Rencana Pemerintah untuk merevisi UU Sistem Pendidikan Nasional mendapat respons yang masif dari masyarakat. Para pakar, pemerhati pendididikan, organisasi penyelenggara pendidikan, organisasi guru, dan bahkan beberapa dewan guru besar di universtas bersemangat memberikan respons. Tentu responsnya sangat beragam, sesuai dengan sudut pandang dan perhatian masing-masing. Ada yang setuju, ada yang menolak, ada yang memberi masukan, ada yang mengkritisi naskah penyempurnaan UU tersebut.
Kalau dicermati, ada benang merah dari berbagai respons tersebut yaitu masyarakat punya perhatian serius terhadap pendidikan dan merasa ingin terlibat dalam implementasinya. Menurut saya fenomena tersebut sesuatu yang positif, sekaligus mematahkan hipotesis bahwa masyarakat sekarang cuek terhadap pendidikan dan menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan ke pemerintah. Jika ternyata masyarakat punya keinginan terlibat dalam pelaksanaan pendidikan, sebaiknya Pemerintah menyambut dengan baik. Perlu dicari formulasi agar keterlibatan masyarakat tersebut dapat menjadikan pendidikan sebagai sebuah gerakan yang melibatkan berbagai elemen bangsa. Kita dapat belajar dari bagaimana upaya Pemerintah melaksanakan vaksinasi covid-19 yang pada awalnya tidak mudah. Vaksinasi berjalan baik, setelah berbagai pihak terlihat. TNI, Polri, berbagai instansi lainnya, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, bahkan dunia bisnis ikut terlibat.
Penelitian Thomas Friedman mengapa di Shanghai mutu pendidikan meningkat dengan cepat, salah satunya disebabkan keterlibatan orangtua dan masyarakat. Keterlibatannya bukan hanya dalam membayar biasa sekolah, tetapi sampai pada proses belajar mengajar. Beberapa sumber menyebutkan pola tersebut sekarang juga diadposi oleh Vietman, sehingga mutu pendidikannya meningkat tajam.
Ki Hajar Dewantara menyebut tri pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat. Tentu tiga pusat itu tidak hanya sebagai pelaksana semata, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, terlibat dalam merancang arah pendidikan, bagaimana strategi melaksanakan, melaksanakannya secara nyata, bahkan sampai mengevaluasi apa yang perlu disempurnakan. Dengan melibatkan masyarakat, diharapkan akan timbul rasa memiliki. Mark Heyward, direktur program Inovasi sering menyebutkan pentingnya rasa memiliki program pendidikan oleh masyarakat, sehingga mereka mau berperan aktif bersinergi dengan pemerintah untuk menangani pendidikan. Dengan rasa memiliki, masyarakat akan terdorong untuk mengatasi jika pelaksanaan pendidikan mengalami kendala.
Data di Kemendikbudristek menunjukkan jumlah sekolah/madrasah swasta sebanyak 56,29% dari total sekolah/madrasah yang ada, sedangkan yang negeri hanya 43,71%. Itu belum termasuk pondok pesantren yang juga menjalankan fungsi pendidikan. Di samping itu seringkali yang lebih dahulu hadir di daerah terpencil atau di masyarakat “kelas bawah” adalah sekolah/madrasah swasta. Dengan demikian pelibatan mereka tentu tidak dapat dinegasikan. Apalagi lembaga penyelenggara sekolah, seperti Muhammadiyah, Al Ma’arif NU, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Majelis Pendidikan Kristen, Tamansiswa sudah hadir sejak sebelum kemerdekaan, sehingga mengakar di masyarakat. Masalah pendidikan ternyata juga bukan sekedar masalah teknis seperti penyediaan fasilitas, guru dan kurikulum, tetapi juga terkait dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Mantan Mendikbud, Mohammad Nuh suatu saat mengatakan pemerintah tidak dapat menangani pendidikan sendirian, sehingga melibatkan berbagai pihak merupakan suatu keniscayaan.
Walaupun Undang-undang Dasar 1945 mengamatkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN, kita sering mendengar keluhan Kemdikbudristek bahwa anggaran yang dikelola tidak mencukupi. Mengapa? Karena dari 20% tersebut sebagian besar anggaran ditransfer ke daerah, karena pendidikan merupakan sektor yang didesentralisasikan, plus terbagi di berbagai kemernterian yang juga memiliki lembaga pendidikan. Jika pemda sebagai “pemilik” sekolah negeri, lembaga penyelenggara pendidikan swasta, Kementerian Agama sebagai komandan madrasah, pakar dan pemerhati pendidikan, bahkan dunia indutri dapat diajak serta dalam menangani pendidikan, maka tugas Pemerintah akan jauh lebh ringan. Ibarat sebuah orchestra, peran Pemerintah lebih banyak sebagai dirigen yang mengatur irama pendidikan supaya sinergis dan berjalan sesuai dengan arah yang telah disepakati bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar