Sabtu, 28 September 2013

KUNCINYA LAW ENFORCEMENT

Seperti saya ceritakan yang lalu, kami diservis oleh Utah State University (USU) dengan diajak ke Yellow Stone untuk melihat Geyser.  Lokasinya di negara bagian Wyoming.  Perjalanan dari kampus USU Logan ke Yellow Stone sekitar 5 jam.  Karena cuaca sudah mulai salju, maka diatur agar dapat sampai di Yellow Stone sebelum jam 12.  Oleh karena itu rombongan berangkat dari Logan sekitar pukul 16 dan menginap di Jackson Hole, kota kecil antara Logan dan Yellow Stone.

Rombongan terdiri dari Pak Oenardi (dosen USU asal Surabaya), Bu Oenardi (biasa dipanggil Bu Naniek), Pak Kirt (bule-dosen USU), Pak Ketut Budayasa, Pak Harsono, Bu Masitoh dan saya.  Yang menjadi sopir Pak Oenardi dan saya diminta duduk di sebelahnya.  Di kursi tengah Bu Oenardi dan Bu Masitoh. Di kursi belakang Pak Ketut, Pak Harsono dan Pak Kirt.  Saya tawarkan agar Pak Kirt duduk di depan, karena kakinya panjang.  Saya akan di belakang sambil tidur.  Namun Pak Kirt menolak jadi akhirnya saya duduk di samping sopir.

Ketika mobil melaju di highway tiba-tiba Bue Oenardi nyeletuk kira-kira: “Awas ada polisi sembunyi. Apa tidak over speed?”.   Saya menimpali “lho disini polisi juga suka sembunyi?”.  Ternyata di Utah, polisi juga sering sembunyi.  Kalau ada yang melanggar aturan akan dikejar dan dihentikan. Dan orang tidak dapat menghindar, karena semua terekam oleh camera yanga da dimana-mana. Kata Pak Oenardi, jangan coba-coba menyuap polisi di Amerika Serikat.  Urusannya jadi panjang.  Bisa jadi disamping melanggar akan dituntut karena berusaha menyuap petugas.

Berangkat dari peristiwa kecil tadi terjadilah diskusi tentang bagaimana law enforcement ditegakkan di Amerika Serikat.  Tidak hanya di negara bagian Utah tetapi juga di daerah lainnya. Pelanggaran terhadap aturan akan ditindak tegas.  Tidak ada ampun, kecuali ada alasan yang kuat.  Dan dendanya sangat besar.  Merokok di tempat dilarang merokok dendanya 200 dolar atau sekitar 2 juta.  Pernah ada orang Indonesia meninggalkan anaknya yang masih kecil sendirian di rumah.  Menurut undang-undang Amerika Serikat, orang tua dilarang meninggalkan anaknya sendirian, jika usianya dibawah 12 tahun.  Orang tua tersebut dipanggil polisi dan anaknya diambil paksa oleh negara.  Dianggap orang tersebut tidak bertanggung jawab.  Baru setelah dijelaskan bahwa dia orang Indonesia dan baru tiba di Amerika Serikat dan belum tahu aturan itu, kemudian diampuni.

Kalau dilihat aturannya , sebenarnya sebagian besar ada di Indonesia.  Misalnya, tanda STOP di beberapa bagian jalan.  Di Indonesia juga ada. Biasanya di dekat lintasan rel kereta api.  Tanda itu berarti pengemudi harus stop dulu, melihat kiri-kanan, jika aman baru jalan.  Bukan jalan pelan-pelan sambil lihat kiri-kanan kalau tidak aman baru stop.  Di Amerika, jika ada tanda itu dan mobil tidak berhenti akan didenda.  Parkir di tempat yang salah akan didenda.

Mengapa hal itu dapat terjadi?  Mengapa orang begitu menaati aturan?  Mengapa petugas tidak mau disuap?  Apakah begitu baik kesadaran hukum?  Apakah ada sistem yang memaksa orang Amerika berlaku seperti itu?  Tampaknya kedua faktor itu berjalan saling meguatkan.  Sistem memaksa orang Amerika mematuhi hukum.  Dan orang Amerika juga memiliki kesadaran untuk melaksanakannya.  Namun penerapan hukum yang kuat yang menjadi kuncinya.

Jika ada orang melanggar lalu lintas dan dihentikan oleh polisi, maka polisi akan menunjukkan rekaman kamera apa pelanggaran yang dilakukan.  Sebelum meminta pengemudi keluar dari mobil, melalui komputer di mobilnya, polisi akan mencari data siapa pemilik mobil tersebut.  Ketika pengemudi sudah keluar, polisi juga segera mencari data siapa pengemudi tersebut.  Dan semua peristiwa itu, termasuk dialog antara polisi dan pengemudi yang ditangkap terekam oleh kamera yang ada di mobil polisi.  Jadi orang tidak dapat berbuat “aneh-aneh” karena semua terekam dan data itu langsung masuk ke server kepolisian.

Ketika menuju ke Yallow Stone, kami melintasi hutan pinus.  Tampak pohon pinus yang mati dan bahkan tumbang.  Mengapa tidak diambil orang?  Pada hal di Utah banyak rumah terbuat dari kayu pinus.  Di sepanjang jalan saya juga melihat banyak orang mincing di pinggir hutan.  Dan katanya untuk memancing orang harus membeli ijin.  Ketika tiba di Yellow Stone, pengunjung melihat geyser dari jalan terbuat dari papan.  Mengapa pengunjung tidak ada yang turun dari jalan tersebut dan mendekat ke geyser?

Contoh di atas menjadi bahan diskusi dalam perjalanan pulang dari Yellow Stone.  Dari penjelasan Pak Oenardi dan Pak Kirt dapat disimpulkan bahwa sekali lagi penegakan hukum (law enforcement) yang menjadi kuncinya.  Orang memancing dan tidak memiliki ijin akan didenda besar.  Mengambil kayu di hutan akan didenda jauh lebih tinggi dari harga kayu.  Orang yang memiliki kayu dan tidak dapat menunjukkan bukti dari mana kayu diperoleh akan diusut.   Orang mempunyai harta dan tidak dapat menjelaskan dari mana harta itu diperoleh akan dianggap barang tidak sah dan dapat dirampas.

Sungguh menarik.  Lalu lintas menjadi tertib karena tidak ada orang melanggar.  Jalan-jalan jadi bersih, karena tidak ada orang membuang sampah sembarangan.  Orang memarkir mobil di jalanan, karena tidak takut dicuri orang.  Antrean juga tertib dan tidak ada orang menyerobot.  Penghuni hotel selalu membuang sisa makanan  ketika sarapan pagi. Demikian pula saat kita makan di fast food. Semoga kita menjadi pebelajar yang baik dalam membangun peradaban. 

Tidak ada komentar: