Senin, 10 Juni 2024

Mengapa Bekas Kerajaan Majaphit Hilang? Catatan Perjalanan

Dua hari ini, 8 dan 9 Juni 2024 tanpa direncanakan saya mengunjungi Paris-Perancis. Gara-gara kesulitan mengurus visa Rumania.  Lamdik diundang untuk mengikuti konferensi INQAAHE di Bucharest Rumania tanggal 11-13 Juni 2024. Ternyata untuk mendapatkan visa Rumania syaratnya banyak sekali dan itupun kami harus wawancara ke Bangkok. Mungkin hanya kedutaan Rumania di Bangkok yang punya fasiitas menangani visa.  Karena sekarang Rumania masuk dalam Schengen, akhirnya kami mencari alternatif lain.  Semula kami ingin mendapatkan visa dari Swiss, tetapi ternyata antrean penuh.  Setelah mencari-cari alternatif lain, akhirnya kami mendapatkan visa Perancis, dengan risiko masuk ke Eropa melalui Paris.

Kami membayangkan kalau terbang dari Jakarta  ke Paris selama 20 jam kemudian langsung sambung ke Rumania pasti sangat capai.  Akhirnya kami memutuskan untuk istirahat dulu di Paris.  Kami terbang dari Jakarta tanggal 8 Juni pukul 00.50 via Dubai dan sampai Paris pukul 13.20 waktu setempat.  Sorenya kami pakai istirahat, meluruskan tulang yang selama 20 jam harus duduk di kursi peawat. Untung ada hotel Mercure yang hanya sekitar 15 menit dari bandara Charles de Gaulle. Di Paris magrib pada pukul 21 lebih sedikit, sehingga sebelum matahari terbenam kami menyempatkan jalan-jalan di sekitar hotel sambil mencari stasiun metro untuk ke kota.  Tentu menyempatkan mengabadikan sunset di Charles dee Gaulle, yang kata teman-teman merupakan hobi saya.

Kami terbang dari Paris ke Bucharest pukul 18.30, sehingga punya waktu cukup untuk sekedar jalan di kota Paris.  Apalagi sudah lama tidak ke Paris dan Paris sedang siap-siap menyongsong Olimpiade 2024.  Semula ingin naik Metro, toh stasiun sudak kami temukan dan jaraknya dari hotel hanya sekitar 5 menit jalan kali.  Namun setelah kami cek harga tiketnta 14 euro per orang, sehingga untuk 6 orang yang satu rombongan perlu membayar 84 euro.  Mbak Tsuroya, teman yang paling muda mencoba mencari alternatif naik taksi dan ternyata ada taksi hotel dengan onkos 70 euro dan mobilnya cukup untuk 6 orang. Akhirnya kami memutuskan naik taksi.

Kami janjian berangkat pukul 09.00 dengan sudah check out dan koper dititipkan di hotel yang nanti akan diambil setelah dari kota, sambil ke bandara.  Taksinya sangat bagus, Mercy MPV dengan kursi tiga baris.  Sopirnya sangat ramah dengan bahasa Inggris sangat baik.  Sambil jalan dia menjelaskan obyek wisata ini-itu, juga restoran halal, seperti layaknya seorang guide.  Kurang lebih dia mengatakan “saya muslim dan tahu anda mencari restoran halal”.  Kami semakin akrab dengan sang sopir dan saya memberanikan diri bertanya asalnya dari mana.  Ternyata orang Tunisia tetapi sudah tinggal di Paris sejak 2004. Namanya Khalid.  Dia bukan sopir biasa, tetapi merupakan pemilik jasa rental mobil resmi yang bekerjasama dengan hotel Mercure. Kerena dia tampak baik dan dapat menjelaskan obyek wisata yang perlu dikunjungi, akhirnya kami sepakat menyewa mobilnya jam-jaman.

Pertama kami melihat Arc de Triomphe yang menurut keterangannya dibangun tahun 1806 dan merupakan monument untuk mengenang prajurit yang gugur pada Perang Dunia Pertama, Konon ada seorang prajurit wanita yang ikut gugur. Di situ ada semacam obor yang terus menyala.  Pengunjungnya sangat banyak dan kesan saya sebagian besar orang Asia, khususnya China.  Setelah itu kami diantar untuk mengunjungi Sungai Sein yang membelah kota Paris. Kata Khalid, Presiden Perancis Emanuel Macron nanti akan berenang di Sungai Seine saat Olimpiade untuk meyakinkan para peserta Olimpiade bahwa Sungai Seine bersih. Pada hal, menurut saya air sungai tersebut tidak begitu bersih. Memang tidak ada sampah, tetapi warnanya hijau dan agak keruh.  Khalid sendiri mengatakan “he is crazy” saat bercerita bahwa Macron akan berenang di Sungai Seine.

Setelah itu kami mengunjungi Musium Louvre yang ternyata itu bekas istana yang dibangun tahun 1190. Disitulah yang disimpan lukisan Monalisa yang sangat terkenal itu. Sebenarnya saya ingin juga melihat, walaupun sekian tahun lalu sudah pernah. Namun antrean pengunjung sangat panjang, sehingga kami mengurungkannya. Kami hanya berkeliling untuk musium yang ternyata dibangun secara bertahap. Mungkin beberapa raja yang tentu berganti-ganti.

Mengunjungi beberapa obyek wisata tersebut saya berpikir mengapa bangunan yang usianya lebi seribu tahun itu masih berdiri kokoh yang terawat dengan baik. Timbul pertanyaan mengapa Kerajaan Majapahit dengan raja Hayam Wuruk dapat menguasai Nusantara tahun 1350 tidak ada bekasnya ya?  Demikian juga Kerajaan Demak yang berdiri abad ke 15 juga tidak ada bekasnya?  Ada yang mengatakan itu karena Kerajaan di Indonesia dibuat dari bahan kayu. Ada juga yang mengatakan karena adanya bencana gunung meletus. Namun menurut saya itu tidak logis. Masjid Ampel di Surabaya yang dibangun tahun 1421 dengan bahan kayu masih kokoh berdiri.  Pertanyaan tersebut mungkin perlu diajukan kepada para ahli sejarah.