Saya
ke Jepang bersama rombongan kesenian, baik dosen maupun mahasiswa bulan Nopember 2012 ini. Mereka pentas di beberapa universitas dan
juga di Togo Town (semacam kantor
kabupaten untuk Indonesia). Tentu saja
mereka membawa seabrek peralatan musik dan tari. Dan itulah yang membuat kami repot dalam
perjalanan. Saat check in pesawat memerlukan waktu lama, dan bahkan memerlukan packing
khusus.
Yang
membuat kami deg-degan adalah saat harus membawa seabreg peralatan tersebut
naik kereta api cepat (namanya saya lupa) dari Tokyo ke Nagoya. Konon jaraknya Tokyo-Nagoya sekitar sama dengan Surabaya-Jogya dan itu hanya ditempuh kurang dari dua jam. Mengapa deg-degan? Bukan karena takut akan kecepatannya terus mabuk atau tabrakan. Tetapi karena,menurut informasi kereta api di Jepang
hanya berhenti selama satu menit di stasiun.
Kami bingung bagaimana menaikkan peralatan yang begitu banyak dalam satu
menit. Di Indonesia, kereta api cepat
sekelas Argobromo Anggrek berhenti sekitar 10 menit di stasiun yang dilewati.
Memang ini bukan yang pertama saya ke Jepang. Tetapi baru kali ini naik kereta api dan membawa seabreg barang. Untuk
mendapatkan akal, kami datang ke stasiun
sekitar 2 jam sebelum jadwal keberangkatan.
Maksudnya untuk mempelajari situasi dan mencari akal bagaimana dapat
menaikkan seabreg peralatan dalam satu menit.
Saya juga ingin tahu seperti apa kebiasaan penumpang kerata api di
Jepang.
Ternyata
semua kereta api yang lewat di stasiun itu adalah kereta listrik, yang di
Indonesia biasa disebut KRL. Di peron
stasiun terdapat papan elektronik yang memuat kereka api apa yang akan datang
dengan jam kedatangannya. Di setiap
peron hanya tercantum tiga kereta api yang segera datang. Setelah kereta datang dan berangkat lagi, namanya terhapus digantikan kereta berikutnya. Dan selama dua jam saya di peron, semua
kereta api datang tepat waktu dan betul hanya berhenti selama satu menit,
langsung berangkat.
Calon
penumpang baru masuk peron hanya beberapa menit sebelum kereta api datang,
sehingga peron terlihat sepi. Mungkin
mereka yakin kereta api datang tepat waktu, sehingga berani datang tepat waktu
juga. Ungkapan bahwa orang Jepang on time dan bukan in time ternyata terbukti benar.
Konon kalau ada orang datang ke acara terlalu awal, di Jepang dianggap
orang “tidak punya pekerjaan atau memboroskan waktu”, sedangkan jika datang
terlambat dianggap orang tidak mengerti aturan.
Memang
ada beberapa calon penumpang yang sudah datang di peron agak lama sebelum
kereta aspi datang. Tapi jumlahnya tidak
banyak dan umumnya mereka langsung duduk di bangku yang tersedia dan terus membaca. Ada juga beberapa calon penumpang yang
membuka laptop. Saya mencoba melirik apa yang dikerjakan dengan laptopnya. Sayangnya koran yang
dibaca maupun layar laptop tersebut memuat huruf kanji, sehingga saya tidak mengerti
mereka membaca apa atau mengerjakan apa.
Pada
umumnya mereka berpakaian rapi dan sebagian besar memakai jas. Jasnya rata-rata warna gelap, sehingga
terkesan sangat formal. Pak Nasution, seorang teman
yang lama tinggal di Jepang memberi tahu bahwa standar pakai kantor di Jepang
memang jas, sehingga mungkin sekali mereka baru pulang dari kantor. Memang waktu itu sekitar jam 17an waktu
setempat.
Posisi
berhenti kereta api sudah diatur dengan baik sekali. Di peron ada tanda posisi pintu kereta api
dengan indikator nomer gerbong. Disitu
ada pagar pendek dengan pintu geser. Ketika kereta api datang dan bertenti tepat seperti posisi yang diberi tanda, pintu pagar tersebut terbuka tepat bersamaan dengan terbukanya pintu gerbong kereta
api. Di lantai peron dekat pintu geser
tersebut terdapat tanda garis putih berbentu kotak.
Ternyata itu untuk tempat penumpang antre sebelum masuk kereta api. Calon penumpang datang ke peron, umumnya
langsung antre di kotak tersebut.
Saya
mengamati penumpang kereta api tidak banyak.
Jumlah penumpang yang masuk untuk satu pintu sekitar 5-15 orang. Masih ada waktu pintu masih terbuka, tetapi
tidak ada lagi penumpang masuk. Jika
masih ada penumpang lain, saya hitung dalam satu menit setiap pintu dapat dilewati/dimasuki
sekitar 25 penumpang.
Namun
itu perhitungan kalau penumpang tidak membawa barang bawaan seperti penumpang
di Jepang yang pada umumnya hanya membawa tas kantor. Bagaimana dengan rombongan Unesa yang membawa
alat-lat music seabreg? Saya coba
perkirakan, mungkin satu menit pintu terbuka hanya dapat masuk sekitar 10
orang. Pada hal jumlah rombongan 29
orang.
Seperti
di Indonesia, gerbong kereta api di Jepang punya dua pintu pada setiap sisi dan
keduanya untuk pintu masuk. Kalau begitu dua pintu hanya mampu dilewati sekitar
20 orang dengan membawa peralatan musik.
Nah, apa boleh buat kami harus mencari akal dan harus bisa.
Sesuai
tiket yang kami beli, kami berada dalam satu gerbong. Tapi agar semua rombongan dapat masuk gerbong
dalam satu menit, terpaksa kami masuk melalui empat pintu. Dua pintu di gerbong yang akan kami tempati,
satu pintu gerbong di depannya dan satu pintu gerbong di belakangnya. Setelah masuk, kemudian berjalan pindah ke
gerbong yang sesuai dengan nomor tiket.
Dan alhamdulillah, kami berhasil dengan akal itu.
Sukses
mengakali kereta api yang berhenti hanya satu menit. Namun dilihat penumpang lain. Di samping wajah kami memang berbeda dengan
orang Jepang, sehingga dianggap asing.
Mungkin cara kami naik dan pindah gerbong dianggap aneh. Untungnya tidak ada yang mengolokkan. Atau mungkin ada, tetapi tentu dengan bahasa
Jepang, sehingga kami tidak mengerti.
Tentu kami segera mencari tempat duduk. Seperti informasi yang saya dapatkan, penumpang kereta api di Jepang umumnya membaca atau tidur atau membuka laptop. Di kereta api itu sebagian besar tidur, mungkin capai karena pulang kerja. Mengikuti petunjuk teman yang lama tinggal di Jepang, kami usahakan diam selama perjalanan. Kalau terpaksa ngobrol dengan teman sebelah ya pelan-pelan.
Apa yang dapat dipetik dari pengalaman tersebut? Tepat waktunya jadwal kerena, sehingga penumpang dapat mengatur waktunya. Posisi berhenti gerbong yang sudah diatur baku, sehingga penumpang dpt mengetahui dimana harus menunggu. Displin penumpang antre saat naik maupun turun. Kereta yang sunyi, sehingga penumpang dapat tidur dengan nyenyak.
2 komentar:
Wah tulisannya mantap pak. Semangat kerja orang Jepang dan tertibnya boleh jadi motivasi kita. Salam kenal.
Boleh berkunjung ke blog saya pak. Tapi udah lama gak diupdate.
http://alrisblog.wordpress.com
Posting Komentar