Saat ini saya memiliki cucu yang tinggal serumah. Panggilannya Juna. Usianya lima tahun dan sekolah di TK-A. Sejak usia empat tahun, orangtuanya ingin menyekolahkan. Namun karena masa pandemi dan sekolah (termauk TK dan KB) menggunakan pola belajar daring, keinginan itu belum dilaksanakan. Ketika kami berdiskusi menyimpulkan anak masuk KB itu terutama belajar bersosilasi saja. Kalau belajarnya daring menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, orangatuanya memutuskan tidak jadi masuk KB, tahun berikutnya saja masuk TK. Konskwensinya mengajari sendiri di rumah. Tahun 2022 baru Juna masuk TK.
Saya sering memperhatikan tingkah laku cucu kecil itu,
khususnya cara berbicara dan permaninan kesukaannya. Menurut saya agak khas. Orangtuanya membiasakan menggunakan bahasa
Inggris ditambah lagi sering melihat film Blibi (kalau tidak keliru) dan juga
film di TV lainnya yang sepertinya khusus untuk anak-anak kecil. Akhirnya komunikasi sehari-hari lebih banyak
menggunakan bahasa Inggris. Mungkin
dapat disebut “bahasa ibunya” bahasa Inggris.
Nah, ketika sudah ada keinginan memasukan ke KB/TK mulailah dibiasakan berbahasa Indonesia. Akhirnya berbahasa “ campuran”. Namun tetap bahasa Inggris lebih dominan. Mungkin karena banyak istilah yang Juna lebih tahu dalam bahasa Inggris. Saat Juna ikut tidur di kamar saya. Mula-mula bermain kemudian ikut tidur. Ketika bangun, kalimat yang pertama diucapkan ternyata berbahasa Inggris. Ketika kami tanggapi, sampai cukup lama dia terus saja berbahasa Inggris. Bahkan ketika kami tanggapi dengan bahasa Indonesia tetap saja dia berbahasa Inggris. Baru setelah agak lama mulai menggunakan bahasa Indonesia dan campuran.
Saya jadi bertanya-tanya. Apakah bahasa ibu Juna itu bahasa Inggris,
walaupun di anak orang Indonesia dan tinggal di Surabaya? Memang oleh
orangtuanya dibiasakan berbagasa Inggris, tetapi orang-orang sekitar berbahasa
Indonesia, Apakah bahasa ibu itu “tercetak” dibawah sadar sehingga ketika tanpa
sadar berbicara menggunakan bahasa ibu?
Saya jadi teringat cerita almarhum kerabat yang saat kecil dan termasuk
sekolah menggunakan bahasa Belanda.
Karena memang beliau lahir dan sekolah di jaman penjajahan Belanda dan
kebetulan orangtuanya “pejabat pemerintahan” di jaman itu, yang konon harus
pandai berbahasa Belanda. Suatu saat
beliau bercerita, kalau harus menjelaskan sesuatu yang rumit, yang terpikir di
benak adalah uraian dalam bahasa Belanda dan kemudian diterjemahkan ke bahasa
Indonesia. Tentu proses penterjamah
berlangsung di otak. Mungkin sama dengan
kita, jika harus berbicara bahasa Inggris, yang awal terpola di benak adalah
dalam bahasa Indonesia baru diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Merenungkan itu, muncul pertanyaan “apakah Juna tidak
mengalami kesulitan ketika masuk TK”. TK
yang dipilih oleh orangtuanya TK yang menggunakan bahasa pengantar bahasa
Indonesia. Memang Juna sudah “pandai”
berbahasa Indonesia, namun jika harus menjelaskan sesuatu yang agak sulit,
biasanya menggunakan bahasa Inggris.
Apalagi untuk nama-nama benda, warna dan sejenisnya Juna lebih sering menggunakan
istilah Inggris. Jika nonton video, juga
selalu film dengan pengantar bahasa Inggris.
Kerisauan saya muncul karena pernah mendapat cerita kalau
anak seringkali mengalami masalah ketika harus ber-dwibahasa (bilingual) dalam
kehidupan sehari-hari. Isteri saya yang kebetulan dosen bahasa Inggris juga
tidak dapat meyakinkan kalau Juna tidak akan mengalami masalah jika harus
ber-dwibahasa. Oleh karena itu, sejak
Juli lalu mencermati bagaimana Juna sehari-hari, termasuk mencari info kalau di
sekolah. Kebetulan saya kenal petinggi TK tempat Juna sekolah.
Hasil saya mengamati selama sekitar 6 bulan, ternyata
Juna tidak mengalaman masalah yang berarti.
Bahkan akhir-akhir ini lebih sering berbicara bahasa Indonesia dibanding
bahasa Inggris. Memang untuk beberapa
istilah Juna tetap menggunakan istilah Inggris, misalnya menyebut airport dan
bukan bandara, swimming bukan berenang dan sebagainya. Bahkan ketika ada temannya isteri saya datang
ke rumah dan oleh isteri saya dikenalkan dengan bahasa Inggris, Juna ingin
berbahasa Indonesia. Informasi yang saya
dapat dari gurunya, Juna juga tidak mengalami kesulitan bergaul dengan
teman-temannya menggunakan bahasa Indonesia.
Bagaimana dengan bahasa Inggrisnya? Apakah tergerus? Ternyata tidak. Buktinya saat diajak ngomong
dengan bahasa Inggris tetap lancar. Saya
beberapa kali mencoba ngajar ngobrol berpindah bahasa. Misalnya semula ngobrol dengan bahasa
Indonesia, kemudian pindah dengan bahasa Inggris atau sebaliknya. Ternyata tidak apa-apa. Memang seperti perlu waktu “pindah
bahasa”. Jadi ketika awalnya ngobrol
dengan bahasa Inggris dan kemudian saya akan pindah dengan bahasa Indonesia,
beberapa saat awal Juna tetap menggunakan bahasa Inggris walaupun saya
menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi itu
tidak lama. Mungkin hanya dua atau tidak kalimat, berikutnya menggunakan bahasa
Indonesia.
Benarkah Juna tidak mengalami hambatan? Ada hambatan, tetapi tidak signifikan. Apa
itu? Istilah. Mungkin terlanjur terbiasa
menggunakan nama-nama benda atau kegiatan dengan istilah Inggris, maka walaupun
berbahasa Indosia tetapi menggunakan istilah tersebut. Namun setelah dikenalkan istilah
Indonesianya, Juna juga tidak kesulitan.
Artinya, ber-dwibahasa ternyata tidak menjadi masalah bagi anak kecil.