Minggu, 16 Agustus 2015

RT-KU SANGAT KAYA



Sore tanggal 16 Agustus 2015, kami warga RT 06 RW 02 Tenggilis Mejoyo melaksanakan malam tirakatan sekaligus halal bil halal.  Acara ini sudah menjadi tradisi di RT kami, mungkin juga di RT-RT yang lain.  Yang mungkin agak beda, kali ini kami mengadakan malam tirakatan di Hotel Luminor lantai 5.  Apa nggak hebat, acara RT kok ho hotel?

Ketika selesai membacakan sambutan Ibu Walikota, Pak RT mengucapkan terima kasih kepada Pak Yulianto, GM Hotel Luminor yang memberian bantuan tempat dengan harga khusus untuk acara tirakatan.  Pak RT juga menyapa, warga baru dari Media Indonesia dan Pak Hermawan pengusaha alat-alat kedokteran yang memang tinggal di RT kami tetapi baru kali ini datang pada malam tirakatan.  Mungkin karena tempatnya di hotel yang kebetulan bersebelahan dengan rumah beliau.

Sambil melihat sekeliling saya baru menyadari betapa RT kami sangat kaya sekarang.  Ketika tahun 1983 saya pindah ke Tenggilis Utara I/65 ini, kampung kami sangat terpencil.  Waktu itu namanya masih Prapen Blok L no. 15.  Jalan raya Jemursari belum ada dan masih merupakan jalan setapak yang mengapit sungai irigasi yang mengalir dari Jemur Ngawinan ke persawahan kampung kami.  Bahkan ketika anak sulung saya kepengin bakso dan saya naik motor memanggil penjuah bakso yang ada di sekitar Prapen Indah, pak penjual bakso berkomentar “ngriko onten griyo tah?” (Disana ada rumah kah?).

Komentar itu wajar, karena kampung kami berada di bekas persawahan dan rumahnya baru sedikit. Apalagi berada di depat makan yang sangat rimbun dengan pohon kamboja.  Ketika anak saya kedua lahir dan mulai bermain, seringkali main di sawah depan rumah dan mendapat kepiting.  Kalau akan ke kampus, saya harus menyusuri jalan kecil yan berliku-liku menunju daerah Bendul Merisi.  Di perjalanan banyak warga yang memelihara sapi perah.

Nah, sekarang RT kami yang hanya terdiri dari setengah Jalan Tenggilis Utara Raya, karena setengahnya ikut RT lain, Jl, Tenggilis Utara I, Jl Tneggilis Utara IV dan sebagian kecil Jl Jemursari, kami punya dua SD yang sekarang di merger menjadi satu, punya masjid Al Aziz, punya tempat jual beli mobil bekas Mobil 88, punya persewaan mobil Gra Track, punya 3 rumah makan, Bon Ami, Pujasera dan warung Bu Kris, punya pom bensin di ujung jl Tenggilis Utara Raya, punya 2 hotel, Hotel Luminor dan Hotel De Season, punya apotik, Ebel, punya travel plus biro haji/umroh punya Tempat Pengolahan Sampah, punya lapangan futsal dan punya makam Tenggilis Mejoyo.  Belum di dalam RT kami banyak kantor.

Betapa perubahan begitu cepat terjadi.  Dari kampung di persawahan menjadi kampung dengan beraneka ragam potensi.  Ketika awal kampung kami dibangun oleh PT Bintang Diponggo dan sebagian kecil oleh YKP.  Bagian yang dibangun PT Bintang Diponggo, pada awalnya kerjasama dengan IKIP Surabaya, sehingga sebagian besar penghuni adalah para dosen IKIP Surabaya. Namun bagian depan yang dulu berada di pinggir sungai irigasi tidak dibangun sehingga cukup lama tetap menjadi sawah.  Bagian itu yang setelah Jl Jemursari dibangun sekarang menjadi bagian terdepan dan disitulah berdiri Hotel Luminor, Gra Track, Mobil 88 dan beberapa rumah makan.  Namun di Jl Tenggilis Utara Raya juga muncul pomp bensin, Hotel De Season, Warung Bu Kris, Apotik Ebel dan Travel Biro. Bahkan sekarang ada sebuah rumah yang sedang di renovasi dan tampaknya akan menjadi kantor atau toko.

Dengan menjadi sangat kaya itu, penghuni RT kami juga menjadi sangat beragam.  Jika pada awalnya sebagian besar para dosen IKIP Surabaya (sekarang Unesa), kini sudah banyak yang beralih tangan karena dijual.  Biasanya pembeli baru bukan PNS seperti pemilik lama, tetapi para profesional di kalangan swasta.  Ada juga yang diubah menjadi kantor, misalnya Spectra, distributor air mineral dan agen rokok.  Oleh karena itu, saat acara tirakatan yang hadir juga sangat beragam.  Ada PNS seperti saya dan beberapa teman dosen Unesa, ada pengusaha seperti Pak Hermawan dan Pak Cipto, ada profesional di perusahaan swasta, seperti Pak RT dan Pak Murhaniono, ada takmis masjid Al Azis, ada penjaga sekolah, ada penjaga kantor/pomp bensin, ada GM hotel dan sebagainya.  Namun sangat rukun.  Heterogen tetapi kompak.

Ketika acara mau dimulai, Pak RT mendekat saya yang kebetulan duduk bersebelahan dengan Prof Aminudin Kasdi.  Pak RT meminta Pak Amien untuk membaca do’a dan saya untuk memberi sambutan atas nama sesepuh warga. Pak Amien memang tepat untuk membaca do’a, karena satu-satunya hadirin yang memakai kopiah.  Tetapi saya tidak tahu kok diminta.  Mungkin karena rambutnya putih dan memakai kaca mata.  Kan biasanya orangtua (sesepuh) itu rambutnya sudah putih dan sudah harus memakai kacamata.

Karena tidak tahu apa yang harus saya sampaikan, akhirnya saya bercerita tentang artikel yang membedakan antara orang Indonesia dan orang yang tinggal di Indonesia.  Orang yang tinggal di Indonsia, bisa saja bukan orang Indonesia (misalnya warganegara Australia) tetapi karena suatu hal bertempat tinggal di wilayah Indonesia.  Mereka tidak terikat dan tidak merasa harus berbuat sesuatu atau berkontribusi terhadap kemajuan negara dan bangsa Indonesia.  Namun orang Indonesia seharus merasa berkuwajiban untuk berpartisipasi terhadap kemajuan bangsanya.  Mudah-mudahan, berbagai profesi dan kantor/hotel dsb yang berada di RT 06 RW 02 Tenggilis Mejoyo merasa sebagai warga dan bukan orang lain yang hanya kebetulan tinggal di RT kami. Semoga.

Tidak ada komentar: