Sabtu 20 Mei 2023 saya diundang untuk menghadiri Alek Batagak Pangulu Prof Ganefri, PhD Datuak Djunjungan Nan Bagadiang di Rumah Gadang Suku Banuhampu Kabupaten Limapuluh Kota. Ketika saya cari di google map, ternyata lokasinya di kota Payakumbuh, sebuah kabupaten paling timur utara propinsi Sumatra Barat, berbatasan dengan propinsi Riau. Sekitar 1.5 jam perjalanan dengan mobil dari Bukit Tinggi.
Jujur saya sangat ingin hadir karena itu merupakan upacara adat yang tidak selalu ada setiap saat. Saya bersama isteri berangkat dari Jakarta dengan Garuda pukul 16.10 dan landing di bandara MInangkabau sekitar pukul 18.00. Dijemput oleh Mas Randi, staf Pascasarjana FMIPA UNP, kami langsung bermobil menuju Bukit Tinggi, agar besuk pagi dapat langsung ke lokasi acara. Bu Prof Sofia, Direktur Sumberdaya Lamdik, sudah lebih dahulu sampai Bukit Tinggi dan memberi informasi bahwa semua hotel yang bagus di Bukit Tinggi penuh dan terpaksa kami harus menginap di hotel kecil, yaitu Hotel Nikita. Saya sampaikan ke beliau “tidak apa-apa, toh hanya untuk tidur semalam”, karena besuknya pukul 06.30 harus sudah berangkat ke Payakumbuh.
Ternyata makan pagi di hotel Nikita
baru mulai pukul 07.00 pada hal kami ingin berangkat pukul 06.30, sehingga kami
minta secara khusus agar sarapan kami dikirim ke kamar. Alhamdulillah, Sabtu pagi sekitar pukul 06.00
sarapan dikirim ke kamar, sehingga kami sarapan nasi goreng yang sangat enak,
walaupun untuk lidah saya agak pedas. Selesai sarapan, kami segera siap-siap
berangkat. Mas Randi juga sudah siap, sehingga kami langsung berangkat.
Lalu lintas Bukit Tinggi-Payakumbuh ternyata cukup padat, karena merupakan rute antara Bukit Tinggi dan Pekanbaru, antara propinsi Sumatra Barat dan Riau. Jalannya cukup bagus tetapi sempit. Beberapa kali mobil kami harus berjalan pelan di belakang truk, sebelum dapat kesempatan mendahului. Mendekati lokasi acara Mas Randi dapat informasi kalau di tempat acara sudah macet karena banyak mobil tamu. Saya memberi komentar, ya kalau perlu nanti kita jalan kaki. Dan betul, begitu kami sampai lokasi antrean mobil cukup panjang dan kami harus berhenti sekitar 50 meter dari tempat upacara dan kami harus jalan kaki.
Sambil berjalan saya amati karangan bunga ucapan selamat sangat banyak dan dipasang berjajar sepanjang jalan masuk. Tidak hanya dari kalangan UNP, tetapi juga dari rektor dari berbagai universitas karena Prof Ganefri menjadi ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri. Juga dari beberapa pejabat Sumatra Barat serta beberapa dari Jakarta. Dari karangan bunga tersebut menunjukkan bahwa Prof Ganefri adalah seorang tokoh masyarakat.
Begitu sampai lokasi, kami ketemu Dr. Yulkifli, Dekan FMIPA UNP dan tampaknya memang beliau diminta menemami kami. Di halaman Rumah Gadang ada tenda khusus yang disitu diisi oleh bapak-bapak yang mengenakan pakaian mirip toga guru besar. Ternyata beliau-beliau itu pada datuak yang mengikuti upacara. Saya baru faham ternyata jumlah datuak itu cukup banyak, karena dosen UNP yang “bergelar” datuak ada 25 orang. Pak Yulkufli menjelaskan bahwa datuak itu semacam “ketua suku”, sehingga berapa jumlah datuak menggambarkan jumlah suku di Minangkabau. Prof Ganefri berasal dari suku Banuhampu. Datuak dipilih dalam musyawarah suku yang berangkutan dan bukan dari keturuan.
Ketika acara dimulai, Prof Ganefri sebagai “calon” datuak datang disambut tarian adat, saya berdiri di dekat pintu masuk Rumah Gadang agar dapat mengambil foto. Ternyata Prof Ganefri mengirim WA agar saya ikut masuk Rumah Gadang. Tentu saya mau, karena akan dapat melihat langsung bagaimana jalannya upacara.
Rumah Gadang terdiri dari 3 bagian. Paling depan sepertinya untuk tamu perempuan, bagian tengah untuk tamu laki-laki dan bagian dalam untuk datuak yang dikukuhkan. Saya disilahkan duduk di ruang dengan bersama para datuak dan beberapa pejabat tertentu. Kami semua duduk bersila dan terdiri dari dua lingkaran. Satu lingkaran untuk para datuak. Lingkaran dimana saya duduk, sepertinya untuk tamu non datuak. Ada Menteri Desa (Gus Halim), ada Wakil Gubernur Sumbar, Ketua DPRD Sumbar, Bupati Limapuluh Kota, Kapolres Payakumbuh dan Ketua Datuak se Sumbar (saya lupa nama resmi jabatan tersebut). Saya duduk diantara Wakil Bupati Sumbar dan Ketua DPRD Sumbar.
Upacara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an disambung dengan do’a oleh salah seorang datuak senior. Setelah itu ada patatah-patitih dari para datuak yang dilaksanakan seperti saut-sautan. Disampaikan dalam bahasa Minang, sehingga saya tidak faham. Mungkin dapat menangkap sedikit-sedikit karena bahasa Minang ada kemiripan dengan bahasa Indonesia. Penangkapan saya patatah-patitih itu semacam nasehat atau kata-kata bijak. Namun menurut Pak Ketua DPRD Sumbar yang duduk di sebelah kiri saya, juga ada bagian yang menanyakan apakah calon datuak yang akan dikukuhkan mampu melaksanakan ungkapan bijak yang disampaikan para datual senior tersebut. Patatah-patitih cukup panjang, mungkin lebih dari 1,5 jam. Bahkan menurut Pak Ketua DPRD dapat berlangsung berjam-jam sampai para datuak yakin sang calon datuak dapat melaksanakan ungkapan bijak tersebut.
Setelah patataah-patitih selesai ditandai dengan ungkapan hamdallah oleh seorang datuak senior, upacara dilanjutkan dengan pengukuhan Prof Ganefri sebagai datuak Djunjungan Nan Bagadiang dengan simbul pemasangan “mahkota” berupa ikat kepala yang telah disiapkan. Setelah itu dilanjutkan semacam nasehat dari datuak senior yang memasangkan “mahkota” tersebut. Ternyata, disamping pengukuhan datuak baru, juga ada penganugerahakan gelar kepada Menteri Desa, dengan sebutan Sutan Khafilah.
Selanjutnya ada serangkaian sambutan, mulai dari Ketua Datuak Sumbar, Bupati Lima Puluh Kota, Ketua DPRD Sumbar, Wakil Gubernur, Menteri Desa dan diakhiri sambutan dari Prof Ganefri sebagai datuak baru. Jadi semacam parade sambutan. Upacara diakhiri dengan makan siang sekitar pukul 12an. Jadi upacara berjalan sekitar 2,5 jam dan semua yang ada di dalam Rumah Gadang harus duduk besila. Mungkin berat bagi yang tidak terbiasa. Selamat Prof Ganefri PhD Datuak Djunjungan Nan Bagadiang.