Senin, 18 Maret 2019

HEUTAGOGI


Ketika disrupsi telah menjadi keniscayaan, perubahan terjadi secara cepat dan tidak diduga-duga, bahkan terjadi discontinuity, maka pendidikan yang linier dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip pedagogi mulai dipertanyakan.  Tumpukan pengetahuan terus terjadi dan semakin lama sekali banyak akibat perkembangan ilmu dan teknologi, menyebabkan kurikulum semakin membengkak, sehingga memberatkan siswa.

Pedagogy berasumsi siswa belum tahu apa yang harus dipelajari, sehingga kurikulum dirancang para ahli dan siswa tinggal mengikutinya.  Kemampuan awal siswa dianggap sama, sehingga semua siswa harus mengikuti seluruh kurikulum yang ada.  Memang pada level tertentu ada penjurusan atau spesialiasi tetapi spesialisasi itu dibuat para ahli tanpa mempertimbangkan keinginan siswa dan begitu siswa masuk jurusan atau spesialisasi itu, mereka harus mengikuti seluruh kurikulum secara utuh.

Ketika menyadari bahwa siswa atau peserta didik difahami mereka telah memiliki bekal awal sebelum mengikuti suatu pendidikan atau pelatihan, sehingga harus difahami sebagai orang dewasa berkembanglah teori andragogi.  Pada prinsipnya andragogi menganggap siswa adalah orang dewasa yang sudah memiliki kemampuan dan pengalaman sebelum mengikuti pendidikan.  Oleh karena itu mereka belajar tidak dari nol.  Namun demikian tetap saja siswa dianggap belum tahu apa yang harus dipelajari untuk mencapai kompetensi yang diinginkan.  Akhirnya kurikulum disusun oleh para ahli dengan mempertimbangkan kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik.  Dan peserta didik mengikuti semua racikan materi ajar yang telah ditentukan.

Nah, ketika variasi pekerjaan sangat banyak dan berubah dengan cepat, maka kemampuan untuk menangani juga sangat banyak. Pola pikir pedagogi maupun andragogi tidka lagi memadai untuk merancang kurikulum.  Oleh karena itu, teori heutagogi muncul muncul menggantikannya.  Pada heutagogi siswa atau peserta didik difahami sudah mengetahui apa yang perlu dipelajari untuk mendapatkan kemampuan yang diinginkan.  Oleh karena itu merekalah yang merancang kurikulum untuk dirinya sendiri.  Sekolah, universitas, lembaga pelatihan menyediakan sederetan matakuliah atau mata latih dan siswa/mahasiswa/peserta kursus dapat memilih matapelajaran/ matakuliah/matalatih yang sesuai dengan keinginannya.  Kalau dipadankan dengan restoran, mungkin mirip rumah makan Padang, dimana pemberli bisa memilih sendiri lauk apa yang diinginkan dari sederet lauk pauk yang tersaji di etalase.

Mungkin saja diperlukan penasehat atau advisor untuk konsultasi.  Misalnya perseta didik bertanya “setelah lulus saya ingin membuka warung masalah tradisional Jawa Timur, matakuliah apa saja yang perlu saya ikuti?”. Dalam pikiran saya, yang bersangkutan perlu faham cara memasak walaupun tidak secanggih calon juru masak.  Perlu faham dasar-dasar gisi, karena tren ke depan pembeli ingin mendapatkan makanan yang gisinya bagus.  Perlu faham manajemen, khusunya manajemen restoran, walaupj tidak perlu secanggih ahli manajemen tingkat tinggi. Dan sebagainya.  Nah, kalau asumsi saya itu betul, berarti yang bersangkutan harus menjelajah ke beberapa program studi untuk mengambil matakuliahnya.  Pola yang sama, misalnya ada lulusan SMA yang ingin menjadi salesman mobil, yang tentu perlu faham tentang permobilan, marketing bahkan perbankan karena ke depan diperkirakan orang akan memberi secara angsuran.

Mungkin ada yang bertanya bagaimana ijasahnya.  Orang seperti contoh tersebut diatas lulus dari prodi apa? Pertanyaan seperti itu sulit dijawab karena kita menggunakan kerangka pikir era pedagogi.  Di era heutagogi orang tidak disebut lulus dari prodi apa tetapi lulus memiliki kompetensi apa.  Seperti cerita pelamar ke Google tidak ditanya Anda lulusan apa, tetapi ditanya apa yang Anda mampu dan apa yang Anda pernah kerjakan.

Teori heutagogi akan semakin relevan jika dikaitkan dengan era keterbukaan informasi, dimana siswa/mahasiswa/peserta pelatihan dapat mengakses informasi dari berbagai sumber, termasuk materi ajar.  MOOC (massive open online courses) sekarang sudah menjadi sajian di berbagai perguruan tinggi, dimana siapa saja dapat mengaksesnya.  Mahasiwa di Surabaya dapat ikut mempelajari isi matakuliah yang disajikan oleh perguruan tinggi top di Amerika Serikat.  Tentu tidak dapat konsultasi ke dosen apalagi ikut ujian, jika tidak terdaftar sebagai mahasiswa. Online courses sekarang sudah menjadi tawaran di berbagai universitas.  Dengan begitu dapat saja mahasiswa di universitas di Surabaya atas persetujuan dosennya mengambil matakuliah secara online di universitas di Jerman dan hasilnya diakui di almamaternya di Suarabya.

Pada level apa pola pendidikan berbasis teori heutagogi itu dilaksanakan?  Menurut saya sejak level menengah atas bahkan dapat dirintis sejak menengah pertama.  Dengan catatan, sejak dini akan dideteksi apa bakat, minat dan potensinya, kemudian diarahkan mempelajari dan mendalami potensi tersebut.  Tentu tanpa melupakan dasar-dasar sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.  Dengan pola itu kurikulum tidak menjadi “beban” tetapi menjadi “sajian konsumsi” yang diperlukan dan bahkan diinginkan oleh peserta didik.  Semoga.

Sabtu, 16 Maret 2019

KEBAKARAN DI HOTEL TEMPAT MENGINAP


Tanggal 4 Maret 2019 kemarin saya menginap di Hotel 101 daerah Darmawangsa Jakarta Selatan.  Sebagai anggota BAN SM memang sering menginap di hotel tersebut jika ada kegiatan di Jakarta. Biasanya banyak teman anggota BAN SM yang menginap di hotel itu, tetapi saya tidak tahu mengapa dari daftar yang saya lihat hanya saya dan Pak Toni Toharudin (Ketua BAN SM) yang menginap disitu, sedangkan yang lain memilih d ihotel Bellevue dekat Pondok Indah.  Alasan saya memilih Hotel 101 sederhana saja, saat makan pagi pilihannya banyak.

Ketika sampai di hotel saya hanya sendirian, karena Pak Toni membawa mobil sendiri dan ternyata tidak jadi menginap di Hotel 101 karena ada acara di Bogor.  Jadi beliau langsung ke Bogor.  Jadilah saya sendirian menginap di Hotel 101.  Maksudnya diantara anggota BAN SM hanya saya yang menginap di Hotel 101. Tentu saja banyak tamu lainnya.  Ketika check in, hotel terasa sepi.  Hanya saya yang check in dan ketika saya melihat sekeliling lobi juga hanya ada 2 orang yang sedang duduk-duduk. Saya dapat kamar nomer 6008.  Artinya di lantai 6.

Begitu masuk kamar, saya langsung mandi dan sholat magrib yang dijamak dengan isya.  Karena merasa capek, selesai sholat saya langsung rebahan sambil nonton TV.  Sekitar jam 9.30an tiba-tiba lampu mati.  Untungnya korden jendela saya buka, sehingga ada cahaya lampu luar yang masuk kamar sehingga tidak terlalu gelap.  Saya tidak punya pikiran apa-apa, karena fenomena seperti itu sering terjadi dan biasanya akan segera menyala kembali.  Listrik dari PLN mati dan segera diganti dengan genset yang memang disiapkan di setiap hotel.

Tiba-tiba pintu kamar diketuk dan di luar ada suara ramai.  Ketika saya membuka pintu, ada petugas hotel yang membawa senter besar mengatakan gardu PLN terbakar dan tamu diminta turun lewat tangga darurat namu tidak usah membawa apa-apa.  Petugas meyakinkan bahwa keadaan aman dan tidak usah panik.  Ketika saya bilang, saya pakai sarung sehingga perlu berganti celana panjang, si petugas menjawab tidak apa-apa, tidak usah panik.  Akhirnya saya turun melalui tangga darurat dipandu oleh petugas hotel yang membawa senter besar.

Sampai halaman saya melihat asap tebal keluar dari ventilasi gardu yang berada di basement. Tidak lama datang mobil pemadam dengan total lima buah.  Juga datang mobil yang membawa blower besar. Tampaknya ruangan gardu penuh asap, sehingga perlu blower besar untuk mengeluarkan.  Para tamu, termasuk saya duduk-duduk di halaman mencermati apa yang terjadi.  Petugas pemadam kebakaran, dengan pakaian khasnya berwarna oranye tampak sibuk bekerja.  Dengan sedikit pengalaman pernah memasang perlengkapan ruang genset yang menyatu dengan gardu PLN di TVRI Surabaya sekitar 30 tahun lalu, saya menyimpulkan situasi tidak berbahaya.  Dari bau kabel terbakar saya menduga sebenarnya hanya ada barang konsltet dan kabelnya terbakar.

Tidak lama ada petugas hotel yang membagi-bagikan masker dan air minum kemasan. Bahkan ada yang membawa handuk untuk dibagi kepada mereka yang memerlukan.  Petugas dari Polri juga sibuk mengamankan situasi dan bahkan ada yang membawa gulungan police line.  Saya lihat komandannya berpangkat kapten (saya tidak tahu istilah di polri untuk pangkat itu). Juga da satu orang TNI berseragam loreng yang ikut mengamankan situasi. Saya juga melihat seorang “bule” yang ikut mengamati dan saya menduga dia owner atau paling tidak general manajer.  Buktinya beberapa petugas hotel melapor ke beliau.

Sekitar pukul 11.30 asap dari ventilasi ruang genset mulai menipis.  Saya sempat omong-omong dengan petugas hotel yang tampaknya pimpinan bagian teknik.  Beliau mengatakan bahwa yang terjadi konslet dan fusenya terbakar.  Jadi dugaan saya betul. Saya bertanya seberapa parah kabel-kabel yang terbakar?  Beiau mengatakan masih dilihat.  Saya berkomentar, mudah-mudahan tidak sampai pada kabel distribusi ke atas, karena jika itu terjadi sulit untuk terlihat karena biasanya masuk ke duckting.  Beliau bertanya apakah saya orang teknik?  Saya jawab, saya tahu sedikit tentang itu.

Dari pembicaraan singkat itu saya berpikir, kalau toh diperbaiki saya menduga perlu waktu minimal 3 jam karena harus menelusuri kabel di duckting untuk memastikan apa yang terbakar atau tidak.  Jika terbakar tentu harus diganti dan tentu memerlukan waktu lama. Oleh karena itu, saya segera mengajukan untuk pindah hotel jika pihak Hotel 101 memfasilitasi.  Ternyata memang pemindahan itu sedang diatur dan pihak hotel mencari hotel sekelas yang terdekat. Saya segera mendaftarkan diri.

Bagaimana dengan barang-barang di kamar?  Kami diatar oleh petugas hotel untuk mengambil barang dan bahkan koper saya dibawakan saat menuruni tangga darurat. Saya mendapatkan jatah di hotel Monopoli di daerah Kemang.  Dengan taksi Bluebird saya dengan beberapa tamu lain meluncur di Kemang dan ternyata di front office hotel Monopoli sudah ada petugas Hotel 101 yang mengatur, sehingga begitu saya menyebutkan nama, petugas langsung memberi kunci kamar.  Pelayanan yang bagus dari Hotel 101 merupakan contoh bagaimana menangani tamu ketika ada kebakaran.  Membuat tamu tidak panik dan mengatur pemindahan hotel dengan baik.