Judul tersebut merupakan bab terakhir dari buku Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia, tulisan Yuval Noah Harari. Buku aslinya terbit tahun 2015 dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia tahun 2015. Sampai pertengahan tahun lalu telah mengalami 8 kali cetakan. Artinya buku tersebut dibeli dan dibaca banyak orang.
Sebagai
profesor sejarah, tampaknya Harari ingin mengungkapkan renungannya tentang
manusia. Tentu berdasarkan pemikirannya
dan kita boleh saja tidak setuju, setelah membacanya. Pada bukunya yang terdahulu yang berjudul
Sapiens, Harari menganalisis dari mana kita (manusia), pada buku Homo Deus ini
dia mengajukan analisis masa depan manusia.
Sekali lagi, kitab oleh setuju dan boleh juga tidak.
Alogaritma
seperti tersebut juga dapat menjangkau pemahaman terharap kesadaran atau perasaan
seseorang. Biro jodoh yang memasangkan
dua calon yang diyakini saling cocok akan menggunakan cara tersebut, yaitu menggandengkan
Dengan
menggunakan alogaritma, pelaku bisnis dapat melakukan prediksi tentang
perkembangan ekonomi, pergeseran perilaku konsumen dan sebagainya, sehingga
dapat melakukan investasi secara baik.
Bursa saham, oleh Harari dianggap contoh alogaritma yang menggambungkan
berbagai aliran data dalam dunia bisnis, sehingga setiap detik orang dapat
melakukan prediksi terhadap bisnis yang diincar.
Menggunakan
logika tersebut, Harari menjelaskan perbedaan perilaku di negara kapitalis dan
negara komunis yang keduanya juga merupakan alogaritma. Di negara komunis alogaritma dikendalikan
secara terpusat, sedangkan di negara kapitalis pengendalian alogaritma
terdistribusi. Bahkan tidak jelas lagi
siapa yang mengendalikan. Dengan alogaritma
yang dikendalikan secara terpusat, maka pengambilan keputusan menjadi lambat. Dengan terdistrubusinya pengendali alogaritma,
maka pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat. Juga dapat saling mengoreksi. Itulah yang menurutkan
Harari menjadi kunci mengapa kapitalis “menang” sebenarnya bukan karena masalah
ideologi, tetapi karena pengambilan keputusan yang lebih cepat dibanding
komunis.
Harari juga
menyampaikan kecenderungan keterbukaan informasi. Dengan slogan “rekam, unggah, bagikan” dengan
menggunaan Wikipedia sebagai contoh bagaimana manusia ingin pendapatnya atau
pemikirannya dibagi kepada banyak pihak.
Harari juga mencotohkan kasus anak muda di Amerika Serikat yang bunuh
diri karena diadili karena “menjebol” beberapa web jurnal dengan tujuan agar
dapat dibaca oleh semua orang. Yang
bersangkutan bersikukuh informasi mestinya milih public, sehingga tidak boleh “ditutup”
dan hanya boleh dibaca oleh yang membayar.
Karena
perilaku manusia, termasuk dalam pemilu juga merupakan alogaritma, jika sudah
ditemukan machine learning yang canggih, mungkin pemilu tidak lagi
diperlukan. Perangkat canggih tersebut
sudah memprediksi dengan akurat pilihan orang, sehingga pemilu seperti saat ini
dilakukan menjadi tidak perlu. Logika
semacam itu bisa diterapkan dalam kehidupan yang lain dan Harari yakin pada
saatnya akan digunakan.
Dengan
menggunakan film fiksi, Harari membayangkan pada saatnya akan muncul robot
canggih yang dapat berkembang mandiri (self developed), sehingga tidak
tergantung pada manusia yang mengembangkan.
Robot seperti itu akan “lepas” dari yang mengembangkan dan berperilaku
dan berkembang berdasarkan data yang masuk dan diolah dengan logika
logaritma. Dengan logika itu, Harari
mempertanyakan, jika dimana lalu pola pikir homo sentris sangat mungkin ke
depan bergeser ke data sentris. Dan itulah yang oleh Harari disebut Agama Data.
Di akhir buku
ternyata Harari sendiri masih ragu terhadap renungan tersebut di atas sehingga
meminta pembaca mempertanyakan 3 hal yaitu:
1. 1. Apakah organisme memang benar-benar
alogaritma, dan kehidupan ini hanya benar-benar hanya pemrosesan data?
2. 2. Apa yang lebih berharga kecerdasan
atau kesadaran.
3. 3. Apa yang akan terjadi pada masyarakat,
politik dan kehidupan sehari-hari ketika alogaritma non kesadaran tetapi sangat
pintar mengenal kita lebih baik dibanding kita sendiri?
Sekali lagi kita boleh setuju atau tidak setuju dengan tulisan Harari di atas. Mari kita juga merenung berdasar keyakinan
kita dengan bertanya kepada diri sendiri, dari mana kita berasal dan kemana
akhirnya kita akan pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar