Senin, 24 Agustus 2015

MELELAHKAN TETAPI SENANG



Dua minggu ini kegiatan saya sungguh padat tetapi menyenangkan.  Diawali dengan mengisi acara diskusi tentang Manajemen-Kepemimpinan Sekolah dengan para Kepala SD di Karawaci dan diikuti sekitar 150 Kepala SD dari berbagai daerah di Indonesia.  Setelah itu harus mengikuti workshop di Yogyakarta selama 2 hari untuk membahas Pendidikan Profesi Guru dan Pembinaan Keprofesionalan Guru Berkelanjutan. Kembali ke Jakarta untuk mengisi diskusi Manajemen-Kepemmponan Sekolah tahap kedua.  Setelah itu pulang ke Surabaya untuk menguji tesis S2 dan ikut upacara 17 Agustus di kampus.  Besuknya harus ke Jakarta untuk diskusi dengan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan tentang Tata Kelola Guru, dilanjutkan mendampingi tim USAID Prioritas bertemu dengan Direktur Pembelajaran Kemristek Dikti untuk berdiskusi tentang kemungkinan mensinergikan program keduanya.  Besuknya harus ke Makasar untuk mengisi acara seminar di UNM disambung denga memberi kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Makasar.  Pulang ke Surabaya untuk menguji tesis S2 dan sorenya mengisi acara MKKS SMP Surabaya Selatan di Trawas. Besuknya pag-pagi harus ke Jakarta karena ada acara di Bintaro dan terus ke bandara menunggu isteri untuk bersama-sama ke Edinbrugh-Scotland untuk menengok anak dan nanti dilanjutkan ke Bremen University-Jerman untuk presentasi makalah di TVET Internasional Conference.

Ketika sudah dalam pesawat dari Jakarta menuju Edinbrugh saya merasa terkena sariawan.  Bagi saya sariawan itu bukan karena kekurangan vitamin C seperti difahami banyak orang tetapi sinyal kalau overload pekerjaan.  Jadi kalau muncul sariawan saya hatus menurunkan volumen kegiatan.  Biasanya sedang mengerjakan tugas-tugas yang terkena deadline sehingga mau-mau tidak mau dikerjakan walau capai atau ada kegiatan yang menyenangkan sehingga capai tidak terasa.  Sepertinya tipe kedua yang saat ini saya alami.  Untunglah dalam seminggu ke depan, saya dengan isteri akan “belibur” di rumah anak di Edinbrugh yang saya yakin tidak capai.

Mengapa serangkaian kegiatan tersebut menyengangkan?  Itulah yang saya bagi bersama pembaca.  Saya selalu senang jika bertemu dan diminta berbagi pengalaman dengan guru atau kepala SD.  Menurut saya pendidikan SD itu pondasi pendidikan.  Ibarat membangun rumah, pondasi harus kokoh.  Jika pondasi tidak kokoh bangunan yang bagus di atasnya akan rusak karena pondasi yang turun dan sebagainya.  Pondasi rumah memang tidak kelihatan, tetapi menentukan.  Seperti itulah pendidikan di SD.  Pembelajaran di SD memang tampak sederhana materinya, tetapi itu dasar-dasar yang sangat penting.  Jadi sangat tidak benar jika ada orang mengatakan menjadi guru SD itu mudah dan bahkan setiap orang dapat mengajar di SD karena materinya sederhana. 

Itulah sebabnya saya sangat bersemangat untuk berdiskusi dengan teman-teman guru dan kepala SD.  Menurut saya, jika pendidikan di SD bagus, proses pendidikan di SMP dan SLTA menjadi mudah.  Sebaliknya kalau pendidikan di SD tidak bagus, proses pendidikan di SMP dan SLTA akan sulit.  Oleh karena itu menurut saya jika anggaran terbatas yang harus dibenahi lebih dahulu adalah pendidikan di SD.

Bukankah yang bertemu di Karawaci Tangerang itu kepala sekolah?  Itu justru sangat penting, karena kepala sekolah berperan sangat penting.  Kepala sekolah sangat dominan pengaruhnya kepada guru dan kemajuan sekolah.  Itulah sebabnya pergantian kepala sekolah seringkali diikuti perubahan yang signifikan di sekolahnya.  Berbagai penelitian juga membuktikan bahwa sekitar sepertiga kemajuan sekolah ditentukan oleh kepala sekolah.

Acara di UNM juga sangat penting karena saya diminta berbagi pengalaman tentang Pendidikan Karakter dengan para dosen, mahasiswa pascasarjana dan para guru.  Karakter adalah bagian penting dalam pendidikan tetapi selama ini agak terlupakan.   Ki Hajar Dewantara mengatakan pendidikan itu daya upaya menumbuhkan karakter atau budi pekerti, intelektual dan tubuh anak-anak.  Mirip dengan itu, Bloom menyebutkan pembelajaran menyangkut 3 domain, yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Sayang sekali, selama ini karakter atau afektif itu kurang mendapat perhatian.   Jadi dapat dimengerti kalau sekarang banyak orang pandai tetapi karakternya kurang baik.  Nah, pengembangkan karakter yang palig efektif ketika di SD atau dengan kata lain pendidikan di SD sebaiknya memberikan penekanan pada karakter.

Ketika di Unismuh (Universitas Muhammadiyah Makasar) saya mengajak mahasiswa FKIP yang akan melaksanakan PPL untuk memikirkan dampak teknologi digital terhadap pendidikan.  Saat ini hampir setiap orang menggunakan HP.  Siswa SD sudah menggunakan HP.  Penjual bakso keliling, penjual sayur keliling sudah menggunakan HP dan kita daat memanggil mereka melalui HP.  Dalam buku The Digital Age, separuh penduduk bumi ini sudah menggunakan internet.  Sekarang HP dan komputer semakin canggih.  Dengan komputer, laptop dan bahkan HP, orang dapat mencari berbagai informasi.  Nah jika sudah seperti itu, pola pendidikan seperti apa yang paling cocok?  Itulah yang perlu kita pikirkan.

Saya mengajak mahasiswa FKIP Unismuh memikirkan, kalau segala informasi tersedia di internet, jangan-jangan peran guru sudah dapat digantikan oleh Mbah Google.  Tentu itu hanya kelakar, tetapi kita harus menyiapkan diri kalau Google mampu menyediakan semua informasi yan kita butuhkan, terus tugas guru di sekolah apa?  Semoga pembaca itu merenungkannya.

Di acara MKKS SMP Surabaya Selatan saya mengajak diskusi bagaimana memimpin sekolah.  Saya berbagai pengalaman ketika menjadi rektor Unesa.  Rektor dan kepala sekolah sering memiliki dosen/guru yang bidang keahliannya berbeda dan bahkan lebih senior.  Oleh karena itu kepemimpina komando tidak tepat diterapkan.  Seringkali dosen/guru tidak merasa anak buah rektor/kepala sekolah, karena tugas pokoknya mengajar untuk bidang studi yang sangat mungki rektor/kepala sekolah tidak faham.  Untuk itu saya menawarkan model kepemipinan visoner, inspiratif dan transfomatif yang dikemas menjadi satu.

Kepala sekolah seharusnya membangun visi bersama, kemana sekolah akan dikembangkan dan apa indikator pencapaian beserta pentahapannya. Jika itu sudah menjadi milik semua warga sekolah, selanjutnya bagaimana kepala sekolah menjadi inspirator dalam melaksanakannya.  Dalam bahasa lugas, bagaimana kepala sekolah menjadi contoh bagaimana bekerja menuju terwujudnya visi tadi.  Bersama itu dilakukan transformasi kompetensi, komitmen dan budaya menunju visi tersebut

Tidak ada komentar: