Sabtu, 14 September 2013

BANDARA DOHA

BANDARA DOHA

Tanggal 13 eptember 2013 tengah malam saya berangkat ke Amerika Serikat atas undangan USAID selama 1 minggu untuk mengikuti serangkaian workshop di Boston dan Washington.   Penerbangan menggunakan Qatar Airways dan transit di Doha, sebelum melanjutkan penerbanan ke Boston via Chicago.  Baru sekali ini saya terbang ke Amerika Serikat melalui arah Barat. Biasanya arah Timur, lewat Hongkong atau Narita Jepang.  Juga pernah lewat Singapore.  Senang juga punya pengalaman mengitari bola bumi lewat jalur berbeda.

Saya memang pernah naik pesawat dan transit di daerah Timur tengah.  Biasanya kalau dalam perjalanan ke Eropa.  Garuda biasanya transit di Dubai atau Abu Dhabi.  Kalau naik Emirat ingat saya juga transit di Dubai.  Namun baru pertama kali ini naik Qatar Airways yang wajar saja transit di Doha, ibu kota Qatar.  Biasa, itu kan kebijakan negara yang seakan mengharuskan penerbangan singgah di negaranya.  SQ selalu singgah di Singapore, MH dan Air Asia selalu singgah di Kualalumpur. ANA dan JAL selalu singgah di Narita. Cathay Pasific selalu singgah di Hongkong dan sebagainya.

Yang menarik, saya baru pertama naik Qatar Airways dan baru pertama ke Doha.  Oleh karena itu saya amati betul seperti apa karateristiknya.  Apakah Qatar Air seperti penerbangan milik negara-negara Timu Tengah dan apakah bandara Doha seperti umumnya bandara di Timur Tengah.

Pesawat berangkat dari bandara Soetta tepat waktu, pukul 00.10.  Crew pesawat sepertinya “bule semua”.  Saya tidak pandai menebak asal orang mana.  Namun dari wajahnya saya menduga orang Eropa.  Memang ada yang agak mirip wajah orang Timur Tengah, namun seperti mix blood.  Bahasa Inggrisnya juga fasih.  Saya tidak bertemu dengan pilot, tetapi ketika mengumumkan, dari suaranya saya menduga juga orang Barat.  Jadi praktis crew pesawat didominasi oleh orang Barat.  Mirip maskapai Timur Tengah lainnya, kecuali Turkey Air yang crewnya banyak orang Turki.

Layanan selama penerbangan juga menggunakan standar Internasional yang kental.  Wine (minuman keras)  ditawarkan.  Makanan juga cenderung makanan Eropa, walaupun dari Jakarta ada pilihan nasi uduk yang tentu saya pilih.  Dalam hati saya bertanya, mana ya kesan Timur Tengahnya?  Walaupun untuk penerbangan internasional, Garuda punya kesan kental Indonesia.  MH punya kesan kental Malaysia.  ANA dan JAL punya kesan kental Jepang.  Cathay punya kesan kental China.

Pesawat landing dengan mulus di Doha pukul 04.30an, terlambat beberapa menit dari jadwal.  Walaupun bandara internasional, ternyata Doha tidak menggunakan garbarata.  Jadi penumpang turun dengan tangga dan terus naik bus untuk menuju terminal.  Ternyata terminalnya dipisah, yang untuk penumpang  turun di Doha, yang transit dan untuk kelas bisnis atau premier.

Dalam bandara terasa sekali bahwa penumpangnya berbagai bangsa.  Bahkan tidak banyak wajah dan pakaian Timur Tengah.  Mungkin karena saya turun di terminal transit.  Tetapi tetap berbeda, dengan Dubai dan Abu Dhabi yang banyak wajah dan pakaianTimur Tengah.  Petugas di bandara juga sedikit sekali yang wajah Timu Tengah.  Mengapa ya?   Apa karena Qatar negara kaya dengan penduduk hanya 1,3 juta, sehingga tidak mau bekerja di bagian yang “kasar” atau “rendahan”.

Bandara Doha kecil dan sederhana, tidak semegah bandara Dubai atau Abu Dhabi.  Namun terkesan bersih dan cukup nyaman.  Tidak banyak toko atau restoran seperti bandara lain.  Aturan sepertinya juga ketat.  Gate dibuka tepat waktu.  Antrean diatur rapi.  Bahkan untuk penerbangan ke Amerika Serikat punya pintu sendiri.  Mungkin untuk keamanan.  Seperti kita maklum keamanan penerbangan ke Amerika Serikat sangat ketat dan kadang terasa ada phobia.

Ketika akan naik pesawat, penumpang kembali naik bus dan diturunkan sangat dekat dengan tangga.  Penumpang tidak boleh jalan di bandara.  Bahkan penumpang kelas bisnis yang keliru ikut naik bus kelas ekonomi, tidak boleh turun dari bus.  Bus mengantarnya ke dekat tangga kelas bisnis, walaupun jaraknya mungkin hanya 20 meter.


Nah, saat terbang dari Doha menuju Chicago, crew pesawatnya ganti.  Tampak beberapa pramugari dengan wajah Timur Tengah.  Namun makanan yang ditawarkan tetap ala Barat.  Mungkin ini bahan kajian yang menarik bagi mereka yang menekuni dunia pariwisata dan jasa penerbangan.  Atau juga teman-teman yang menekuni kajian hubungan internasional.  Bahkan psikologi sosial, apakah negara kecil dan konon dibawah perlindungan Barat kemudian kebarat-baratan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Untuk jarak tempuh, kira2 lebih lama lewat jalur barat atau timur?