Seperti
saya uraian sebelumnya, tanggal 1 s.d. 3 Juli 2013 saya ke Timor Leste,
memenuhi undangan Direktur Katilosa untuk menandatangani MoU, sekaligus
melaksanakan pelatihan Pendidikan Inklusif bagi para kepala sekolah di Distrik
Baucau. Waktu tiga hari saya manfaatkan
juga untuk mengamati situasi sosial kemasyarakatan, khususnya dalam bidang
pendidikan. Saya juga memanfaatkan untuk
bertemu dan berdiskusi dengan teman-teman di Dili dan di Baucau.
Berikut
ini pelajaran yang dapat dipetik dari Timor Leste. Pertama,
sepanjang perjalanan dari Dili ke Baucau saya menyaksikan bahwa lahan di kiri
dan kanan jalan terkesan gersang.
Walaupun masih ada hujan, tetapi banyak lahan yang hanya ditumbuhi
rumput atau semak yang tidak subur.
Sepertinya tanah disana mengandung kapur, sehingga tanaman tidak dapat
tumbuh dengan baik, walaupun pada musim hujan.
Bahkan ada beberapa bukit yang seperti betul-betul gundul.
Kedua, kondisi sosial ekonomi tampaknya “masih memprihatinkan”. Saya menyaksikan pola pertanian di sepanjang
perjalanan masih sangat tradisional. Pak
Lorentino juga mengakui kondisi
tersebut. Dia bercerita ketika
naik mobil dari Yogyakarta ke Solo menjumpai pertanian yang sangat maju. Oleh karena itu, Pak Lorentino ingin
mengundang petani dari Klaten untuk mengajari petani petani di Timor Leste.
Saya
juga menyaksikan banyak orang yang mandi di sungai dan pulangnya membawa air
dalam jirigen. Melihat itu, saya
teringat kebiasaan masyarakat di kampung saya pada tahun 1960an. Saya bertanya
apakah orang Timor Leste tidak memiliki sumur?
Ternyata memang belum. Artinya upaya
untuk memiliki sumber air bersih belum menjadi tradisi masyarakat. Mereka masih menggunakan apa yang ada atau
yang nampak di depan mata.
Sebagian
besar rumah beratap rumbai atau daun alang-alang atau sejenis itu. Pada umumnya lantai dari tanah. Dinding rumah terbuat dari papan atau semacam
sesek. Halaman juga tampak kumuh dan belum dimanfaatkan untuk menanam sesuatu
atau keperluan lainnya. Kebersihan
tampaknya belum menjadi tradisi masyarakat.
Namun
demikian di kota Dili terdapat rumah dan gedung bagus dan bahkan terkesan
mewah. Kantor pemerintahan yang baru
dibangun juga tampak mewah. Beberapa
kompleks pertokoan juga sedang dibangun dengan kondisi cukup baik. Ketika menuju Baucau saya ditunjukkan rumah
pribadi Pak Ramos Horta dan rumah kediaman Pak Xanana Gusmau yang cukup megah.
Kesenjangan
tampaknya cukup terlihat antara elit dan masyarakat pada umumnya. Mungkin ini ciri masyarakat yang baru mulai
tumbuh. Kalangan elit mampu menangkap kesempatan,
sehingga segera melejit. Mereka itulah
yang mampu membangun rumah bagus.
Sementara sebagian besar masyarakat yang tidak mampu menangkap peluang
itu tetap hidup serba kekuarangan.
Yang
lebih mengejutkan saya, Timor Leste belum memiliki mata uang sendiri. Mata uang yang digunakan adalah dolar Amerika
Serikat. Hampir semua barang
sehari-hari, seperti mie instan, makanan kecil, semen, besi beton dan
sebagainya berasal dari Indonesia. Konon
dikapalkan dari Surabaya. Akibatnya
harga barang-barang seperti itu lebih mahal dibanding di Indonesia.
Ketiga, pendidikan di Timor Leste juga masih memprihatinkan. Menurut Menteri Pendidikan Timor Leste, saat
pisah dari Indonesia banyak sekali guru-guru yang kembali ke tempat asal. Pada hal saat itu sebagian besar guru di
Timor Leste berasal dari daerah lain.
Akibatnya Timor Lester kekurangan guru.
Lebih parah lagi, guru yang pergi itu sebagian besar guru MIPA yang
tidak mudah dicari dari tenaga setempat.
Kondisi
gedung sekolah juga tampak kurang terawat.
Menurut Pak Lorentino gedung sekolah seperti itu dibangun saat masih
bersatu dengan Indonesia. Saat ini Timor
Leste belum mampu membangun banyak sekolah baru. Bahkan sepertinya memelihara sarana sekolah
yang sudah ada juga tidak mudah.
Ketika
pagi hari Di Dili maupun di Baucau saya melihat banyak anak yang berangkat
sekolah. Banyak dari mereka yang hanya
membawa sebuah buku tulis. Mirip seperti
yang saya temukan di pedalaman Sumba Timur.
Ternyata mereka tidak memiliki buku pelajaran. Mirip di kampung saya
tahun 1970an. Dapat dibayangkan bagaiama kesulitan sekolah, ketika anak-anak
tidak memiliki buku pelajaran.
Yang
lebih unik, seperti diceritakan Pak Lorentino, buku pelajaran menggunakan
bahasa Portugis, tetapi guru mengajarkan menggunakan bahasa Indonesia atau
bahasa Tetun. Mengapa demikian? Karena banyak guru yang tidak lancar
berbahasa Portugis, apalagi siswanya.
Para guru pada umumnya lulusan sekolah ketika masih bersatu dengan
Indonesia. Jadi wajar kalau tidak dapat
berbahasa Portugis. Akibatnya, ketika pemerintah Timor Leste memutuskan bahasa
pengantar di sekolah menggunakan bahasa Portugis, mereka kesulitan.
3 komentar:
Kenapa Timor leste ga minta bantuan ke negara barat aja, spt Aussie dkk?
Kenapa malah minta bantuan ke RI yg dulu (dan sekarang) mereka caci maki sebagai penjajah?
Bkannya mereka yg ngebet minta Tim-Tim dulu lepas dari RI? Skrng negara Aussie dkk malah kabur meninggalkan rakyat Timor Leste yg malah semakin nelangsa, eh malah mereka ngemis2 ke kita minta di bantu. (wani piro?) Cuma satu kesan ane, gak tahu malu..
Timorleste akan terbelenggu kemiskinan dlm waktu yg sangat lama mungkin ratusan tahun. Semua itu karena minimnya SDA dan SDM yg dipunyai serta pola pikir masyarakatnya. Negara idolanya yaitu portugal saja sampe sekarang masih menjadi salah satu negara termiskin di eropa. Timorleste adalah potret negara gagal. Seandainya smua barang kebutuhan hidup tidak disuplai dari indonesia mungkin rakyatnya sudah kelaparan krn harga tentu semakin tidak terjangkau kalau didatangkan dari negara lain yg lebih jauh.
Assalamualaikum...
saya AGUNGSAHAR seorang supir angkot di jawa timur ingin mengucapka banyak terimah kasih kepada AKI KOMO atas bantuan AKI. kini impian saya selama ini sudah jadi kenyataan dan berkat bantuan AKI KOMO pula yang telah memberikan angka gaib hasil ritual beliau kepada saya yaitu 4D dan alhamdulillah berhasil tembus.sekali lagi makasih yaa AKI karna waktu itu saya cuma bermodalkan uang cuma sedikit dan akhirnya saya menang.Berkat angka gaib hasil ritual AKI KOMO saya sudah buka usaha peternakan ayam dan istri saya juga buka warung makan dirumah. Kini kehidupan keluarga saya jauh lebih baik dari sebelumnya,bagi anda yg ingin seperti saya silahkan HUB AKI KOMO di nomor hpnya di: 085 319 483 234 ramalan AKI KOMO memang memiliki ramalan GAIB” yang dijamin 100% tembus, sekali lagi terima kasih banyak Aki, seumur hidup saya tidak akan melupakan kebaikan AKI KOMO Demikian kisah nyata dari saya tanpa rekayasa,hanya ingin berbagi pengalaman dengan teman-teman senasib.
Posting Komentar