Seingat saya nama
Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) itu baru banyak dibiacarakan beberapa waktu
lalu, saat dokter Rica Handayani menghilang di Yogyakarta dan kemudian
ditemukan di Pangkalan Bun Kalimantan Tengah.
Seandainya tidak ada peristiwa hilangnya dokter Rica apakah Gafatar akan
membuat heboh seperti sekarang ini?
Jangan-jangan tidak dan bahkan tidak ada yang memperhatikan.
Dari pemberitaan yang
saya baca, Gafatar merupakan aliran yang menyimpang, misalnya meskipun mereka beragama
Islam tetapi berpendapat bahwa sholat dan puasa tidak wajib. Konon yang menjadi
pegangan bukan Al Qur’an tetapi gabungan Al Qur’an, Injil dan Taurat. Konon Gafatar merupakan kelanjutan dari NII
(Negara Islam Indonesia) yang “berganti baju” menjadi gerakan sosial. Menurut berita, mereka di Mempawah itu
membentuk lokasi pertanian. Jadi mereka
di sana bertani dan konon sudah bisa memberikan hasil yang memadai.
Jujur saya tidak tahu
apa itu Gafatar, membacapun ya sebatas dari koran. Namun dari bacaan yang sangat terbatas itu
muncul pertanyaan, yang pembaca naskah ini dapat memberikan jawaban. Pertama,
dari pemberitaan ternyata jumlah anggota Gafatar itu cukup banyak. Konon ribuan
dan yang sangat menarik yang dipulangkan dari Mempawah itu banyak sekali yang
dari Jawa Timur. Kedua, banyak anggota Gafatar yang dipulangkan dari Kalimantan itu
berpendidikan baik. Konon banyak yang sarjana, bahkan ada yang alumni perguruan
tinggi agama Islam. Juga ada yang
mahasiswa dan berstatus PNS. Ketiga, ketika pindah ke Kalimantan
mereka mengajak semua keluarga dan menjual seluruh aset di daerah asalnya.
Tiga fakta tersebut
(jika benar) menimbulkan pertanyaan yang sungguh menarik. Mengapa orang-orang
terdidik yang tentunya memiliki kemampuan berpikir logis tertarik ikut Gafatar? Mengapa mereka rela meninggalkan pekerjaan
sebagai PNS, meninggalkan kuliah (ada yang masih mahasiswa) untuk pindah
menjadi petani di Kalimantan? Mengapa
mereka menjual seluruh asetnya, sehingga terkesan mereka yang bahwa akan
kerasan menetap di Kalimantan?
Biasanya orang yang
mudah terpengaruh pada oleh hal-hal seperti itu adalah mereka yang kurang
terdidik dan atau mereka yang sedang “kepepet”. Namun dari informasi di koran dan televisi,
mereka yang ikut ke Mempawah sepertinya tidak tergolong dua kategori tersebut. Tentu dokter Rica, mereka yang PNS tidak
termasuk mereka yang kepepet dalam hal ekonomi.
Mereka yang banyak sarjana tentu bukan tergolong yang berpendidikan
rendah. Jika demikian apa yang
“ditawarkan” atau “dipropagandakan” Gafatar, sehingga mampu menarik pengikut
yang tidak sedikit. Bagaimana cara
mereka menawarkan sehingga orang yang terdidik dan tidak kepepet tertarik? Itulah dua pertanyaan yang perlu dikaji.
Menurut informasi
Gafatar merupakan kelanjutan NII, bahkan terkait dengan gerakan ideologis yang
berbahaya. Namun yang saya baca di
koran, apa yang dilakukan mereka di Mempawah adalah bertani. Konon di lokasi pemukiman juga ada
mushola. Mungkinkah itu hanya strategi
untuk menyusun kekuatan dan sekaligus membungkusnya menjadi bentuk kegiatan
sosial? Jika itu benar, sangat mungkin
ada skenario besar yang disusun dengan baik.
Namun ketika lokasi pemukiman dibakar dan mereka dipulangkan, tidak ada
perlawanan. Kesannya mereka bukanlah “pembangkang”
yang berani melawan.
Apakah mereka
menggunakan strategi menyendiri, agar terbebas dari masyarakat yang mereka
anggap sudah menyimpang? Dari sejarah
memang ketika ada kelompok masyarakat yang “mengasingkan diri” karena ingin
terlepas dari masyarakat yang mereka anggap sudah tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang mereka anggap baik.
Rasanya perlu ada
kajian yang mendalam, sehingga kita dapat memahami Gafatar dengan baik dan
dengan itu kita dapat mengambil langkah-langkah menyelesaikan dengan baik. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar