Minggu tgl 2 Oktober pagi, ketika bangun saya merasa tidak fit. Tidak seperti biasanya, saya mandi dengan air hangat. Namun karena Lala dan Bim (anak saya yg tinggal di Jakarta) datang, badan yang kurang fit itu tertutup rasa gembira. Siang hari kami bercengkerama, cerita ini dan itu. Bahkan sore hari masih mengatar mereka ke stasiun Pasar Turi untuk balik ke Jakarta.
Nah, minggu malam demam mulai terasa dan oleh isteri diberi paracetamol. Senin pagi demam makin terasa, tetapi saya memaksa ke kantor LAMDIK karena ada hal yang harus ditangani, walaupun sejak berangkat memutuskan tidak akan lama di kantor. Kebetulan siang itu juga ada tamu dari Poltek Penerbangan. Pak Andra (direktur) dan Pak Irfansyah (salah satu pengajar) datang untuk diskusi tentang terobosan yang dapat dilakukan oleh Poltek Penerbangan. Ternyata itu atas perintah Pak Heri, Kepala BSDM di Ditjen Perhubungan Udara. Memang ketiganya pernah ikut kuliah saya di S3 Pendidikan Vokasi. Pak Heri sudah lulus, karena memang angakatan lebih awal. Pak Andra dan Pak Irfansyah masih sedang menyusun disertasi.
Selasa pagi saya tes PCR dan hasilnya positif. Saya mencoba mengingat-ingat dimana ya saya terkena. Memang satu minggu sebelumnya saya cukup sibuk. Hari minggu tgl 25 September saya terbang dari Surabaya ke Pekanbaru karena tgl 26 memberi kuliah umum di Pascasarjana UIN Suska Riau. Selama 27 September pagi2 terbang ke Jakarta untuk ke kantor LAMDIK. Semula saya ingin sorenya terbang ke Surabaya karena Rabu jam 09.00 janjian dengan mahasiswa S2 BK untuk kuliah luring. Namun mendadak ada undangan RDPU dari Komisi X DPR RI pada jam 14.00. Akhirnya bermalam di Jakarta dan terbang ke Surabaya Rabu pagi. Dari bandara Juanda langsung ke kampus untuk mengajar dan dari mengajar langsung ke hotel Sangrila untuk membuka Asesmen Kecukupan (AK) yg dilaksanakan secara luring dan terus menunggui sampai sholat Jum’at. Sabtu pagi berikutnya mengisi orientasi mahasiswa PPH Unusa.
Rasanya saya sudah terbiasa dengan jadwal seperti itu, sehingga merasa aneh saat isteri bilang ayah kecapekan. Apa saya lengah tidak rapi menggunakan masker ya? Rasanya itu yang menurut saya menjadi penyebabnya. Saat di Pekanbaru, diajak makan malam oleh Direktur Pascasarjana dan tentu saat makan melepas masker. Demikian juga saat makan siang setelah selesai kuliah umum. Apalagi hampir semua yang hadir tidak memakai masker. Ketika pagi-pagi akan terbang ke Surabaya, di bandara Soetta saya sarapan soto. Pertama kali saya makan di bandara sejak pandemi. Saya memaksakan diri sarapan, karena akan langsung mengajar sesampai di Surabaya. Selama di Hotel Sangrila, rasanya saya juga tidak begitu tertib memakai masker. Mungkin merasa yang berada di sekitar saya adalah teman-teman dekat dan sudah berkerja bersama sehari-hari. Apalagi selalu makan pagi, siang dan malam bersama-sama. Yang mana yang membuat saya tertular saya belum tahu. Apakah karena badan capek, sehingga daya tahan menurun dan mudah tertular, juga tidak tahu.
Karena positif, sesuai dengan anjuran dokter mulai hari Selasa 4 Oktober saya isolasi mandiri (isoman). Selama isolasi, khususnya hari Selasa dan Rabu, saya pusing, demam, batuk, pilek, serta sakit tenggorokan. Mulai Kamis semua sudah membaik. Jika Selasa dan Rabu saya minum paracetamol agar bisa istirahat, mulai Kamis tidak lagi memerlukan lagi. Jika ada yang bercerita kena covid itu badan sakit semua, alhamdulillah saya tidak. Makan juga tetap enak seperti biasa. Rabu tgl 5 Oktober siang juga masih dapat mengajar secara daring. Jum’at tgl 7 Oktober pagi juga masih ikut pengajian daring yang dipimpin Prof. Room Rowi.
Lantas apa yang membuat saya sedih? Tentu banyak. Tetapi yang paling menyedihkan, karena tidak bebas keluar kamar, kecuali untuk berjemur. Mungkin saya termasuk orang tidak senang sendirian, sehingga dahulu pernah menjadi pimpinan dan punya ruang sendiri, sering keluar ruang untuk ketemu dan ngobrol dengan staf. Moga2 mbak covid segera pergi dan saya bisa beraktivitas seperti biasanya. Wass
Tidak ada komentar:
Posting Komentar