Selasa, 07 Januari 2025

MAKAN BERGISI GRATIS

 

Senin tanggal 6 Januari dimulai program Makan Bergisi Gratis (MBG) di berbagai daerah di Indonesia. Dari berita di TV dan media sosial, program tersebut disambut dengan suka cita oleh berbagai kalangan.  Sebagai seorang pendidik yang pernah mengalami hidup pas-pasan, saya termasuk senang dengan program tersebut, walaupun sampai saat ini belum pernah membaca bagaimana dampaknya terhadap kualitas pendidikan.

John Hettie menyebutkan bahwa faktor individu siswa (nature) berkontribusi 51% terhadap hasil belajar, sedangkan faktor pendidikan (dalam arti luas) (nurture) berkontribusi 49%.  Nah, apakah program MBG tersebut dapat meningkatkan faktor individu siswa, misalnya lebih sehat, lebih tahan dalam belajar, jujur saya belum pernah membaca penjelasan ilmiahnya.  Memang dari rabaan saya sebagai orang awam, semesterinya begitu. Bahkan semestinya program semacam MGB itu dimulai sejak bayi lahir atau bahkan buatvilmu hamil agar bayi yang dikandungnya lebih sehat.

Program MBG akan lebih baik jika dibarengi dengan program olahraga kesehatan. Jangan sampai siswa menjadi “gemuk” dan kurang sehat, karena makannya banyak dan kurang gerak. Konon pada skeolah unggulan di China, setiap hari siswa harus lari mengelilingi sekolahnya.  Artinya setiap hari siswa harus ringan agar badannya bugar.

Agar program MBG dapat dilihat dampaknya secara ilmiah, sebaiknya saat ini dibuat base line data ketika program belum dimulai atau baru saja dimulai.  Nanti secara periodic, misalnya setiap semester dilhat dampaknya.  Mungkin saja dalam satu sementer dampaknya belum terlihat dengan jelas, namun jika itu dilakukan pengukuran setiap sementer dalam waktu 3 tahun, mudah-mudahnya sudah dapat disimpulkan hasilnya.

Apa indikator perubahan dan bagaimana mengukurnya diserahkan saja pada ahlinya.  Sebaiknya mereka berasal dari lembaga independent yang kredibel, sehingga hasilnya dipercaya oleh publik. Pemerintah juha harus menerima apapun hasilnya dan memperbaiki jika ternyata ada sesuatu bagian yang perlu diperbaiki.

Saya ingin juga melihat dari sisi lain, yaitu manfaat ekonomi bagi masyarakat kecil. Jika proses masak dan pengadaan bahannya diserahkan kepada masyarakat lokal di sekolah sekolah dan dibarengi dengan supervise  oleh ahlinya, program MBG mungkin dapat membantu menghidupkan ekonomi daerah.  Misalnya di suatu desa terdapat 400 siswa TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, berarti setiap hari disediakan 400 porsi MBG dan jika satu prosi senilai10 rb, berarti setiap berputar uang 4 juta rupiah atau atau 20 juta rupiah setiap minggu atau 80 juta ruiah setiap bukan atau sekitar 1 milyar dalam satu tahun.

Makanan yang sehat, logikanya mengandung nasi, sayur, protein hewani dan muah. Mungkin juga susu. Nah, jika bahan tersebut diproduksi oleh masyarakat sekitar sekolah, tentu akan berdampak sangat positif  terhadap perekonomian daerah.

Memang adan satu hal yang perlu dijelaskan, yaitu dari mana anggaran untuk MBG tersebut. Semoga tidak diambilkan dari dana pendidikan yang konon sudah sangat terbatas. Jika ternyata diambilkan daru dana pendidikan, sangat mungkin akan mengurangi anggaran untuk layanan pendidikan dan dampaknya dapat menurunkan mutu pembelajaran.

Tidak ada komentar: