Selasa, 18 Agustus 2015

TIRAKATAN ATAU TASYAKURAN?



Seperti saya ceritakan kemarin, tanggal 16 Agustus sore kami warga RT 06 RT 02 Tenggilis Mejoyo mengadakan malam tirakatan di Hotel Luminor.  Saya ya ikut begitu saja, karena sudah menjadi tradisi setiap tahun.  Benar kata orang, sesuatu yang dilakukan secara rutin akan dikerjakan begitu saja tanpa memikirkannya.

Ketika tiba waktu makan, kami semua antre di depan ruang pertemuan.  Karena di tempat baru, saya sempatkan melihat-lihat sekeliling sebelum ikut antre.  Saat itulah saya membaca tuisan di lampu dinding “MALAM TIRAKATAN WARGA RT 06 RW 02”.  Saya baru ngeh, oh iya ya acara ini adalah malam tirakatan dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke 70.  Pada hal di badrop yang dipasang di belakang panggungjuga tertulis demikian, tetapi saat di dalam ruangan saya tidak ngeh.

Dalam hati saya bertanya, acaranya tasyakuran atau tirakatan ya?  Ketika di ruangan dan diminta memberikan sambutan atas nama warga saya menjelaskan makna kita bersyukur atas kemerdekaan Indonesia dan apa yang dapat kita perbuat untuk mengisinya. Paling tidak dilingkungan RT kita.  Ternyata resminya acaranya malam tirakatan.

Tirakat dan syukur tentu maknanya berbeda.  Ketika ikut acara tirakatan semestinya semua peserta tirakat, menahan segala bentuk hawa nafsu dan memusatkan pikiran untuk memohon sesuatu kepada Yang Maha Pemberi.  Misalnya seseorang tirakat untuk kesuksesan putra-putrinya. Mungkin ada orang yang selalu tirakat dalam hidupnya untuk kebahagiaan pada saat dipanggil menghadap Sang Maha Pencipta.

Kalau bersyukur maknanya berterima kasih atas anugerah yang diterima.  Banyak orang yang mengadakan tasyakuran pada saat anaknya lulus sekolah.  Ada yang tasyakuran setelah pulanh haji dan sebagainya.  Ada yang mengdakan tasyakuran karena menerima jabatan baru,  Tetapi juga ada yang tasyakuran ketika selesai mengemban jabatan.  Mensyukuri nikmat Illahi dengan berbagai cara.  Tetapi intinya sama, yaitu memuji kebesaran Sang Pemberi atas nikmat dan anugerah yang diberikan.

Jadi acara 16 Agustus sore itu tirakatan atau tasyakuran ya?  Mungkin dua-duanya.  Tasyakuran karena mengenang kemerdekaan itu merupkan karunia Sang Maha Pencipta.  Bukankan dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan “atas rahmat Allah swt.........”.  Artinya kita mengakui dan memahami kalau kemerdekaan itu bukan semata-mata hasil perjuangan, tetapi anugerah Tuhan melalui perjuangan para pejuang.

Acaranya juga malam tirakatan untuk mengenang jasa para kusuma bangsa yang gugur di medan laga saat memperjuangkan kmerdekaan negara ini.  Tentu banyak para pejuang yang gugur saat itu dan juga banyak para pejuang yang tidak sempat menikmati buah kemerdekaan negara yang diperjuangkan.  Nah untuk itulah kita tirakat untuk memusatkan hati dan pikiran untuk mendo’akan para pahlawan.

Mungkin juga kita tirakat untuk merenung mengapa bangsa yang sudah merdeka selama 70 tahun itu belum maju-maju.  Merenung untuk melakukan introspeksi diri, apa yang salah dalam perjalanan bangsa ini. Apa yang dapat dan harus kita perbuat untuk memperbaikinya. Bukankah hari ini harus lebih baik dibanding kemarin. Bukankah sejarah itu bertujuan agar kita tidak mengulang kesalahan yang lalu.

Nah kalau itu, sebaiknya acara tanggal 16 Agustus sore tidak sekedar upacara, nyanyi-nyanyi dan makan-makan, tetapi ada juga perenungan dan diskusi intens untuk refleksi diri.  Tentu disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta posisi kita masing-masing.  Semoga.  

Tidak ada komentar: