Klinik Kurikulum 13 (K-13) yang ditayangkan JTV ingin mengangkat
“pengalaman sekolah kecil dalam melaksanakan K-13. JTV memilih SDN Kalisari 2 yang terletak di
dekat Kenjeran. Pada awalnya saya ragu,
karena setahu saya nama “Kalisari” itu ada di daerah jalan Ambengan. Ternya saya keliru, SDN Kalisari 2
benar-benar di dekat Kenjeran.
Bangunannya tidak begitu bagus, untuk ukuran kota Surabaya.
Secara tidak sengaja, pas kami kesana sedang ada rapat wali
murid Kelas 4. Tampaknya JTV baru
mengabari kedatangan rombongan kami sehari sebelumnya. Pada hal undangan rapat wali murid sudah
dikirim jauh sebelumnya. Jadi sekolah
tidak mungkin membatalkan. Namun kami
malah lebih senang, karena dapat bertemu dengan wali murid. Oleh karena itu begitu datang kami “nerombol”
ikut menemui wali murid yang sedang rapat.
Di antara sekitar 60an orang wali murid hanya ada 2 orang bapak-bapak. Itupun yang satu sudah tampak sepuh. Jadi rapat wali murid itu didominasi oleh
ibu-ibu. Ada beberapa “ibu yang tampak sangat muda” dan ternyata itu mbak-mbak
yang hadir mewakili orang tua murid.
Salah satunya mahasiswa Unair.
Ada beberapa orang yang tampak sudah sepuh dan ternyata nenek siswa.
SDN Kalisari 2 sudah melaksanakan K-13 sejak tahun lalu. Jadi ini sudah tahun kedua. Tentu orangtua sudah dapat merasakan
perbedaan dengan kurikulum sebelumnya.
Oleh karena itu begitu ketemu yang saya tanyakan adalah “apakah ada
perbedaan perilaku anak-anak disbanding sebelumnya”. Dan semua hampir sama menjawab “orang tua
makin repot, karena harus ikut belajar”. Maksudnya anak-anak sering dapat tugas dan
orang tua harus membantunya. Misalnya
anak mendapat tugas membuat hiasan dinding dan mencari tahu berapa orang warga
RT tempat tinggalnya. Para wali murid
juga cerita anaknya sekarang menjadi lebih berani dan cerewet. “Senang anaknya lebih kreatif, tetapi orang
tua menjadi lebih repot”.
Mendengar celotehan sambil berkelakar, saya merasa gembira. Memang
itulah proses pendidikan yang seharusnya terjadi dengan berlakunya K-13. Pola tematik integratif memang dimaksudkan
agar pelajaran lebih dekat dengan situasi anak-anak, sehingga lebih
kontekstual. Dengan begitu anak-anak
menikmati proses pembelajaran. Anak-anak
juga serasa bermain, walupun sebenarnya sedang belajar. Belajar dari situasi kehidupan sekitar yang
bermuatan akademik.
Mengapa anak menjadi cerewet?
Maksudnya banyak bertanya dan banyak menyampaikan pendapat. Itulah tujuan K-13, agar pada anak tumbuh
rasa ingin tahu terhadap banyak hal.
Rasa ingin tahu yang mendorong dia mempertanyakan segala sesuatu. Mengapa begini dan mengapa begitu. Rasa ingin tahu itulah yang menumbuhkan
semangat untuk belajar agar dapat menemukan jawaban dari yang ingin
diketahui. Nah bertanya ini dan itu
sebenarnya indikator anak yang ingin tahu.
Sebenarnya anak kecil itu secara fitrah memiliki rasa ingin
tahu yang sangat tinggi. Itulah sebabnya
anak kecil selalu “mengobak-abrik” setiap barang yang dijumpai, karena ingin
tahu apa itu. Anak kecil juga selalu
bertanya ini dan itu. Sayangnya,
orangtua banyak yang malas menjawab pertanyaan seperti itu dan melarang anaknya
jika dia membongkar barang yang dijumpai.
Akhirnya rasa ingin tahu itu pelan-pelan menurun. Pada hal itu sangat penting bagi perkembangan
intelektual anak.
Anak banyak bercerita juga bagus, karena bercerita itu
belajar menata nalar. Dengan bercerita anak
akan belajar menyampaikan ceritanya seruntut mungkin. Akan berusaha agar orang lain mengerti apa
yang dia ceritakan. Itulah yang namnya
belajar berkomunikasi. Nah, pada saatnya
cerita itu juga disampaikan dengan bentuk tulisan.
Ketia melihat proses pembelajaran di Kelas IV-B, saya sungguh
gembira. Tema yang dipelajari
enersi. Anak-anak membawa 2 sapu tangan,
2 lembar kertas dan 2 lembar tisu. Semua
dibasahi di wastafel terus yang satu dijembur di halaman dan yang satu ditaruh
di teras. Setelah sekitar 15 menit,
anak-anak membandingkannya. Tentu yang
dijemur di teraik matahari lebih kering disbanding yang dijemur di teras. Nah, anak-anak terus berdiskusi dan bahkan
berdebat.
Saya melihat anak-anak sangat antusias mengerjakan tugas
itu. Saya tidak menyaksikan sampai
mereka selesai membuat simpulan. Namun
saya menduga pada ujungnya, mereka akan mengatakan “enersi matahari menyebabkan
sapu tangan, kertas, tisu cepat kering”.
Walaupun baru seperti itu, menurut saya sudah bagus. Syukur kalau sampau enersi matahari berupa
enersi panas yang mengeringkan sapu tangan, tisu, dan kertas. Tampaknya itu sederhana, tetapi jika guru
pandai mengajukan pertanyaan “pancingan” akan menjadi awalan inkuiri bagi
siswa. Selamat buat SDN Kalisari 2.