Suatu saat saya membeli bunga di Pasar Bunga di Surabaya. Yang saya cari adalah bunga yang cocok ditanam di berem (pinggir jalan) depan rumah dan mendapatkan bunga setinggi sekitar 2 meter dengan bunga berwarna merah. Sebagai orang yang tidak punya ilmu tentang tanaman, saya mengagumi bungan tersebut. Batangnya kokoh dengan diameter sekitar 12 cm, cabang yang sangat banyak dan bunga merah menyala hampir di semua pucuk cabang.
Beberapa bulan berikutnya saya kaget mendapati adanya “cabang baru” di pokok batang. Daun pada “cabang baru” tersebut berbeda dengan cabang yang lain. Ketika saya cermati, daun pada “cabang baru” tersebut mirip daun jarak (jarak yang biasanya untuk pagar di kampung). Karena penasaran saya ke Pasar Bunga menemui penjual bunga yang dulu saya membeli. Saya kagum mendapatkan jawaban Bapak Penjual Bunga yang bernama Pak Min dengan usia sekitar 50 tahun tersebut.
Ternyata bunga yang saya beli tersebut merupakan hasil “kotak-katiknya”. Batangnya dari pohon jarak kemudian “ditempel/disambungkan” cabang dari bungan tertentu. Pak Min menjelaskan bahwa pohon jarak adalah yang terbaik sebagai pokok, karena mudah “ditempeli/disambung” dengan berbagai jenis bunga dan juga jarak dapat hidup dengan air minimal ataupun banyak. Pak Min bercerita banyak bagaimana melakukan “kotak-katik” untuk mendapatkan “bunga terbaik”.
Pak Min yang protolan SD dan sudah lama melakukan “kotak-kotik” bunga. Dia sendiri yang memberi istilah kotak-katik (dengan bahasa Jawa “utak-utik”). Bagaimana dia menemukan pohon jarak yang akhirnya dipilih sebagai “batang induk” dari berbagai bunga? Ternyata dia sengaja mencari pohon yang mudah hidup dengan air minimal atau air banyak dan mudah disambung dengan bermacam-macam bunga. Menurutnya tidak kurang dari 5 jenis pohon yang dicoba dan dikotak-katik, yang akhirnya menemukan pohon jarak yang terbaik.
Mendengarkan cerita Pak Min yang antusias, saya teringat cerita tentang Pak Mukibat si penemu ketela mukibat sampai Thomas Afla Edison yang melakukan “eksperimen” panjang sebelum menghasilkan temuan yang fenomenal sesuai zamannya. Kita memerlukan Pak Min-Pak Min lainnya untuk menemukan bunga yang indah, tanaman pangan yang hebat serta temuan-temuan yang mendukung kemajuan bangsa ini. Jika Pak Min yang tidak tamat SD mampu menemukan “inovasi pohon jarak”, bagaimana pendidikan kita mampu melahirkan innovator yang tentunya jauh lebih hebat dibanding Pak Min.
Bagaimana pendidikan mampu menumbuhkan rasa keingintahuan dan kemauan/keberanian eksperimen dalam berbagai bidang. Tampaknya kita perlu meninjau kembali pola pendidikan kita. Kita tidak boleh hanya terpaku pada ujian nasional yang tentu tidak mungkin mengukur rasa ingin tahu dan kemampuan bereksperimen. Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR), Lomba Karya Inovasi (LKI) dan sejenisnya perlu ditumbukan secara terencana serta diikuti persiapan pembinaan di level sekolah maupun daerah. Akan sangat baik, jika setiap matapelajaran memberikan dukungan dalam penumbuhan karya inovasi dan karya ilmian remaja tersebut.
Hasil dalam LKIR dan LKI tersebut perlu diperhitungkan sebagai prestasi belajar siswa, termasuk ketika yang berangkutan melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi. Perlu dicari formula untuk memperhitungan hasil LKIR dan LKI dalam penerimaan siswa baru di SMP, SMA/SMK/MA dan penerimaan mahasiswa ke perguruan tinggi serta penerimaan karyawan baru di berbagai instansi. Dengan begitu sekolah akan terdorong untuk melakukan pembinaan kegiatan-kegiatan siswa yang terkait dengan pengembangan inovasi dan penelitian. Semoga
Kamis, 24 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar