Jumat, 07 Agustus 2015

READING FOR UNDERSTANDING



Seingat saya beberapa tahun lalu saya pernah mengunggah catatan saya ketika berkunjung ke SMPN 2 Marga Tabanan Bali.  Waktu itu saya menemukan banyak siswa SMP yang tidak dapat memahami isi koran yang mereka baca.  Mereka dapat membunyikan tulisan dapat koran lokal yang saya berikan, tetapi tidak faham apa isinya. Ketika saya bertanya ini dan itu tentang apa yang tertulis di koran itu mereka kesulitan untuk menjawab.

Fenomena itu dan juga informasi sejenis yang kami diskusikan pada pertemuan USAID di Yogyakarta tanggal 5 Agustus 2015.  Kepada beberapa teman dari IAIN saya mengatakan yang dimaksud “iqra” dalam Al Qur’an rasanya bukan membaca dalam arti membunyikan huruf-huuf, tetapi memaknai apa yang terkandung dalam ayat-ayat itu.  Bahkan Pak Quraish Sihab seingat saya yang harus dibaca dalam arti dimaknai atau difahami tidak hanya ayat-ayat yang tertulis di Al Qur’an tetapi juga apapun yang tergelar di alam raya.

Kalau menggunakan terminologi Bloom, membaca harus dimaknai paling tidak sampai C2 yaitu understanding.  Syukur kalau sampai C4 yaitu analisis.  Seperti kita ketahui hasil analisis terhadap hasil UN SMA tahun 2009, 2010, 2011 kemampuan analisis anak-anak kita sangat rendah.  Itu juga yang menyebabkan hasil PISA kita sangat rendah, karena soal-soal PISA pada umumnya pada level C4 (analisis).

Pertanyaannya, bagaimana mengembangkan kemampuan membaca dalam arti memahami dan menganalisis. Itulah yang menjadi diskusi menarik di Yogyakarta.  Memahami sesuatu tulisan sebenarnya mengandung dua kemampuan, yaitu kemampuan memaknai kata-kata in general dan memaknai substansi bacaan. Kita dapat menggunakan analogi ketika kita  membaca naskah bahasa Inggris.  Walaupun dapat berbahasa Inggris, kita akan kesulitan memahami bacaan jika kita tidak mengerti substansinya.  Isteri saya yang lulusan S3 bahasa Inggris selalu kesulitan ketika membaca buku anak saya yang bidangnya elektronika.  Kita yang memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, kesulitan memahami bacaan yang substansinya bukan bidang kita.

Sebaliknya seorang yang bidangnya Elektronika tetapi tidak dapat berbahasa Inggris tentu juga kesulitan memahami bacaan Elektronika berbahasa Inggris.  Bayangkan guru Biologi  yang tidak pernah belajar bahasa Jerman kemudian diberi buku Biologi dalam bahasa Jerman.  Pasilah guru tersebut akan kesulitan.  Jadi penguasaan bahasa secara umum juga diperlukan untuk memudahkan kita memahami bacaan.

Apakah dengan adanya dua kemampuan tersebut harus diajarkan secara terpisah?  Inilah yang didiskusinya dengan hangat di Yogyakarta.  Menurut saya tidak harus dipisahkan atau bahkan sebaiknya diintegrasikan agar lebih efisien.  Bahan bacaan yang digunakan sebaiknya yang terkait dengan bidang studi yang dipeajari.  Seingat saya dalam belajar bahasa Inggris juga ada apa yang disebut dengan ESP (English for Special Purposes).  Mungkin seperti itulah cara belajar membaca agar sampai tahap memahami substansi yang dibaca.

Beberapa peserta diskusi mempertanyakan, bagaimana mengajar anak-anak yang baru belajar membaca.  Bagaimana agar cepat membaca dalam arti tidak hanya membunyikan tetapi juga mengerti arti apa yang dibaca.  Menurut saya Kurikulum 13 dengan 5 M (mengamati, mempertanyakan, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan) cocok untuk diterapkan.  Membaca dapat dipadankan dengan mengamati.  Mengamati bukan dari benda tetapi dari tulisan.  Jika anak-anak SD Kelas 1 membaca bacaan tentang kucing, dapat dimaknai dia sedang melakukan pengamatan tentang kucing.

Tahap berikutnya, ketika anak sudah selesai membaca mereka dapat didorong untuk mempertanyakan berbagai hal yang terkait dengan kucing.  Misalnya warna bulu yang aneka ragam, tebal tipisnya bulu, anak kucing yang matanya tertutup waktu kecil, kucing yang dapat melihat dalam kegelapan, makanan kucing dan sebagainya. Prinsipnya anak diminta mengajukan pertanyaan apa saja tentang kucing.  Biasanya anak kecil senang bertanya, sehingga saya yakin anak akan mengajukan banyak pertanyaan.

Sebaiknya orangtua atau guru atau kakak tidak menjawab langsung pertanyaan itu, tetapi anak diajak bernalar.  Misalnya, kucing kan tidak memakai baju.  Jadi kucing yang hidup di negara beriklim dingin perlu punya bulu yang lebih tebal agar bisa menaham dingin.   Tuhan itu Maha Bijaksana, sehingga menaksirkan kuring di daerah dingin berbulu tebal.  Kucing juga harus dapat melihat dalam kegelapan, karena harus menangkap tikur waktu malam.  Jawaban atau arahan jawaban itu diarahkan agar anak-anak menalar.

Tentu penalaran yang kita dorongkan disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitifnya.  Misalnya jika anak-anak sudah cukup baik tingkat kognitifnya, kemampuan kucing melihat di kegelapan dapat diarahkan dengan mata kucing yang mampu mengatur lensa matanya (mohon maaf saya tidak faham substansinya, amatan saya jika siang hari lensa mata kucing tampak kecil tetapi kalau malam tampak besar)  Tebal tipisnya bulu kucing dapat dikaitkan dengan teori evolusi.

Tiga tahapan itu saja (mengamati, mempertanyakan, menalar) sudah akan membantu anak-anak memahami sesuatu yang dibaca atau diamati.  Jadi pendekatan saintifik atau yang dulu disebut keterampilan proses, dapat diterapkan dalam membaca agar anak-anak tidak hanya membunyikan huruf, tetapi membaca memaknai isinya.

Tidak ada komentar: