Tanggal 6 – 9 Maret 2023 saya mengikuti delegasi LAMDIK ke Timor Leste, untuk melakukan penandatangan MoU dengan ANAAA (AGENCIA NACIONAL PARA A AVALIACAO ACREDITACIO ACADEMICA), Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi milik Pemerintah Timor Leste. Jadi ANAAA semacam BAN PT di Indonesia. Kami berangkat dari Surabaya ke Denpasar tanggal 6 Maret sore hari dan terbang dari Denpasar ke Dili tanggal 7 Maret pagi. Tidak ada penerbangan langsung dari Surabaya ke Dili, jadi harus via Denpasar dan hanya ada dua penerbangan Denpasar Dili, dengan Citilink atau Aero Dili. Kami memilih terbang dengan Citilink, sehingga dapat connecting flight.
Sebagai ketua delegasi saya menyiapkan pidato pendek, karena di rundown
acara akan dihadiri Menteri Pendidikan Tinggi Timor Leste. Ternyata Menteri Pendidikan Tinggi tidak
dapat hadir, yang hadir President of Board of ANAAA (kalau tidak salah namanya
Dr. Edmundo Viegas) dan Direktur Ekskutif ANAAA (Dr. Nilton Paiva Mau) serta
dihadiri oleh utusan dari 19 perguruan tinggi di Timor Leste. Saya sudah mendengar kalau keduanya pernah
kuliah di Indonesia, tetapi kaget ketika memberi sambutan menggunaka bahasa Indonesia
dan lancar. Akhirnya teks sambutan yang saya siapkan dengan bahasa Inggris
tidak jadi saya gunakan dan saya menyambut dengan bahasa Indonesia. Kan aneh, orang Timor Leste menyambut dengan
bahasa Indonesia, terus orang Indonesia menyambut dengan bahasa Inggris.
Setelah acara penandatangan MoU selesai, diselingi break sebentar, dilanjutkan dengan penjelasan pola akreditasi dari LAMDIK beserta instrumennya. Memang inti MoU, LAMDIK akan melakukan akreditasi kepada program studi Kependidikan di perguruan tinggi di Timor Leste, bekerjasama dengan ANAAA. Penjelasan disampaikan oleh Prof Joko Nurkamto dan Prof Yuni Sri Rahayu, dipandu oleh Prof Pratiwi, semua menggunakan bahasa Indonesia, walaupun ppt dibuat dengan bahasa Inggris. Ketika ngobrol sambil makan siang, kami tahu bahwa hampir semua utusan universitas yang hadir pandai berbahasa Indonesia. Bahkan saya tidak mendengar mereka berbahasa Inggris.
Selesai makan siang, kami sholat Jum’at di masjid An-Nur yang berada di
Kampung Alor, ditemani Atdikbud RI di Timpor Leste, Prof Ikhfan Haris, dosen
Universitas Negeri Gorontalo yang juga sebagai asesor LAMDIK. Konon daerah
tersebut dahulu dihuni oleh para nelayan dari Pulau Alor, sehingga disebut
kampung Alor. Masjid An-Nur cukup besar,
walaupun tampak kurang terawat. Jama’ah cukup banyak, dan di sebelah masjid ada
sekolah. Yang menarik kotbah menggunakan
bahasa Indonesia. Jadi sangat mungkin
sebagian besar jama’ah berbahasa Indonesia.
Kalau orang dewasa itu mudah dimengerti, karena saat anak-anak Timor
Leste masih merupakan bagian dari Indonesia.
Bagaimana dengan anak-anak?
Bukankah di sekolah menggunakan bahasa Tetun dan kuliah menggunakan
campuran bahasa Tetun dan bahasa Portugis? Menurut Pak Atdibud dan juga oleh staf hotel
tempat kami menginap, banyak keluarga yang sehari-hari di rumah menggunakan
bahasa Indonesia, karena orang tua mereka berbahasa Indonesia. Apalagi chanel TV Indonesia, seperti RCTI,
CNN, Indosiar, MetroTV dan TV One merupakan tototan sehari-hari orang Timor
Leste.
Setelah sholat Jum’at kami mengunjungi Instituto Superior Cristal (ISC)
yang merupakan salah satu perguruan tinggi yang akan diakreditasi oleh LAMDIK.
Kami ditemui oleh Ketua Yayasan Cristal, Rektor, Wakil Rektor dan para Dekan
serta Direktur Pascasarjana. Sangat
menarik Ketua Yayasan, Rektor, Wakil Rektor dan Direktur Pascasarjana semua
lulusan Malang. Bahkan Wakil Rektor 1, baru wisuda di Univ Muhammadiyah
Malang. Jadi sambutan dan tanya jawab
menggunakan bahasa Indonesia, bahkan saya sempat berkelakar “ternyata disini
banyak KERA NGALAM”.
Setelah dari ISC, kami mengunjungi Universidate Oriental de Timor
Lorosa’e (UNITAL). Sebenarnya UNITAL tidak termasuk perguruan tinggi yang akan
diakreditasi oleh LAMDIK periode ini.
Tetapi karena Wakil Rektor I-nya lulusan Unesa, Dr. Antonio Guteres, dan
saya sempat memberi kuliah kepada beliau menempuh S3 di Unesa. Sama dengan di
ISC semua pimpinan pandai berbahasa Indonesia. Bahkan ada dua pimpinan yang
orang Indonesia.