengudurkan diri.  Bahkan konon ada pejabat di negara maju yang dilaporkan melakukan korupsi yang untuk ukuran Indonesia sangat kecil nilainya, toh yang bersangkutan mengundurkan diri.

Selamat kepada Pak Djoko Sasono dan Pak Sigit Pramudito, anda berdua telah memberi teladan kepada kita semua.  Ada berdua telah membukan pintu untuk tradisi baru dalam berbangsa dan bernegara.  Dengan mundur, saya yakin Anda akan tetap bahkan lebih dihargai.  Saya yakin Anda akan mendapat amanah lain yang sangat mungkin lebih mulia dibanding sebagai Dirjen. 

Tidak ada komentar: