Sabtu, 21 September 2013

PENGALAMAN PRESENTASI DI USAID WASHINGTON

Ketika tiba di Boston setelah menempuh perjalanan selama 36 jam, saya bertemu dengan Ibu Mimy Santika, Education Specialist USAID Jakarta.  Bu Mimy memberitahu bahwa USAID meminta saya presentasi ketika berkunjung ke kantor pusatnya di Washington tanggal 19 September 2013.   Topik yang diminta Roles of Higher Education Institutions in Indonesia.   Saya  kaget dan bertanya mengapa USAID meminta itu.  Bu Mimy menjelaskan USAID sudah tahu pengalaman yang saya miliki, sehingga meminta hal itu.  Setengah merengek Bu Mimy meminta saya bersedia.

Setelah menimbang sejenak, akhirnya saya menerima permintaan tersebut.  Waktunya sangat pendek, sehingga saya harus mempersiapkan bahan ditengah-tengah acara yang sudah tersusun rapi selama di Boston.  Topik yang diminta sangat luas, maka dalam waktu singkat saya harus menentukan topik yang lebih spesifik, mencari bahan serta data pendukungnya.  Setelah satu malam memikirkan dan mencari data yang telah ada di lap top, saya menentukan topik “Preparing Future Teacher”.

Topik tersebut saya pilih dengan alasan: 1) berpengaruh langsung kepada Pendidikan Dasar yang selama ini banyak ditangani oleh USAID, 2) bidang yang langsung terkait dengan LPTK yang beberapa rektornya diundang ke kantor pusat USAID di Washington, dan 3) sebagian besar datanya sudah ada di laptop saya dan yang belum ada mudah dicari via internet.  Alasan lain yang lebih pribadi, saya merasa Indonesia perlu mengembangkan model PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dapat menjamin mutu guru dan dapat dilaksanakan secara efisien.

Selama menyiapkan bahan berupa power point, saya berpikir bagaimana meyakinkan USAID untuk membantu Indonesia dalam mengembangkan PPG yang baik.  Sepanjang yang saya tahu, PPG merupakan “barang baru” bagi Indonesia.  Di Inggris ada PGCE (Post Graduate Certificate on Education), di Australia ada DipEd (Diploma on Education), di Amerika Serikat ada beberapa ada beberapamodel, misalnya Credential dan MAT (Master at Teaching).  Namun di negara maju tampaknya penyiapan guru mengarah kepada jenjang S2.  Kita perlu mempelajari berbagai model tersebut sebagai bahan banding untuk menyusun PPG yang paling cocok bagi Indonesia.

Kamis pagi-pagi saya menyiapkan segalanya.  Agak grogi juga.  Memang saya sudah sering presentasi di luar negeri.  Namun biasanya di forum seminar atau di universitas.  Ini di kantor pemerintah Amerika Serikat, bagian dari Departemen Luar Negeri-nya.  Oleh karena itu saya upayakan sebaik mungkin, termasuk pakaian.  Selama 3 hari di Boston saya berpakaian tidak formal, pakai baju tanpa dasi dan ditutup sweater (ikut-ikut gaya orang bule).  Kamis pagi sengaja saya pakai full dress, dengan kemeja putih berdasi merah dan jas coklat.  Saya pikir ini acara resmi dan di kantor pemerintah Amerika Serikat.

Pukul 10an kami sampai di kantor USAID.  Dan betul dugaan saya.  Kantornya megah dengan penjagaan berlapir.  Kami harus melewati 2 kali X ray dan satu kali menunjukkan kartu identitas.  Saking groginya, saya lupa membawa paspor.  Untung sdh punya foto halaman depannya di HP.  Jadi yang saya tunjukkan ke petugas KPT + foto paspor di HP.  Saya agak takut, karena nama sana di KTP dan paspor berbeda.  Biasa, nama di paspor harus 3 kata, sehingga ditambah dengan nama ayah.  Alhamdulillah, lancar.  Sepertinya di komputer petugas sudah ada nama saya sebagai orang yang diundang presentasi pukul 11.

Dalam ruangan ada sekitar 30 orang dan sebagian besar berpakaian full dress.  Dalam hati saya bersyukur memakai jas.  Pertemuan diawali dengan penjelasan singkat tentang program-program USAID.  Mereka menyampaikan secara bergilir sesuai bidang tugasnya masing-masing. Dan betul ternyata ada pejabat yang menyebut nama saya, ketika menjelaskan program beasiswa.  Pejabat tersebut namanya Matthew (saya lupa nama lengkapnya) menyebut “Dr. Samani who created Dikti-Fullbright Scholarship program…..” .  Ketika saya mengangkat tangan, Matthew berkomentar: “I am very happy to meet you sir”.  Jadi mereka tahu saya, karena merancang program itu bersama Mike McCoy dari Aminef.

Di ruangan tidak ada komputer.  Yang ada hanya key board di atas meja.  Juga tidak ada LCD, tetapi semua presenter sebelum saya menayangkan power point di smart board.  Bu Mimy meminta file saya, katanya untuk diemail ke server tertentu.  Oh, ternyata USAID tidak mau menerima flash disk tetapi file diemail ke severnya.  Saat saya akan mulai presentasi, Matthew yang tadi memperkenalkan saya, mencari file presentasi saya dari email yang masuk.  Dan dia membantu saya mengoperasikan power point saya presentasi.  Dalam hati saya berkata, sejak kapan bule pejabat pemerintah Amerika mau menjadi operator presentasi saya. GR juga rasanya.

Akhirnya saya benar-benar presentasi di depan bule-bule USAID dan orang Indonesia yang ikut rombongan.   Alhamdulillah lancar, walaupun di awal saya agak grogi.  Sebagai pengantar dan ice breaker, saya katakan kira-kira “Two years ago I was invited by DBE-2 to give a short speech. On that occasion I said that’s good USAID help teachers to improve their teaching learning process at schools.  But if we don’t put attention to universities which produce teachers, then every year we will get thousands new teachers who need to be trained.…….” Maksud saya agar USAID juga membantu LPTK dan tidak hanya sekolah-sekolah saja.  Dan kalimat setengah kelakar itu membuat saya menjadi lebih percaya diri ngomong di depan bule-bule pejabat USAID di Washington.

Selama presentasi, saya mencoba meyakinkan pentingnya Indonesia memiliki model PPG (dalam bahasa Inggris saya sebut Professional Teacher Training). Saya juga menjelaskan bahwa 3 tahu lalu, telah ada diskusi panjang tentang itu bersama teman-teman dari Bank Dunia, yang diwakili oleh Mai Chu Chang, Richard dan Susi Iskandar.  Saat itu disepakati membuat program yang diberi nama RESPOND (Revitalisasi Sistem Pendidikan Guru di Indonesia, versi bahasa Inggrinya Revitalizing Indonesia Teacher Education).  Jika USAID tertarik, saya siap melacak kembali dokumen program tersebut.

Saya tidak tahu, apakah USAID tertarik dengan usulan saya.  Yang saya terima hanya ucapan selamat yang biasa diucapkan bule: “Congratulation, you presented an inspiring idea”.  Dan mengikuti gara bule, saya katakan: “Thanks, please feel free to contact me if you need more information.”  Semoga saja USAID tertarik dengan gagasan yang saja ajukan, demi pengembangan PPG sebagai pintu menghasilkan guru yang baik di masa depan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

menginspirasi...semoga sehat selalu, was.