Saya tidak ingat kapan istilah HOTS (high order thinking skills) mulai popular di kalangan guru dan para pendidik di Indonesia. Yang jelas sekarang menjadi salah satu kosa kata penting di dunia pendidikan. Guru dituntut untuk mengembangkan HOTS pada murid-muridanya. Konon soal di AKM (asesmen kompetensi minimum) yang nanti akan mengantikan UN (ujian nasional) disusun berbasis HOTS. Sayangnya masih banyak guru yang belum memahami konsep HOTS dengan baik. Ketika mengikuti capacity sharing untuk calon dosen pembimbing dan guru pamong yang kelak mendampingi mahasiswa PPG-PGSD (Pendidikan Profesi Guru SD), yang diselenggarakan oleh Kemdikbud bersama Tanoto Foundation, secara jujur beberapa guru menyatakan masih belum memahami konsep HOTS, sehingga bingung ketika harus menerapkan pada muridnya.
HOTS bukankah definisi tunggal, namun secara umum dimaknai sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mencakup berpikir kritis, kreatif, reflektif dan memecahkan masalah. Sepertinya itulah yang disebut dua C di bagian awal dari 4-C yaitu critical thinking dan creativity. Ada yang membuat definsi lebih singkat, yaitu memecahkan masalah dengan kreatif (solving problem creatively).
Berbagai definisi tersebut sebenarnya saling terkait. Untuk dapat memecahkan masalah secara kreatif tentu diperlukan kemampuan berpikir kritis dan reflektif untuk memahami masalah yang ingin dipecahkan. Sedangkan untuk menemukan pemecahan yang kreatif tentu diperlukan kreativitas tinggi. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom (walaupun tidak benar-benar pas), berpikir kritis dan reflektif itu sejajar dengan level analisis-sintesis dan evaluasi. Beberapa ahli menyebutnya sebagai bagian dari metakognisi. Sedangkan berpikir kreatif sejajar dengan mengkreasi dalam taksonomi Bloom. Itulah sebabnya beberapa orang menyebutkan tiga level di awal taksonomi Bloom (mengingat, memahami, menerapkan) merupakan LOTS (low order thinking skills), sementara tiga level di atasnya (analisis-sintesis, evaluasi, mengkreasi) termasuk HOTS.
Kebingungan muncul lagi, ketika peserta capacity sharing diminta untuk merancang pembelajaran untuk siswa SD Kelas 1 untuk menumbuhkan HOTS. Seorang guru SD yang telah lama mengajar Kelas 1 SD mengatakan, tidak mungkin itu. Yang bersangkutan mengajukan argumen karena anak-anak Kelas 1 SD masih dalam taraf berpikir konkret. Tampaknya guru tersebut mengaitkan dengan teori perkembangan kognitif dari Piaget. Dengan demikian anak belum dapat berpikir abstrak.
Seorang peserta lain menunjukkan rancangan pembelajarannya dengan cara menunjukkan sikap gigi yang dikelompokkan Satu kelompok terdiri dari 3 buah dan satu kelompok lainnya terdiri dari 2 buah. Nah, anak SD Kelas 1 diminta mengisi semacam persamaan di LK-nya. Melihat itu, seorang peserta lain mengatakan, anak SD kan belum pandai membaca dan menulis, mana mungkin disuruh mengerjakan LK seperti itu. Mendengar ungkapan itu banyak peserta yang umumnya para guru membenarkan.
Saya
coba menengahi dengan mengatakan, bagaimana kalau pertanyaan tersebut diberikan
secara lisan? Jadi anak SD Kelas 1
ditunjukkan gambar atau kalau perlu guru membawa sikat gigi sungguhan dan diperagaan
seperti gambar itu. Kemudian guru
bertanya secara lisan, jumlah sikat gigi siapa yang lebih banyak Apakah siswa dapat menjawab? Hampir semua peserta mengatakan bisa. Artinya siswa Kelas 1 SD sudah dapat
membandingkan. Ketika saya bertanya, membandingkan seperti itu menutut taksonomi
Bloom termasuk apa. Peserta menjawab,
termasuk evaluasi. Jadi siswa SD Kelas 1
juga sudah bisa melakukan evaluasi, berarti sudah bisa HOTS. Baru peserta “ngeh”. Jadi peserta mengatakan anak belum bisa mengatakan
anak SD Kelas 1 belum bisa menjawab, lebih dipengaruhi gambaran bahwa anak SD
Kelas 1 belum dapat membaca.
1/7 + 0, 42 X 2/6 = ………………………………
Apakah mereka dengan mudah dapat mengerjakan? Serentak, mereka menjawab “sulit pak”. Saya bertanya lagi, jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, pengerjaan soal tersebut termasuk kategori apa ya. Dijawab penerapan, karena hanya menerapkan prinsip penjumlahan dan perkalian. Saya bertanya lagi, jadi termasuk HOTS atau LOTS. Dijawab LOTS. Jadi ada soal ulangan yang sulit, pada hal termasuk LOTS. Sementara tadi ada soal yang mudah, buktinya dapat dikerjakan anak SD Kelas 1 tetapi termasuk HOTS. Kesimpulannya tidak semua soal HOTS itu sulit dan tidak semua soal LOTS itu mudah. Dengan kata lain, tingkatan berpikir tidak selalu sejalan dengan tingkat kesukaran soal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar