Menurut isteri saya
dan beberapa saudara dekat, saya termasuk orang yang tidak mudah panik. Tetapi saat menunggui anak sedang proses
melahirkan, saya benar-benar deg-degan, lebih deg-degan dibanding menunggui
isteri melahirkan.
Jum’at tanggal 13
dinihari sekitar pukul 02an telepun rumah berbunyi. Saya segera bangun dan keluar kamar mencari
telepun, tetapi belum ketemu bunyi telepun sudah berhenti. Ketika saya masuk ke kamar, telepun berbunyi
lagi. Tentu ada yang penting, sehingga
saya bergegas keluar kamar dan mengangat telepun. Anak saya yang bontot yang menelepun memberi
tahu kalau akan melahirkan dan dalam perjalanan ke rumah sakit. Segera kami, saya dengan isteri mencari tiket
ke Jakarta.
Menunggu keberangkatan
pesawat rasanya deg-degan. Menjelang
boarding Bim, menantu saya, menelpun mengatakan kalau Lala, yang akan
melahirkan, menanyakan dapat pesawat jam berapa. Ketika kami naik taksi menuju rumah sakit,
Bim kembali menelepun kalau Lala menanyakan sampai dimana. Saya tambah
deg-degan, karena Lala sangat dekat dengan ayahnya, sehingga mungkin ingin
melahirkan kalau saya sudah sampai rumah sakit.
Sampai dirumah sakit,
saya terkejut karena diijinkan masuk ruang observasi dimana Lala menunggu proses
persalinan. Saat dulu isteri saya
melahirkan tiga kali, saya hanya boleh menunggu diluar. Nah, saat saya masuk, Lala sedang dibimbing ibu
mertuanya yang kebetulan seorang dokter, mengatur nafas. Nasanya saya tidak tega melihatnya, sehingga
saya minta menunggu diluar saja, sambil berdo’a.
Sampai jam 15an belum
lahir, dan saya diminta masuk lagi ke ruang observasi. Ketika masuk, isteri saya menjelaskan kalau
Lala sudah kecapeka dan diberi tiga pilihan oleh dokter. Melahirkan secara biasa, karena memang sudah
berproses, dioperasi atau disuntik anti sakit atau apa saya kurang
mengerti. Saya minta besan yang seorang
dokter dan terus mendampingi yang memutuskan bersama Lala. Saya kembali keluar ruangan.
Menjelang magrib Dita,
adik ipar Lala yag juga seorang dokter walaupun masih baru selesai intensif di
Kalimantan, keluar ruang obvervasi dan memberi tahu kalau Lala sudah masuk
ruang bersalin dan sudah pembukaan 7. Saya
tambah deg-degan dan rasanya do’a harus lebih khusyuk lagi. Sholat magribpun “dihiasai” dengan do’a
semoga Lala segera melahirkan dengan lancar.
Selesai sholat magrib
dan meneruskan mengaji di ruang tunggu, saya melihat dokter yang menangani
lari-lari. Saya tambah berdebar, karena
punya firasat Lala segera melahirkan.
Dan alhamdulillan, pukul 18.57 bidadariku lahir kedunia. Kami segera menuju ruangan para perawat dan
menunggu diluar pintu ruang besalin.
Ketika isteri saya keluar bersamaan dengan besan dan saling berpelukan,
sambil bersykur alhamdulillan, saya dan besan laki-laki serta menantupun ikut
berpelukan. Alhamdulillah.
Beberapa menit
kemudian, kami diijikan masuk ke ruang bersalin secara bergantian. Baby mungil ditengkurapkan di dada mamanya,
dengan mata terbuka seperti melihat-lihat dunia yang baru ditapaki. Rasa bahagian dan takjub rasanya sulit
dilukiskan ketika melihat bayi munggil dengan panjang 49 cm dan berat 3,250 kg.
Kemajuan ilmu
kedokteran telah mengubah apa yang dulu dilakukan. Sekarang, bayi yang baru lahir dan belum
dimandikan ditreatment “skin to skin” dengan ditengkurapkan didada ibunya. Ternyata bayi tenang dan secara perlahan
belajar menyusu. Kata anak saya yang bidangnya Elektro, dalam DNA bayi sepertinya
sudah ada program untuk menyusu, sehingga tanpa perlu diajari berusaha menyusu
sendiri.
Malam itu saya tidur
di RSPI (Rumah Sakit Pondok Indah) karena ingin mendampingi Lala. Maklum anak
bontot. Ketika bayi dibawa suster untuk
dimandikan, saya bertanya kapan dibawa ke kamar ibunya untuk menyusu? Dijawab besuk pagi dan dijelaskan bayi itu
tahan tidak minum selama sekitar 2x24 jam.
Biasanya sebelum itu ASI ibunya sudah mulai keluar.
Sabtu pagi sekitar
pukul 7, baby diantar ke kamar ibunya dan ternyata mulai menyusu, walaupun ASI
belum keluar. Nah sekitar pukul 10an,
baby nangis terus sampai merah dan berkeringat.
Lala dan saya kebingungan, akhirnya memanggil suster. Ternyata pipis. Mungkin dia risi karena basah. Diganti popok dan ternyata diam terus
tidur. Ternyata saya sudah lupa perilaku
bayi. Mungkin karena sudah 25 tahun lalu
terakhir punya baby, ya si Lala itu.
Selamat datang ke dunia buat Freya Keynara Albisatiyo.