Senin, 02 Desember 2024

UNIVERSITAS DI PERSIMPANGAN JALAN (2) (Departemen vs Program Studi)

Beberapa hari lalu saya mendapat kesempatan ketemu dengan “orang penting” di Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi dan diskusi tentang arah pengembangan perguruan tinggi ke depan.  Salah satu topik yang menjadi bahasan serius adalah pengembangan keilmuan di perguruan tinggi.  Topik itu dipicu saat membicarakan interkoneksi ketika darma dalam tridarma perguruan tinggi. Diskusi sampai pada simpulan bahwa apa yang dibahas dalam kuliah itu seharusnya temuan-temuan penelitian.  Ide penelitian semestinya berasal dari masalah yang ditemui di masyarakat dan itu sangat potensial ketika melakukan pengabdian kepada masyarakat.

Diskusi kemudian berkembang ke unit kerja apa yang melakukan penelitian tersebut?.  Siapa yang melakukan penelitian?  Bukankah dosen sekarang ber-home base di program studi.  Bahkan di beberapa perguruan tinggi departemen/jurusan dihilangkan.  Kemudian, program studi menginduk ke Fakultas. Bahkan ada program studi yang menginduk ke rektorat, karena “isinya” lintas fakultas.

Dari pertanyaan di atas, kemudian muncul pertanyaan yang mendasar dan perlu dijawab: apa tugas pokok departemen/jurusan dan apa tugas pokok program studi?. Perbedaan tugas pokok keduanya perlu dijelaskan dengan baik, agar kita dapat mendudukannya dengan tepat.

Merujuk ke referensi dan praktik di negara maju, ternyata department/jurusan adalah unit sumber daya, sedangkah program studi adalah unit layanan pendidikan yang menghasilkan lulusan.  Dosen dan laboratorium semestinya “milik departemen”.  Walaupun ber-home base di department/jurusan, dosen dapat memberi kuliah di program studi yang memerlukan keahliannya, melakukan penelitian di laboratorium yang sesuai dengan bidang ilmunya dan atau lembaga kajian/pusat penelitian tertentu, yang sesuai interesnya.  Pusat studi dapat berada di dalam departemen/jurusan jika monodisplin atau berada “diluar” departemen/jurusa jika merupakan multi disiplin.  Oleh karena itu, departemen/jurusan mestinya dibentuk berdasar cabang ilmu tertentu. Eksistensi departemen/jurusan tetap ada sepanjang bidang ilmu itu diperlukan oleh universitas.

Program studi didirikan untuk menghasilkan lulusan yang diperlukan oleh masyarakat.  Jika kebutuhan lulusan tersebut sudah tidak ada, misalnya sudah jenuh atau bahkan hilang karena perkembangan teknologi, maka program studi dapat saja ditutup.  Setiap saat juga dapat didirikan program studi baru, jika memang diperlukan lulusan yang memiliki kompetensin tertentu yang selama itu belum dihasilkan. Program studi dapat merekrut dosen dari berbagai departemen/jurusan, sesuai kompetensi lulusan yang ingin dihasilkan.  

Dengan konsep tersebut, di departemen/jurusan dosen berinteraksi dengan rekannya yang memiliki keahlian yang sama, sehingga terjadi interaksi keilmuan.  Namun demikian dosen juga dapat memberi kuliah di program studi yang memerlukan, tanpa harus meninggalkan komunitas keilmuannya.

Apakah department/jurusan itu permanen dan tidak dapat ditambah?  Menurut saya dan pengalaman, dapat saja muncul department/jurusan baru, jika muncul bidang ilmu baru. Biasanya itu “pecahan” atau “spesialiasi” dari bidang ilmu yang sudah ada. Atau merupakan bidang ilmu baru semula merupakan interseksi dua bidang ilmu yang sudah ada.  Departmen Statistik konon merupakan “pecahan” Departmen Matematika, karena Ilmu Statistik berkembang dan memiliki metodologi yang khas, yang berbeda dengan Matematika pada umumnya. Konon Mekatronika pada awalnya “perpaduan” antara Mekanika dan Elektronika bahan juga dengan Informatika, dan sekarang telah menjadi bidang ilmu yang terpisah dan konskwensinya mucul Departemen/Jurusan Mekatronika di perguruan tinggi.