Tanggal 14 sampai dengan 20
Nopember 2012 saya berkesempatan ke Jepang, untuk dua acara: (1) mengikuti
rapat rektor PTN Indonesia dengan rektor perguruan tinggi di Jepang, dan (2)
mendampingi tim muhibah seni mahasiswa Unesa ke beberapa perguruan tinggi di
Jepang. Pada saat kosong, saya
meluangkan waktu mengunjungi beberapa kuil yang saat ini difungsikan sebagai
obyek wosata dan Disneyland di Tokyo.
Tentang keindahan musim gugur di
Jepang yang colorful tidak perlu saya
ceritakan. Yang pasti daun pepohonan berwarna-warni,
hijau, kuning dan coklat, laksana bunga yang indah. Keindahan kuil juga tidak perlu saya
ceritakan. Yang pasti, kuil-kuil bersih
dan terawat dengan baik. Yang ingin saya berbagi cerita dengan pembaca adalah
perilaku pengunjung kuil dan Disneyland.
Pengunjung Disneyland dan kuil-kuil di Jepang berjumlah ribuan. Dari wajahnya,
saya yakin sebagian besar mereka tulis lokal, yaitu orang Jepang. Apalagi ketika mendengar mereka berbicara
dengan temannya, saya lebih yakin lagi. Memang ada orang asing, orang “bule”, orang
Asia Tenggara dan turis dari negara lain, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Tampaknya wisata telah menjadi kebiasaan
orang Jepang. Tidak hanya di hari libur,
di hari kerja juga banyak turis lokal yang mengunjungi Disneyland dan
kuil. Banyak pengunjung kuil yang
melakukan “ritual ibadah”, tetapi lebih banyak yang tidak. Berarti sebagian besar betul-betul turis.
Disneyland maupun kuil-kuil di Jepang sangat bersih. Walaupun ada ribuan pengunjung hampir tidak
ada sampah. Sungguh mengagumkan dan
menimbulkan tanda tanya bagaimana itu dapat terjadi. Saya mengamati dengan cermat. Tempat sampah juga tidak terlalu banyak. Petugas kebersihan dengan seragam putih-putih
memang selalu keliling, tetapi hampir tidak mendapatkan sampah. Yang banyak dipungut adalah daun-daun yang
gugur.
Apakah tidak ada pengunjung yang
merokok atau makan kue sehingga tidak ada sampah yang dibuang? Ternyata banyak juga turis yang makan
kue-kue, minum maupun makan es krim.
Lantas kemana sampahnya? Saya
mencoba mengamati dengan cermat.
Ternyata mereka memasukkan pembungkus roti/kue yang dimakan ke dalam tas
atau saku dan baru membuang setelah menemukan tempat sampah.
Yang sangat membuat saya kagum,
adalah pemandangan ketika menonton parade di Disneyland. Waktu itu
sekitar jam 14an. Parade tentang isi
Disneyland di seluruh dunia. Pengunjung
berada di tepi jalan akan dilalui parade.
Diatur, yang paling depan duduk dengan alas kertas atau plastik yang
mereka bawa. Yang di belakang
berdiri. Mereka yang cacat (umumnya
berkursi roda) diberi tempat khusus. Saya berdiri di belakang dan di depan saya
sekelompok ibu-ibu yang mengajak anak-anaknya.
Nah, waktu itu di depan saya ada anak yang sedang makan semacap sop
merah dengan tempat gelas plastik.
Tampaknya cara anak itu memegang gelas belum bagus, sehingga tumpah
sedikit. Apa yang dilakukan ibunya? Ibunya mengambil tisu dan membersihkan sop
yang tumpak ke jalan, kemudian memasukkan tisu bekas tersebut ke dalam
tas. Bukan main, saya terbengong-bengong
melihatnya. Bukan karena ibu anak itu
cantik (dan memang cantik seperti tipologi ibu muda Jepang), tetapi kok
mau-maunya mengelap jalan hanya ada tumpahan sop merah yang juga tidak
seberapa.
Bagaimana dengan para
perokok? Orang Jepang yang merokok
selalu di tempat untuk merokok. Saya tidak menumpai orang merokok di tempat
umum. Yang sangat menarik, mereka
berdiri mengitari tabung tempat abu dan putung rokok, sehingga mudah memasukkan
puntung maupun abu rokok. Bahkan banyak
orang merokok yang membawa portable tray
dan memasukan abu maupun puntung rokoknya ke dalam portable trey tersebut dan memasukkan ke dalam saku. Saya juga melihat ada orang yang menggunakan
bungkus rokok untuk menampung abu dan puntung rokok, kemudian dimasukkan ke
dalam saku. Sungguh mengagumkan ketaatan
orang Jepang untuk mengikuti aturan.
Dari pengamatan tersebut, saya
menjadi faham mengapa Disneyland dan
kuil-kuil di Jepang begitu bersih. Yang
menjadi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana orang Jepang begitu pada aturan,
termasuk menjaga kebersihan. Saya
menanyakan kepada teman yang kebetulan lama tinggal i Jepang. Ternyata kebersihan telah menjadi budaya
masyarakat. Orang Jepang berpendapat,
jika ada orang membuang sampah tidak pada tempatnya berarti menyurun orang lain
memungut sampah tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Orang Jepang menganggap orang yang membuang
sampah tidak pada tempatnya adalah orang yang tidak tahu diri.
Ketika di Disneyland saya menjumpai orang antre panjang, sehingga saya
mencoba mencari tahu mereka antre apa.
Bahwa orang Jepang disiplin dalam antre sudah banyak yang tahu. Namun yang saya amati tersebut, orang antre
untuk foto di dekat pohon natal. Pada
saat itu memang ada pohon natal yang sangat besar dengan berbagai hiasan. Tampaknya
banyak orang yang ingin foto di pohon natal dengan hiasan warna-warni itu. Dan mereka rela antre dengan tertib sehingga
masing-masing orang dapat berfoto tanpa terganggu orang lain? Apa ada yang mengatur ternyata tidak
ada. Saya mencoba menungui tempat itu.
Ternyata pada awalnya ada orang yang
berfoto, kemudian ada orang lain yang juga ingin foto di tempat sama. Karena mereka terbiasa antre, terjadilah
antrean. Sekali lagi sungguh hebat.
Antrean serupa ternyata juga saya
jumpai ketika pengunjung kuil ingin minum air dari sumber yang diyakini
mengandung tuah kesehatan, kekayaan dan kebahagian bagi yang minum. Pengunjung rela antre panjang untuk dapat
giliran minum. Hebatnya yang antre
tertib termasuk anak kecil-kecil yang juga ingin minum air tersebut.
Rasanya itu merupakan pelajaran
berharga bagi kita. Kita perlu belajar
bagaimana Jepang dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat, termasuk anak-anak
dapat mengikuti aturan dan menjaga kebersihan begitu tertib. Pertanyaannya, dari mana kita harus mulai?