Sebenarnya saya kurang
faham makna kedua kata itu. Saya ingin mendiskusikan karena dua istilah itulah
yang saya rasa paling cocok untuk menggambarkan kemampuan yang saya bayangkan,
terkait dengan pendidikan. Mohon maaf
jika ternyata secara akademik penggunaan kedua istilah itu tidak tepat. Mohon teman yang ahli bahasa berkenan
meluruskannya.
Saya sering mengagumi
bagaimana orang yang mampu mengubah keadaan yang mungkin kebanyakan orang tidak
pernah membayangkan. Siapa yang
membayangkan perkeretaapian berubah begitu banyak saat dipimpin Pak Jonan, yang
sekarang menjadi Menteri ESDM.
Sebelumnya semua orang tahu kereta api sering telambat datang dan juga
terlambat berangkat, sehingga Ivan Fals membuat lagu tentang itu. Percaloan juga seakan telah menjadi bagian
tak terpisahkan dari dunia perkeretaapian.
Demikian pedagang asongan. Siapa
yang membayangkan dalam waktu beberapa tahun saja, perkeraapian telah berubah
seperti sekarang ini. Kereta api berangkat dna datang tepat waktu. Kereta api bersih dan ber-AC serta bebas dari
pedagang asongan.
Bagaimana kota
Surabaya berubah demikian cepat oleh tangan Bu Risma dan sebelumnya telah
dimulai oleh Pak Bambang DH. Taman-taman
menjadi begitu indah. Kampung yang dulu langganan
banjir kini telah banyak yang bebas. Layanan di kelurahan, kecamatan dan kantor
pemerintahan lainnya menjadi sangat baik. Yang terakhir, ternyata pemasangan
kamera di perempatan mampu menertibkan lalu lintas melebihi kehadiran petugas
polantas. Jujur saya tidak tahu apakah anggaran di era Bu Risma memang lebih
besar, sehingga dapat mengubah wajah kota atau karena kepiawaian beliau yang
mampu mengubah kota Surabaya menjadi begitu berbeda.
Di masa lalu, juga ada
almarhum Pak Cacuk yang dalam waktu singkat mampu mengubah wajah telkom. Teman saya yang waktu itu bekerja di telkom
bercerita bagaimana Pak Cacuk “membongkar” kebiasaan di telkom sehingga dapat
waktu singkat berubah dari perusahaan monopoli yang “angkuh” tetapi menjadi “pelayan
pelanggan”. Karyawan yang dahulu tampak
ogah-ogahan bekerja menjadi bersemangat.
Saya juga tidak tahu
bagaimana Pak Ciputra “mengubah wajah Surabaya barat yang dahulu kering
kerontang ibarat tempat “jin membuang anak” menjadi “kota baru” ibarat
perumahan di negara maju. Konon juga Pak
Ciputra yang mampu mengubah Ancol dari pantai yang menyeramkan menjadi tempat
hiburan yang begitu menarik.
Pada tahun 1970an saya
masih ingat Jawa Pos itu “koran kecil” yang hampir mati. Bagaimana Pak Dahlan Iskan mampu mengubahnya
menjadi “raksana dengan anak pinak”, tidak hanya berupa koran baru, tetapi juga
penerbitan, pabrik kertas, pembangkit listrik, TV dan sebagainya. Pada hal, konon Pak Dahlan pada awalnya
wartawan biasa, sebelum pada akhirnya memegang manajemen puncak di grup
perusahaan itu.
Yang terbaru fenomena
Gojek yang mampu mengubah pertaksian di Indonesia dan banyak diperkirakan akan
mengubah pola kuliner. Dengan pola
online (go car), Nabil Makarim mampu merontokkan raksana taksi seperti Blue
Bird, sehingga tepaksa bergabung dengan Go Car.
Melalui aplikasi Go Food, sekarang orang menjadi malan ke warung karena
dengan Go Food makanan dapat diantar kerumah dengan cepat.
Dalam skala lebih
kecil saya mengagumi seorang kawan yang mampu mengubah sekolah yang hampir
tutup menjadi sekolah favorit. Saya juga
punya teman yang mampu mengubah warung kecil warisan orangtuanya menjadi warung
yang sangat laris bahkan mulai membukan cabang di tempat lain. Di Malang juga ada dokter yang mungkin bosan
praktek, tetapi membuka bimbingan belajar bagi calon dokter yang akan ujian
pendidikan profesi (UKM PPD).
Pertanyaan yang
muncul, bagaimana mereka itu memulai perubahan itu. Rasanya dimulai dengan imajinasi yang mungkin
agak liar. Membayangkan bagaimana kalau “menjadi
begini dan begitu”. Gagasanya itulah yang mungkin dirumuskan lebih terstruktur
menjadi visi dan kemudian dengan “gagah berani bahkan penuh tantangan”
dilaksanakan. Saya yakin pasti pada
tahap awalnya banyak orang yang tidak setuju bahkan menentang. Tetapi keberanian melangkah dan kepandaian
mengatasi masalah tampaknya menjadi modal penting.