Minggu, 29 September 2013

OENARDI DAN PELATIHAN WBI

Pak Oenardi Lawanto adalah dosen Department of Engineering Education Utah State University dan berasal dari Surabaya.  Saya kenal P Oenardi sekitar dua tahun lalu, dikenalkan oleh Dekan Fasilkom UI, Pak Chan Basarudin.  Lewat perkenalan itulah mulai dijalin hubungan kerjasama antara Unesa dengan Utah State University (USU).  Seperti saya ceritakan yang lalu, tanggal 25 September MoU sudah ditandatangani dan skenario kerjasama sudah disusun. 

Kini saya ingin bercerita tentang Pak Oenardi.  Tentu serba sedikit karena itu baru yang saya miliki.  Orang Surabaya yang menjadi dosen senior di USU.  Dan dari rapat di Departemen Engineering Education dia termasuk yang sangat dipercaya. Cerita yang serba sedikit ini saya harap bermanfaat bagi anak muda yang sedang mencari peta jalan hidupnya.

Pak Oenardi adalah keturunan Tionghoa dan asli Surabaya.  Orangtuanya tinggal di Darmo Permai.  Sampai SMA di Surabaya.  Seingat saya, dia lulusan SMA Dapena di Jalan Sumatra.  Setelah itu melanjutkan kuliah di Iowa State University dan mengambil jurusan Electrical Engineering.  Selesai kuliah, kembali ke Surabaya dan mengajar di Ubaya selama 15 tahun.

Ketika menjadi dosen Ubaya itulah Pak Oenardi mengenal “pendidikan sebagai bidang ilmu”.  Awalnya dia mengikuti workshop yang dilaksanakan oleh World Bank Institute (WBI)  tentang pembelajaran di perguruan tinggi.  Pola workshopnya sangat unik.  Sebelum berangkat workshop peserta diminta mengidentifikasi problema yang dihadapi ketika memberi kuliah.  Ada format tertentu yang harus diikuti dalam melakukan identifikasi masalah.  Tahap ini disebut Siklus 1.

Setelah itu peserta dipanggil untuk mengikuti Siklus 2 di Bangkok.  Ingat saya waktunya 1 minggu.  Selama itu peserta dipandu untuk mendiskusikan masalah yang dihadapi dan mencari solusi mengatasinya.  Mungkin menerapkan authentic problem based learning.  Peserta yang lebih banyak aktif dan instruktur lebih banyak sebagai fasilitator.  Teori hanya dibahas sebagai back up ketika membahas mengapa masalah itu terjadi dan mengapa solusi itu yang diajukan.

Di akhir Siklus 2, peserta diminta untuk menyusun action plan untuk menerapkan pemecahan masalah yang dihasilkan selama diskusi.  Masalah yang diidentifikasi pada Siklus 1, solusi yang diajukan dan dibahas selama Siklus 2 dan action plan yang diajukan harus nyambung menjadi satu rangkaian dengan logika yang jelas.  Action plan itu nanti harus mendapat persetujuan oleh rektor atau pimpinan lembaga dimana peserta bekerja. 

Selesai itu workshop masuk ke Siklus 3, yaitu pelaksanaan action plan.  Begitu kembali ke tempat bekerja langkah pertama peserta harus mendapatkan tanda tangan bukti persetujuan pimpinan terhadap action plan tadi.  Tampaknya itu menjadi syarat peserta dapat berlanjut ke Siklus 3.  Tanpa itu, peserta tidak dapat melaksanakan action plan yang telah dibuat .

Ketika melaksanakan action plan, peserta diminta untuk berbagai pengalaman antara satu dengan lainnya.  Juga diharapkan saling memberi masukan terhadap permasalahan yang timbul ketika action plan dijalankan.  Instruktur selalu memantau jalannya Siklus 3 dan memberikan panduan agar dapat berjalan baik. Dibuat mail list sebagai wahana komunikasi antar peserta dan juga dengan instruktur.  Juga web untuk memuat perkembangan action plan yang telah dibuat.  Dengan cara itu, pelaksanakan action plan dapat dipantau oleh instruktur, didiskusikan antar peserta dan juga dengan instruktur. 

Di akhir Siklus 3, peserta diminta untuk membuat laporan dan akan dibahas nanti pada Siklus 4.  Pada Siklus 4 semua peserta kembali berkumpul untuk mendikusikan pelaksanaan action plan dengan berbagai aspeknya.  Dalam Siklus 4, peserta didorong untuk berbagi pengalaman dan berbagai gagasan untuk menemukan cara yang terbaik.

Di akhir Siklus 4, peserta kembali diminta membuat action plan untuk mensosialisasikan pola pembelajaran yang dikembangkan dalam Siklus 3.  Dengan catatan, tahapan Siklus 1-4 diterapkan namun dalam wilayah universitas. 

Setelah peserta pulang, action plan dimintakan persetujuan rektor.  Dan setelah itu dilaksanakan.  Tahap ini disebut Siklus 5 sebagai siklus terakhir.  Dalam pelaksanaan Siklus 5 pola komuniasi pada Siklus 3 tetap dilaksanakan.

Selesai mengikuti workshop yang mencakup 5 siklus itulah Pak Oenardi merasakan pentingnya “ilmu pendidikan” sebagai bekal mengajar.  Menurut Pak Oenardi, dosen yang tidak memiliki bekal itu seringkali mengajar “sekenanya” dan cenderung menganggap mahasiswa sebagai obyek.  Itulah yang mendorong Pak Oenardi mendalami bidang pendidikan dan kemudian mengambil S3 bidang Engineering Education di Illinois University di Urbana Champaign dan sekarang menjadi salah satu dosen senior bidang itu di USU.

Dari cerita yang saya dapat, penelitian Pak Oenardi dan kawan-kawannya juga berkisar pada bagaimana cara pembelajaran yang terbaik bagi mahasiswa Tehnik.  Bahkan diarahkan untuk mengatasi kesulitan belajar mahasiswa College of Engineering tingkat awal yang umumnya banyak masalah.  Oleh karena itu disamping memberi kuliah di Departemen Engineering Education, dosen-dosen diwajibkan mengajar kelas awal di bidang Engineering.  Maksudnya biar mengetahui apa problem nyata yang terjadi.

Dari cerita Pak Oenardi, paling tidak ada dua pelajaran.  Pertama, dosen yang baik memerlukan bekal kemampuan mengajar yang cukup.  Pak Oenardi yang lulusan S2 Iowa University merasa tidak cukup mengajar, karena tidak memiliki bekal tentang kependidikan.  Setelah mengikuti workshop WBI perasaan itu tambah menguat dan akhirnya memutuskan menempuh S3 dalam Engineering Education.

Kedua, pelatihan yang baik ternyata mampu membuat peserta merasakan manfaat yang besar.  Problem based learning merupakan salah satu pola yang bagus bagi pelatihan bagi orang-orang yang menekuni pekerjaannya. Dengan pola itu peserta merasa mampu memecahkan masalah yang dihadapi.  Saling tukar pengalaman ternyata sangat membantu peserta dalam menjalani problem based learning.    


Semoga pengalaman Pak Oenardi memberi inspirasi bagi orang yang menekuti bidang Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di Indonesia.  Semoga kita menjadi orang yang pandai bersyukur karena telah menempuh bidang yang ternyata penting.

Tidak ada komentar: