Kamis, 14 Agustus 2025

IKN PERLU MELTING POT

Sejak tahun lalu saya dan beberapa teman membantu OIKN (Otorita Ibu Kota Negara) untuk menyusun Peta Jalan Pendidikan. Sampai saat belum final, karena berbagai kendala.  Untuk menyusun itu beberapa kali saya mengunjungi IKN, yang terletak di Kecamatan Sepaku.  Konon nantinya wilayah IKN mencakup dua atau tiga kabupaten, karena memang lokasinya ada di perbatasan. Bahkan nanti IKN punya wilayah yang merupakan laut.

Dalam Rencana Induk IKN dan beberapa dokumen lainnya, tampak sekali IKN dirancang menjadi kota modern, green city, green energy dan sebagainya.  Bangunan yang sekarang sudah berdiri cukup banyak dan memang dirancang sebagai bangunan sangat-sangat modern-futuristik, tertata sangat bagus dan sangat indah. Kalau besuk sudah jadi, mungkin lebih indah dari ibukota negara lain, misalnya Putrajaya Malaysia, bahkan lebih indah dibanding London ataupun Paris.

Di kompleks KIPP (Kawasan Inti Pusat Pemerintahan – kalau tidak salah begitu), cukup banyak apartemen untuk hunian untuk ASN/karyawan yang akan boyongan dari Jakarta.  Logis, karena ASN dari Jakarta tentu memerlukan tempat tinggal ketika harus pindah ke IKN.  Bangunan apartemen, termasuk mebeleir dan perlengkapan lain juga sangat modern.  Sudah lengkap, ibaratnya ASN cukup membawa koper kalau pindah ke IKN.  Saya pernah masuk ke salah satu apartmen untuk Eselon II (setara direktur), sangat luas, dengan tiga kamar tidur yang sudah lengkap.

Namun ketika kita keluar dari KIPP, masuk ke pedesaan asli atau bahkan ibukota Kecamatan Sepaku, kondisinya njomplang.  Kondisi rumah, lingkungan masih sangat mirip dengan pedesaan yang belum banyak tersentuh pembangunan.  Wajar, karena memang sebelum ada IKN daerah tersebut merupakan daerah yang jauh dari kota, walaupun sebenarnya merupakan lintasan Banjarmasin-Samarinda.  Mungkin kondisi Pasar Sepaku dapat merupakan satu gambaran, seperti apa tingkat kemajuan sebelum ada IKN.

Di KIPP sedang dibangun kompleks sekolahan baru. Saya belum pernah melihat desainnya, tetapi kalau melihat bangunan sekitar dan mendengarkan penjelasan para pimpinan IKN, sekolah tersebut akan merupakan sekolah modern, yang disiapkan untuk anak-anak ASN yang datang dari Jakarta.  Wajar, karena untuk mendorong ASN mau pindah ke IKN dan membawa keluarga, agar dapat bekerja dengan tenang, harus disediakan sekolah untuk anak-anaknya. Nah, sekolah tersebut harus setara dengan sekolah-sekolah di Jakarta.

Bagaimana keadaan sekolah di luar KIPP, tempat masyarakat  Sepaku menyekolahkan anak-anaknya?  Rasanya masih belum maju, baik kondisi fisik maupun proses pembelajaran.  Masih seperti layaknya sekolah di daerah pedesaan atau pinggiran kota kabupaten. Merurut saya, yang memang begitu umumnya pendidikan di luar kota kabupaten.

Sebagai orang yang menekuni pendidikan dan diminta bantuan untuk menyusun Peta Jalan Pendidikan IKN, yang bergelayut di benak saya, bagaimana memperkecil gap pendidikan antara anak-anak setempat dengan anak-anak ASN yang pindah dari Jakarta.  Anak-anak ASN berbudaya Jakarta dan bersekolah di sekolah yang modern di KIPP. Sementara anak-anak setempat berbudaya lokal yang mungkin sangat berbeda dengan budaya Jakarta dan bersekolah di sekolah yang jauh lebih sederhana.

Memikirkan itu, saya jadi teringat kejadian sekitar tahun 2011. Saat itu, saya mengamati fenomena di Surabaya Barat yang menurut saya tidak sehat secara sosiologis.  Di masa lalu, kampung di Surabaya Barat, tepatnya Surabaya Baratdaya, hanya di pinggir jalan dari Kedurus ke Menganti.  Di sebelah utara kampung merupakan tegal milik orang kampung yang kering yang biasanya ditanami Singkong saat musin hujan. Di sebelah Selatan kampung merupakan sawah milik orang kampung yang ditanami padi. Nah di tahun 2011, daerah tegal berubah menjadi kompleks perumahan mewah plus sekolah modern, bahkan adan universitas swasta yang bergengsi. Sawah di sekolah selatan juga menjadi kompleks perubahan baru yang bagus walaupun tidak semewah yang utara.

Tentu penghuni perumahan sebelah utara maupun selatan, umumnya merupakan pendatang baru secara ekonomi lebih baik, secara sosial juga lebih baik dibanding penduduk asli kampung. Bagaimana agar kedua masyarakat tersebut tidak terjadi kecemburuan?  Pertama, bagaimana anak-anak kampung mendapatkan pendidikan yang baik dan bagaimana caranya agar ada wahana untuk dapat bertemunya anak-anak dari dua masyarakat tersebut. Itulah sebabanya Unesa membangun Lan School di kampus Lidah Wetan yang dapat menjadi tempat belajar anak-anak kampung dengan pendidikan yang baik.  Disamping itu di kampus dibuat hutan kota dengan berbagai ragam tanaman agar dapat menjadi tempat belajar Biologi bagi anak-anak perumahan dan anak-anak kampung, dengan harapan mereka dapat bertemu dalam situasi belajar yang lebih rileks.

Nah, rasanya gagasan tersebut dapat diadaptasi di IKN.  Sekolah-sekolah di pedesaan di luar IKN perlu ditingkatkan mutunya dengan cepat, agar tidak terlalu njomplang dengan sekolab haru di KIPP.  Mungkin juga perlu dibuat semacam Science Center di IKN agar menjadi tempat bertemunya anak-anak dari masyarakat lokal dengan anak-anak dari ASN dari Jakarta, dalam situasi belajar dan lebih rileks.  Science Center akan menjai Melting Pot yang bagus bagi mereka. Semoga

Tidak ada komentar: