Awal Maret ini ada kecelakaan di Rungkut Surabaya. Bukan kecelakaan lalu lintas, melainkan
kecelakaan saat membangun masjid. Ketika
dilakukan pemasangan tiang pancang untuk membangun suatu masjid, ternyata tiang
pancang tersebut mengena pipa air besar (pimer) sehingga bocor. Akibatnya sekitar 17.000 pelanggan PDAM
Surabaya terkena dampaknya, karena tidak mendapatkan aliran air. PDAM Surabaya sigap, malam itu pula
dikerahkan pasukan untuk mengatasinya.
Ternyata tidak mudah, karena pipa air primer tersebut berukuran besar
dan tertanam cukup dalam. Dikerahkan
alat-alat berat untuk mempercepat pekerjaan.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini menyempatkan untuk datang langsung ke
lokasi.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Ternyata pihak yang membangun masjid tidak tahu kalau di lahan tersebut
tertanam pipa air pimer PDAM. Kok
bisa? Karena lokasi tersebut merupakan
kompleks perumahan baru, dan warga yang membangun masjid umumnya para pendatang. Apalagi pipa tersebut dipasang pada tahun
1990an atau sekitar 30 tahun yang lalu. Jadi masuk akal jika mereka tidak tahu kalau
ada pipa PDAM disitu. Apa tidak mencari
informasi ketika membuat desain masjid?
Mungkin itu kekhlifanan mereka.
Namun juga dapat difahami, karena masjid dibangun swadaya masyarakat
sekitar. Jadi tidak menggunakan SOP
sebagaimana konsultan dan kontraktor besar.
Kalau rancangan masjid dibuat oleh konsultas professional, pasti mereka
akan mencari data lahan tempat masjid akan dibangun. Jika pelaksananya kontraktor pofesional
pastilah akan mencari tahu apa saja bangunan atau jaringan pipa, kabel yang
sebagainya yang ada di lahan tersebut.
Apa pelajaran
yang dapat dipetik oleh kejadian tersebut? Tampaknya, setiap orang yang mendirikan suatu
bangunan perlu mencari informasi tetang hal-hal yang terkait dengan lahan
tempat bagunan itu akan didirikan.
Adakah aturan zoning, garis sepadan, ketinggian bangunan, adakah pipa
air, pipa gas, kabel listri, kabel telepon yang melalui lahan tersebut dan
sebagainya. Berdasar informasi yang
lengkap dapat dihindari adanya bangunan yang melanggar aturan dan terutama
kecelakaan seperti yang terjadi di Rungkut Surabaya itu.
Kehatian-hatian lebih diperlukan lagi jika di lahan calon bangunan itu
sudah ada bangunannya. Apalagi jika di
bangunan lama itu ada penghuninya.
Lebih-lebih lagi jika bangunan baru itu nanti berhimpitan atau merupakan
penyempurnaan bangunan lama. Apalagi
jika bangunan lama digunakan untuk aktivitas yang tidak boleh berhenti. Mungkin itulah salah satu bidang yang
dipelajari dalam bidang manajemen konstruksi. Bagaimana agar pembangunan Gedung
baru dapat berjalan dengan lancer, tetapi aktivitas kerja di bangunan lama
tetap dapat berjalan. Mungkin manajemen
konstruksi yang mengatur pembangunan Masjidil Haram mungkin bisa dijadikan
contoh. Bagaimana mengatur tahapan
pembangunan masjid, sementara masjid tetap berfungsi dan didatangi ribuan
jamaah.
Apakah prinsip tersebut diatas hanya berlaku di pembangunan fisik atau
juga berlaku di bidang social? Bukankah
teori masa kritis (critical mass) yang sekarang popular di bidang sosial itu
diadopsi dari teori Fisika? Merenungkan
kejadian itu, saya jadi teringat nasehat teman senior kepada yuniornya yang
baru saja terpilih menjadi rektor suatu perguruan tinggi negeri. Begini kira-kira nasehatnya. Sebagai rektor baru yang memiliki keinginan
besar menggebrak agar universitasnya cepat maju, kamu memang bisa menggunakan
filosofi the winner takes all.
Artinya kamu dapat mengganti semua staf inti dan mengganti semua
kebijakan yang kamu rasa kurang pas.
Namun, kamu harus ingat konskwensinya.
Crew kamu yang baru belum tentu faham terhadap apa yang sudah dikerjakan
selama ini, dimana dokumennya, apa yang sudah dicapai dan sebagainya. Jika crew kamu itu “orang luar” artinya orang
yang selama ini tidak terlibat dalam aktivitas kampus selama ini, bukan
mustahil akan salah memahami dinamika kampus.
Juga kamu harus ingat, bukan mustahil ada demotivasi bagi orang-orang
lama yang kami singkirkan.
Lantas bagaimana sebaiknya?
Begitu sang yunior bertanya. Ada dua pilihan, pertama kamu bisa
mix, orang lama dengan orang baru. Tentu
orang lama dipilih yang kamu yakini dapat memahami ide-idemu. Mereka digabungkan dengan “orang-orang baru”
yang kamu pilih. Pastikan kedua kelompok
orang ini dapat berkomunikasi dengan baik, dapat bersinergi dan akhirnya
menjadi tim baru yang handal. Pilihan
kedua, biarkan orang-orang lama bekerja dan bersamaan dengan itu dimasukkan
“orang-orang baru” untuk belajar memahami kondisi universitas. Sambil diamati orang-orang lama yang memiliki
pandangan sama dengan kamu. Setelah
waktunya cukup, mulailah dilakukan restrukturisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar