Tanggal 14-16 Juni 2022 saya mengikuti Munas ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) di Bandung, dengan tuan rumah UPI (Universitas Pendidikan Indonesia). Menurut saya acaranya semarak dan bagus. Munas dihadiri oleh utusan dari 21 daerah. Juga dihadiri secara langsung oleh Pak Didik Suhardi, PhD mewakili Menko PMK, Menteri Agama hadir secara daring karena sedang di Roma, Pak Totok Suprayitno, PhD hadir langsung mewakili Mendikbudristek. Juga hadir Prof. Mouhammad Nuh, mendikbud era kabinet Pak SBY. Ketua ISPI, Prof. Sunaryo yang saat ini menjadi duta besar di Uzbekistan juga hadir.
Yang mengagetkan adalah data di web bahwa anggota ISPI yang tercatat tidak sampai 5.000 orang. Bahkan ketika munas berlangsung ada seorang wakil rektor universitas negeri di Bandung yang bertanya ISPI itu apa. Pada hal universitas tersebut menghasilkan sarjana pendidikan. Fenomena tersebut tentu merisaukan peserta munas dan dalam diskusi informal, hampir semua orang setuju agar ISPI direvitalisasi.
Namanya ISPI, berarti yang potensial menjadi anggotanya
adalah sarjana pendidikan atau lulusan LPTK.
Jumlah LPTK se Indonesia, baik negeri maupun swasta, baik yang berada di
bawah Kemendikbudristek maupun Kemenag sekitar 1.500 buah, dengan jumlah prodi
hampir 5.000 buah. Konon jumlah
mahasiswa prodi kependidikan sekitar 2,5 juta orang sehingga dapat diperkirakan
setiap tahun meluluskan sekitar 500.000 orang.
Jika anggota ISPI yang tercatat kurang dari 5.000 orang, dapat diduga
para sarjana pendidikan tidak mengenal ISPI. Mungkin juga tahu tetapi tidak
merasa perlu menjadi anggota ISPI.
Mengapa mereka tidak mengenal ISPI dan atau mengapa mereka merasa tidak
perlu menjadi anggota ISPI, itulah yang perlu dianalisis, sehingga dapat
dilakukan langkah-langkah mengatasinya.
Biasanya orang merasa perlu bergabung dengan suatu komunitas
atau organisasi kalau mendapat manfaat. Manfaat biasanya terkait dengan kebutuhan.
Nah, apakah kebutuhan para sarjana pendidikan yang umumnya menjadi dosen atau
guru. Sangat mungkin terkait dengan dua
hal, yaitu ekonomi dan peningkatan profesinalisme di pekerjaannya.
ISPI bukankah organisasi “kaya” atau organisasi yang bergerak
di bidang ekonomi, sehingga rasanya kemungkinan kecil dapat membantu mengatasi
masalah ekonomi anggotanya. Oleh karena
itu yang potensial dilakukan adalah upaya membantu profesionalime para sarjana
pendidikan, sehingga mereka tertarik menjadi anggota ISPI.
Sebagaimana biasanya, organisasi profesi beranggotakan
orang-orang yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Apalagi sebagian besar anggota ISPI adalah
dosen dan guru yang tentu dituntut bekerja penuh waktu, sehingga tidak punya
waktu longgar untuk mengurus organisasi.
ISPI juga bukan organisasi yang “kaya” sehingga, setahu saya, belum
memiliki kantor dan pegawai yang penuh waktu.
Oleh karena itu, pengurus ISPI harus pandai-pandai membagi waktu dan
pandai-pandai memanfaatkan SDM untuk memutar roda organisasi, termasuk memenuhi
kebutuhan anggota dan atau calon anggota.
Karena diduga kebutuhan pokok anggota yang dapat segera dipenuhi
adalah hal-hal yang terkait dengan peningkatan profesionalisme, maka pengadaan seminar/pelatihan/referensi/publikasi
adalah pilihan yang mungkin cocok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar