Minggu sore tanggal 6
Mei 2018 untuk kedua kalinya saya mendatangi UGD Rumah Sakit Islam
Jemursari. Sehari sebelumnya, sabtu saya
sudah ke UGD tersebut karena tiba-tiba tekanan darah saya cukup tinggi, 155/90. Pada hal biasanya di bawah 120. Saat di UGD dicek oleh perawat tekanan darah
saya 140/90, kemudian di EKG dan hasilnya normal. Oleh dokter diberi obat neurodek dan obat mag
dan boleh pulang.
Hari minggu, seharian
saya istirahat seperti yang dipesankan dokter.
Katanya saya kurang istirahat dan memang betul karena sejak rabu
sebelumnya kebetulan saya sangat sibuk.
Mondar-mandir Surabaya-Balikpapan-Samarinda-Jakarta-Jogya-Surabaya. Apalagi Kamis sorenya terkena macet 3,5 jam
di Jakarta gara-gara banjir di daerah Kemang.
Sabtu pagi-pagi pulang dari Jogya mampir rumah untuk sarapan dan terus
mengajar sampai pukul 16an.
Walaupun sudah
istirahat seharian, rasa sedikit pusing belum juga hilang. Sehabis magrib isteri menensi saya dan
tekanan darah justru naik menjadi 162/97.
Dibayangi rasa takut, saya memutuskan untuk kembali ke RSI. Ketika ditensi saya menceritakan bahwa
kemarin sudah kesini dan diberi obat tetapi tekanan darah tidak turun. Mas perawatnya sangat baik dan terasa akrab
sambil ngobrol. Raut wajahnya cerah
dengan senyum tersungging di bibirnya. Saya baca di bajunya beliau bernama
Sukron. Mungkin perawat seperti itu yang
ideal, yang membuat pasien merasa nyaman.
Selesai menensi dan
melaporkan hasilnya kepada dokter, Mas Sukron datang lagi sambil menerima
telepon. Hp diberikan saya dan saya baca
telepon ersebut dari Abah Bagus. Saya
tanya tanya siapa mas, dijawab dari Abah Bagus.
Jujur awalnya saya tidak faham, siapa yang dimaksud Abah Bagus. Maklum di kalangan RSI orang yang sudah
berusia sering dipanggil abah, termasuk saya juga dipanggil abah. Sambil
mendengar suara di hp, saya jadi tahu bahwa yang menelpn Pak Bagus “orang RSI
Jemursari” yang biasa mengurusi hal-hal umum di RSI, antara lain
perparkiran. Intinya Pak Bagus
menyarakan saya opname saja untuk diobservasi.
Akhirnya saya diopname
dan Mas Sukron yang mengurus segala sesuatunya, termasuk memasang infus dan
mencarikan kamar. Sambil memasang infus
beliau cerita ini dan itu, termasuk cerita tentang Cak Anam (Choirul
Anam-pengawas Yarsis-teman lama saya). Mas
Sukron sangat terampil dan ramah.
Memasang infus maupun mengambil darah tidak sakit. Kalau saja semua perawat seperti itu, ramah
dan terampil tentu pasien sangat senang dan tidak merasa “ngeri” di rumah
sakit. Bukankah yang paling banyak
ketemu pasien adalah perawat, karena dokter hanya sebentar-sebentar
ketemunya. Saya merasa wajib mengucapkan
terima kasih kepada Mas Sukron.
Setelah semua selesai,
saya diantar ke kamar untuk opname.
Kebetulan Pak Cholik-Wakil Dekan tempat saya bekerja-hadir sehingga
beliau yang mendorong kursi roda saya.
Isteri saja dan seorang perawat muda mengiringi di belakangnya. Mas Sukron sebagai perawat senior di UGD
tentu harus menangani pasien lainnya. Sebelum
sampai ke ruang opname, ternyata saya harus menjalani foto torak dan CT Scan
otak. Dalam hati saya bertanya-tanya,
apakah sakit saya serius, kok sampai CT scan?
Atau seperti saran Pak Bagus, menisan diobervasi biar tuntas? Ya sudah diikuti saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar