Beberapa
hari lalu, Ir Abdulkadir Baraja datang ke kampus Unesa. Beliau datang sebagai Ketua YDSF (Yayasan
Dana Sosial Alfalah) untuk “meniru” program SM3T bagi sekolah di pelosok di
Jawa Timur. Ide cemerlang sekaligus
wujud kepedulian YDSF kepada sekolah-sekolah di daerah terpencil di Jawa Timur.
Program itu diberi nama Jawa Timur Mengajar. Pada saat itu juga ditandatangani
MoU antara Unesa dengan YDSF untuk program Jawa Timur Mengajar. Unesa bertindak sebagai pelaksana dan YDSF
selaku peyandang dana.
Di
akhir acara Pak Kadir bercerita tentang salah satu perusahaannya, yang bernama
Infoglobal. Katanya perusahaan itu dapat
me-replace dashboard pesawat F5 dan
F16 milik TNIU AU yang banyak grounded
akibat embargo suku cadang. Saya kaget
dan setengah tidak percaya. Bukankah itu
teknologi canggih dan hanya perusahaan besar yang dapat melakukan. Untuk
meyakinkan saya, beliau mengajak saya melihat workshopnya di daerah Dinoyo. Beliau berjanji akan menjemput saya di
kampus.
Rabu
pagi tanggal 17 Juli 2013, sekitar pukul 8.30 Pak Kadir sudah berada di lobi
rektorat Unesa. Kami segera meluncur ke
daerah Dinoyo. Ketika mobil berbelok di
suatu gedung tua, di sebelah kantor Pajak jalan Dinoyo, dalam hati saya
bertanya, apakah ini lokasi Infoglobal.
Gedungnya nampak tua dan kurang terawat.
Halamannya ditumbuhi rumput tinggi yang juga tampak kurang terawat. Di tempat parkir ada beberapa mobil tua. Atap tempat parkir terbuat dari seng yang
sudah karatan dan bolong-bolong.
Ketika
kami masuk lewat pintu halaman samping, terlihat speda motor berjajar yang saya
duga milik karyawan. Mungkin sekiar 20
buah. Di samping gedung workshop tampak
gedung lain yang mirip rumah tinggal yang juga kurang terawat. Teras workshop terbuat dari paving yang juga
tampak sudah tua. Semua mengesankan seperti
gedung tua, kurang terawat dan tidak memberi gambaran perusahaan yang membuat
barang canggih. Satu-satunya yang
menunjukkan itu, hanya tulisan di gerbang berbunyi “Infoglobal avionic”.
Ketika
masuk saya baru kaget. Begitu membuka
pintu, yang saya hadapi adalah model dashboard pesawat F5. Ketika didemokan bagaimana sistem control di dashboard
itu mampu mengendalikan peawat tempur, saya jadi terkagum-kagum. Workshop dg gedung tua, mampu me-replace sistem control pesawat
temput. Dari demo tampak sekali semua
instrumen berjalan dengan baik sesuai dengan tayangan pesawat di layar TV.
Setelah
itu saya diajak melihat karyawan yang sedang bekerja di ruangan yang sama. Menurut Mas Choirul, pimpinan Infoglobal,
ruang itu mirip ruang “R and D”. Di
situlah teknologi kontrol pesawat tempur dipelajari. Kemudian dirancang penggantinya. Karena yang asli menggunakan “teknologi lama”,
sementara pengganti yang diciptakan menggunakan “teknologi baru”. Namun tempatnya harus sesuai dengan yang ada, maka
para desainer harus mampu membuat instrumen yang wadahnya (casing-nya) tepat
dengan yang lama, fungsinya minimal sama dengan yang lama tetapi menggunakan
teknologi baru. Dan ternyata para anak
muda itu mampu. Suatu prestasi yang
menurut saya harus diacungi jempol.
Menurut
Pak Kadir dan Mas Choirul, sistem kontrol pada dashboard pesawat F5 dan F16 yang
dibuat oleh Infoglobal telah teruji.
Artinya pesawat yang semula grounded
telah dapat kembali terbang dengan fungsi yang sama dengan aslinya. Oleh karena itu, gedung tua dan tidak terawat
itu setiap tahun menjadi kunjungan peserta SESKO AU. Para perwira menengah TNI AU yang konon
nantinya akan menjadi pejabat penting itu berlajar ke Infoglobal. Bahkan dari
email yang dikirim Pak Kadir, saat pameran di Jakarta stand Infoglobal
dikunjungi oleh Menhankam.
Yang
lebih menarik, gedung tua itu sudah dikunjungi petinggi dari Malaysia dan
ditawari untuk pindah ke Kualalumpur dengan dbuatkan gedung bagus. Konon juga sudah mendapat pesanan dari Iran. Mungkin untuk me-replace sistem kontrol pesawat tempur Iran tinggalan Amerika
Serikat, pada saat era sebelum revolusi Islam.
Dari
ruang R and D, saya diajak ke ruang sebelah yang disebut ruang assembling. Di ruang itu empat anak mudah bekerja,
merakin komponen ekeltronik untuk sistem kontrol tadi. Luar biasa.
Mereka bekerja semi manual dibantu dengan kaca pembesar. Namun mampu merakit dan menyoder dengan sangat
presisi.
Dari
ruang assembling, saya diajak melihat ruang desain. Di ruang itu, lagi-lagi anak muda merancang
casing alat-lat avionic. Kalau alat yang
lama ada dan dapat ditiru, tinggal meniru.
Namun kalau tidak ada, mereka mendesain dari nol. Hasil desain itu kemudian ditransfer ke mesin
CNC yang ada di ruang sebelah. Mesin CNC
itu dioperasikan oleh anak SMK yang sedang praktek.
Apa
yang dapat dipetik sebagai pelajaran dari Infoglobal Avionic tadi? Pertama, ternyata anak-anak Indonesia terbukti mampu mengerjakan
teknologi canggih, yang mungkin tidak dibayangkan banyak orang. Menurut Mas Choirul, memang itu pekerjaan
berat yang memeras otak dan semangat pantang menyerah. Sesuatu yang mungkin tidak pernah diperoleh
di bangku sekolah dan bangku kuliah.
Konon untuk memahami teknologi sistem kontrol pesawat tempur F5 perlu
waktu dua tahun. Baru setelah itu
memikirkan bagaimana dapat me-replace
dengan teknologi yang lebih baru.
Kedua, para anak muda tersebut sangat beragam latar belakang pendidikannya. Ada yang berpendidikan S1, D3 dan bahkan
beberapa tamatan SMK. Bidangnya juga
macam-macam, ada mesin, elektronika, telekomunikasi dan bahkan ada yang statistik. Ketika saya tanya berapa persen dari apa yang
dikerjakan saat ini sudah diperoleh di bangku kuliah, sambil tersenyum
rata-rata menyebut angka di bawah 10%.
Artinya sebagian besar harus dipelajari sendiri. Itulah sebabnya, mereka mengatakan perlu waktu
sekitar satu tahun untuk memahami tugas yang sekarang ditangani. Berarti kemampuan dan semangat belajar
sendiri menjadi kunci penting dalam bekerja di Infoglobal.
Ketiga, melihat cara kerja para anak muda itu, rasanya itulah laboratorium
yang sebenarnya. Mereka merancangbangun
sesuatu yang canggih. Mereka memeras
otak untuk menemukan desain yang terbaik, menemukan cara kerja yang terefisien,
menemukan rakitan yang presisi dan sebagainya.
Rasanya
para pendidik, khususnya perancang kurikulum perlu melihat cara kerja anak muda
di Infoglobal. Saya yakin, di era
teknologi pola kerja seperti itu yang akan banyak mengisi pekerjaan mendatang. Infoglobal mungkin dapat menjadi laboratorium
bagaimana menyiapkan tenaga hebat untuk era iptek. Perancang kurikulum perlu menemukan apa
sebenarnya bekal utama yang harus dipelajari dan dikembangkan untuk mampu
menghadapi era iptek seperti itu. Dan Pak Kadir layak untuk mendapat apresiasi
untuk inovasinya.
2 komentar:
sangat luar biasa
merancang kurikulum diperlukan pemikiran sesuai kehidupan siswa dijamannya, menghadapi tantangan dan berfungsinya bangku sekolah untuk kehidupan
allahu akbar
indonesia bisa
Posting Komentar