Senin, 31 Maret 2025

SEKOLAH RAKYAT

 

Pertama mendengar istilah tersebut, saya teringat jaman dahulu saya juga sekolah di Sekolah Rakyat (SR) Carat 2. Jadi saya merupakan lulusan SR.  Dalam perkembangannya SR berubah menjadi Sekolah Dasar (SD) sampai sekarang.  Mendengan berita tentang sekolah rakyat, dalam hati saya bertanya-tanya, apakah SD akan kembali berubah menjadi SR?  Ternyata bukan.  Oleh karena itu, saya mencoba mencermati kebijakan tersebut. Apa tujuannya dan bagaimana mekanisme kerjanya.


Sekolah rakyat yang sekarang diluncurkan adalah “sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak keluarga miskin ekstrim” yang diyakini tidak sesuai jika harus masuk sekolah “biasa” seperti yang ada saat ini.  Keluarga yang “miskin ekstrim”, istilah yang digunakan bagi masyarakat yang termasuk desil pertama (keluarga miskin yang tergolong 10% terbawah).

Muncul pertanyaan, mengapa anak-anak mereka tidak sesuai jika masuk sekolah biasa?  Karena orangtuanya tdak dapat membiayainya.  Bukankah sekolahnya gratis?  Memang gratis, tetapi tetap memerlukan biaya untuk seragam, buku, uang jajan dan sebagainya. Nah, keluarga miskin ekstrim tidak mampu menyediakan biaya tersebut. Selain itu, anak-anak mereka seringkali harus membantu orangtuanya bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping itu pengalaman menunjukkan anak-anak dari keluarga miskin ekstrim dan biasanya tinggal di lingkungan yang tidak hirau, tidak memiliki motivasi bersekolah. Oleh karena itu jika mereka bersekolah di sekolah biasa seringkali putus sekolah,tidak hanya karena tidak dapat mengikuti pelajaran tetapi juga karena sulit berbaur dengan temannya dari “keluarga biasa” apalagi keluarga berada.

Berapa sih anak-anak dari keluarga miskin yang tidak sekolah? Saya tidak langsung percaya dengan info yang mengatakan masih banyak. Saya mencari data ke BPS (Biro Pusat Statistik) yang biasanya mengurus data.  Saya menemukan data APM (angka partisipasi murni), yaitu perbandingan jumlah anak SD/MI dengan anak usia SD, jumlah anakSMP/MTs dengan anak usia SMP. Jumlah SMA/MA/SMK dengan anak usia SMA. Tahun 2024 APM SD sebesar APM SD sederajat = 97,94%, SMP sederajat = 81,73%, SMA sederajat = 64,32%.  Artinya masih ada 2,06 % atau sekitar 495.000 anak usia SD yang  tidak bersekolah, ada 18,27% atau sekitar 1.821.000 anak usia SMP yang tidak bersekolah dan ada 35,68% atau sekitar 2.550.000 anak usia SMA yang tidak bersekolah. Ternyata masih cukup banyak anak yang belum sekolah. Andaikan saja separuh dari jumlah tersebut yang dapat ditampung di sekolah rakyat, tentu sangat bagus.

Apakah program sekolah sangat strategis sehingga menjadi program unggulan Indonesia?  Saya teringat dengan program Bidik Misi yang diluncurkan pemerintah era Presiden SBY tahun 2009an. Waktu itu terpikir bagaimana dapat mengentas kemiskinan secara sustain. Teringat pengalaman kita yang dahulu pernah menjadi keluarga miskin. Jika di keluarga miskin ada satu saja anaknya yang berpendidikan tinggi dan kemudian bekerja dengan baik, maka akan mengangkat adiknya dan juga kerabatnya.  Sementara untuk menjadikan seorang anak muda menjadi sarjana cukupdana 48 juta, terdiri dari SPP 6 juta per tahun (di perguruan tinggi negeri yang diharuskan menyediakan kursi untuk anak bidik misi) dan 6 juta biaya hidup setahun (waktu itu).  Saat ini lulusan Bidik Misi telah tersebar menjadi idola anak-anak mudah dari keluarga miskin karena umumnya mendapatkan pekerjaan yang mentereng. Dan yang penting dapat mengentas kemiskinan struktural keluarganya plus menginspirasi kerabat dan tetangganya.

Bagaimana mengupayakan anak-anak dari keluarga miskin dapat belajar dengan semangat tinggi?  Itu akan menjadi tantangan bagi pengelola sekolah rakyat.  Anak-anak dari keluarga miskin ekstrim sangat mungkin biasa hidup kurang bersih, kebiasaan hidup kurang sehat, tidak disiplin dan seringkali memiliki pola pikir mix mindset (meminjam istilah Carrol Dweck). Oleh karena itu diperlukan perlakukan khusus, jika diperlukan semacam “brain wash” untuk menumbuhkan growth mindset. Diperlukan pembiasaan dan kemudian pembudayaan hidup sehat dan displin diri. Untuk itu memang tepat jika pola pendidikan di sekolah rakyat dilaksanakan dengan asrama, sehingga pembinaan karakteri dapat dilaksanakan secara intensif. Semoga.

Tidak ada komentar: