Senin tanggal 6 Januari dimulai program Makan Bergisi Gratis
(MBG) di berbagai daerah di Indonesia. Dari berita di TV dan media sosial,
program tersebut disambut dengan suka cita oleh berbagai kalangan. Sebagai seorang pendidik yang pernah mengalami
hidup pas-pasan, saya termasuk senang dengan program tersebut, walaupun sampai
saat ini belum pernah membaca bagaimana dampaknya terhadap kualitas pendidikan.
John Hettie menyebutkan bahwa faktor individu siswa (nature)
berkontribusi 51% terhadap hasil belajar, sedangkan faktor pendidikan (dalam
arti luas) (nurture) berkontribusi 49%.
Nah, apakah program MBG tersebut dapat meningkatkan faktor individu
siswa, misalnya lebih sehat, lebih tahan dalam belajar, jujur saya belum pernah
membaca penjelasan ilmiahnya. Memang
dari rabaan saya sebagai orang awam, semesterinya begitu. Bahkan semestinya
program semacam MGB itu dimulai sejak bayi lahir atau bahkan buatvilmu hamil
agar bayi yang dikandungnya lebih sehat.
Agar program MBG dapat dilihat dampaknya secara ilmiah,
sebaiknya saat ini dibuat base line data ketika program belum dimulai atau baru
saja dimulai. Nanti secara periodic,
misalnya setiap semester dilhat dampaknya.
Mungkin saja dalam satu sementer dampaknya belum terlihat dengan jelas,
namun jika itu dilakukan pengukuran setiap sementer dalam waktu 3 tahun,
mudah-mudahnya sudah dapat disimpulkan hasilnya.
Apa indikator perubahan dan bagaimana mengukurnya diserahkan
saja pada ahlinya. Sebaiknya mereka berasal
dari lembaga independent yang kredibel, sehingga hasilnya dipercaya oleh publik.
Pemerintah juha harus menerima apapun hasilnya dan memperbaiki jika ternyata
ada sesuatu bagian yang perlu diperbaiki.
Saya ingin juga melihat dari sisi lain, yaitu manfaat ekonomi
bagi masyarakat kecil. Jika proses masak dan pengadaan bahannya diserahkan
kepada masyarakat lokal di sekolah sekolah dan dibarengi dengan supervise oleh ahlinya, program MBG mungkin dapat
membantu menghidupkan ekonomi daerah.
Misalnya di suatu desa terdapat 400 siswa TK, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA/SMK, berarti setiap hari disediakan 400 porsi MBG dan jika satu prosi
senilai10 rb, berarti setiap berputar uang 4 juta rupiah atau atau 20 juta rupiah
setiap minggu atau 80 juta ruiah setiap bukan atau sekitar 1 milyar dalam satu
tahun.
Makanan yang sehat, logikanya mengandung nasi, sayur, protein
hewani dan muah. Mungkin juga susu. Nah, jika bahan tersebut diproduksi oleh
masyarakat sekitar sekolah, tentu akan berdampak sangat positif terhadap perekonomian daerah.
Memang adan satu hal yang perlu dijelaskan, yaitu dari mana
anggaran untuk MBG tersebut. Semoga tidak diambilkan dari dana pendidikan yang
konon sudah sangat terbatas. Jika ternyata diambilkan daru dana pendidikan,
sangat mungkin akan mengurangi anggaran untuk layanan pendidikan dan dampaknya
dapat menurunkan mutu pembelajaran.