Senin, 24 Agustus 2015

SHOLAT SUBUH DI BANDARA ATATURK



Kali ini saya ke Eropa dengan naik Turkish Airlines dan tidak seperti biasanya naik Emirates atau Garuda.  Alasannya semata-mata mencari yang murah tiketnya.  Kalau naik Garuda alasan utamanya karena BUMN sehingga agak mahal tetapi biar ikut menghidupkan BUMN kita.  Kalau naik Emirates alasan pokoknya sedikit lebih murah tetapi pesawat dan layanannya bagus.  Nah kali ini bersama isteri, sehingga harus membayar sendiri, dan apalagi di Eropa 2 minggu.  Jadi demi pengiritan mencari yang paling murah dan dapatnya Turkish Airlines.

Sebenarnya saya sudah pernah naik Turkish Arilines, yaitu saat umroh bersama rombongan Pak Agus Mustofa tahun 2013 dan mampir ke Turki.  Jadi saya tahu kalau pesawatnya lumayan baik, walaupun tidak sebaik Emirates.  Oleh karena itu ketika harganya jauh di bawah Emirates saya memutuskan naik Turkish.  Ngirit sekaligus mencari pengalaman lain.

Seperti lazimnya penerbangan internasional, airlines akan selalu mampir di bandara negara asalnya.  Jadi denga Turkish, Jakarta-Edinburgh transit di Istambul.  Ketika sudah mendapatkan tiket online dan saya print, saya tahu kalau penerbangan Jakarta-Istambul itu 12 jam.  Berangkat pukul 20.35 WIB dan sampai Istambul pukul 04.45 waktu setempat.  Pada hal waktu Istambul 2 jam di belakang WIB.

Saya dan isteri ingin tahu jam berapa waktu sholat subuh di Istambul dan bertanya kepada pramugari.  Kami yakin pramugarinya orang Turki yang mestinya beragama Islam sehingga tahu waktu sholat subuh.  Ternyata tidak tahu.  Tentu kami tidak berani bertanya lebih jauh, takut kalau menyinggung perasaannya.  Mungkin saja pramugari yang kami tanya itu non muslin atau muslim tetapi tidak sholat sehingga tidak tahu kapan waktu sholat subuh.

Saya mencari informasi perjalanan di TV hiburan di kursi pesawat.  Tentu tidak ada jadwal sholat, tetapi saya menemukan peta belahan dunia yang ada tanda bagian siang dan bagian malam.  Saya lihat ketika menjelang sampai di Istambul, peta menunjukkan Istambul masih malam, sehingga kami yakin dapat sholat di bandara Atarturk Istambul setelah landing.  Toh kami hanya transit sehingga tidak perlu ngurus imigrasi, sehingga hanya perlu melewati security check saja.

Begitu selesai security check dan masuk ke lokasi internasional, saya melihat petunjuk bertuliskan masjid. Ternyata istilah masjid juga digunakan di Turki.  Kami ikuti saja petunjuk itu dan ternyata lokasinya di lantai bawah.  Masjidnya (sebenarnya kalau di Indonesia disebut mushola) dipisah antara untuk laki-laki dan perempuan, sehingga saya dan isteri sholat di tempat terpisah.

Ketika sudah melepas sepatu dan masuk masjid saya tidak menemukan tempat wudlu.  Tengak-tengok semua orang pada sholat.  Akhirnya saya melongok keluar pintu dan menemukan tempat wudlu di depan masjid.  Tempatnya bagus dan mirip di Saudi Arabia, disediakan tempat duduk, sehingga orang dapat wudlu dengan duduk. Airnya hangat, tempatnya bersih dan ada kertas untuk mengeringkan muka, tangan dan kaki selesai wudlu. Hanya saja tidak ada sandal, sehingga harus mengenakan sepatu selesai wudlu.  Untung saja ada kertas untuk mengeringkan kaki, sehingga saat mengenakan sepatu, kaki dalam keadaan kering.

Begitu masuk masjid lagi ada rombongan sholat subuh yang sedang berlangung, sehingga saya memutuskan untuk bergabung berjamaah.  Suara imamnya pelan dan sangat merdu. Sayang saya sudah tertinggal satu rakaat, sehingga hanya kebagian satu rakaat.   Saya tidak tahu orang mana imamnya, yang saya tahu tidak membaca do’a qunut.  Tentu saya harus menambah satu rakaat setelah imam salam, biar sholat subuh saya tetap 2 rakaat.

Selesai shalat saya memperhatikan kiri kanan sambil wiritan.  Hampir semua jamaah belum beranjak, ketika saya selesai sholat.  Semua duduk tafakur wiritan.  Jamaah yang duduknya pas di sebelah saya tampak sangat khusyuk do’anya.  Dalam hati saya iri dan ingin dapat berdo’a sangat khusyuk seperti dia.  Dalam hati saya bertanya-tanya, katanya masyarakat Turki itu sekuler.  Pramugari yang kami tanya juga tidak tahu waktu sholat subuh.  Tetapi di masjid saya makmum kepada imam yang sangat bagus bacaan sholatnya dan imam maupun jamaah tampak wiritan dan berdo’a sangat khusyuk. Sayapun ikut berdo’a dan bahkan sempat baca surat Yasin.  Toh pesawat saya masih lama berangkat.

Apakah yang menjadi imam maupun jamaah tadi bukan orang Turki melainkan bangsa lain yang sedang dalam perjalanan internasional?  Saya tidak punya kemampuan membedakan wajah orang.  Namun pengamatan saya, wajah imamnya ada nuansa Timur Tengah.  Jamaahnya beraneka wajah.  Ada yang mirip orang-orang Pakistan, ada yang mirip orang Barat dan ada beberapa wajah Asia Timur.  Dugaan saya ada juga orang Turki yang biasanya berkulit putih, berambut hitam dan ada nuansa Arabnya.

Dari jamaah banyak yang memakai kaos kaki.  Saya tidak tahu apakah setelah selesai wudlu memakai kaos kaki lagi atau sudah wudlu di tempat lain, sehingga begitu masuk melepas sepatu dan  masuk masjid langsung sholat. Ketika pertama saya masuk masjid ada orang yang begitu melepas sepatu langsung masuk ruangan utama masjid dengan tetap memakai kaos kaki. Jika demikian berarti bukan orang yang dalam perjalanan jauh dan sangat mungkin orang yang tinggal dan bekerja di Istambul.

Bagusnya bacaan imam dan kusyuknya iman serta jamaah saat berdo’a terus berkecamuk di benak saat saya menunggu isteri selesai sholat. Suasana dalam masjid bandara Ataturk sungguh sangat mendukung orang dapat sholat dan berdo’a dengan khusyuk.  Mudah-mudahan saya dapat meniru, memperbaiki bacaan Al Qur’an dan berdo’a dengan khusyuk.  Semoga.

Tidak ada komentar: