Saya sudah lama ingin menulis artikel ini, tetapi
entah mengapa tersilap oleh urusan lain.
Hari ini teringat kembali dan saya tulis dengan maksud berbagi pemikiran
dengan pembaca blog. Pada wisuda Maret
lalu, mahasiswa penerima Beasiswa Bidik Misi angkatan pertama Unesa sudah lulus
sebanyak 11 orang. Dan yang sangat
menarik, 8 diantara 11 orang yang lulus dalam tujuh semester itu cum
laude. Tiga lain yang tidak cum laude,
IPK-nya semua diatas 3,3. Sungguh
mengembirakan. Ternyata adik-adik
mahasiswa dari keluarga kurang mampu itu potensinya luar biasa.
Karena
mereka “luar biasa”, maka saya perlukan untuk secara khusus mengundang
mereka. Bukan apa-apa, saya ingin tahu
lebih jauh keadaan keluarga mereka dan apa langkah yang ingin diambil setelah
lulus. Saya ingin tahu dari mana mereka
berasal, apa pekerjaan orangtuanya, berapa saudara kandungnya dan
sebagainya. Dan yang yang terpenting,
saya ingin tahu setelah lulus apakah, mereka masih ingin melanjutkan kuliah
atau ingin segera bekerja.
Dalam
dialog singkat dengan mereka, menjadikan saya menahan rasa haru yang sangat
dalam. Ke sebelas alumni Bidik Misi itu
betul-betul dari keluarga kurang mampu.
Pekerjaan orang tua mereka ada yang buruh tani yang mengandalkan ongkos ketika
diminta/disuruh mengerjakan ini dan itu oleh petani yang memiliki lahan. Mereka sendiri tidak memiliki lahan. Ada yang buruh nelayan yang juga tidak
memiliki perahu. Pekerjaannya melaut
dengan perahu nelayan pemilik perahu dan mendapatkan ongkos sesuai dengan
lamanya melaut. Ada yang buruh
serabutan, artinya bekerja apa saja yang diminta atau disuruh oleh orang lain.
Yang
lebih mengharukan, beberapa diantara mereka anak yatim atau piatu. Bahkan ada seorang alumni yang yatim piatu,
anak sulung dari tiga bersaudara yang sehari-hari diasuh oleh pakdenya. Namun prestasi mereka yang dapat lulus 7
semester, dengan IPK di atas 3,3 bahkan cum laude, menambah keyakinan bahwa
Allah swt itu Maha Adil, mungkin sengaja memberikan otak encer kepada mereka untuk
pada saatnya menjadi “lokomotif” penarik keluarganya keluar dari kemiskininan.
Semangat
belajar mereka sudah teruji, sehingga ketika 10 diantara mereka ingin menempuh
S2 sebagai rektor saya mendukung penuh.
Apalagi pemerintah memang menyediakan beasiswa khusus bagi mereka. Namun tentu dengan pesan, jangan sampai
melupakan keluarga, khususnya adik-adiknya yang memerlukan bimbingan dan
bantuan, agar segera menyusulnya untuk berkuliah dan berprestasi.
Yang
sungguh sangat menarik, adalah “si yatim piatu”. Gadis dari Cerme Gresik, lulusan S1 Pendidikan
Bahasa Indonesia dengan predikat cum laude itu, memutuskan belum ingin
melanjutkan kuliah ke S2. Bahkan
sekarang dia sudah mulai mengajar di SMK Swasta di Cerme. Apa yang membuat alumni tersebut
istimewa? Kesadarannya untuk segera
bekerja, sehingga dapat mengasuh dua adiknya yang masih kecil dan sekolah. Sungguh hebat. Tidak hanya cerdas otaknya, tetapi juga mulia
hatinya. Semoga Illahi robbi
membimbingnya, dan pada saatnya dapat menempuh S2 bahkan S3. Sabar yang mbak, pengorbanan Anda pasti
dicatat oleh Sang Khaliq.
Setelah
itu saya coba-coba menghitung biaya menjadikan anak-anak itu sarjana. Beasiswa Bidik Misi memberikan beasiswa 12
juta rupian per orang, per semester, untuk biaya hidup plus biaya kuliah. Jadi untuk lulus normal dalam 8 semester,
diperlukan biaya 96 juta rupiah SAJA untuk setiap mahasiswa. Jika mereka bekerja sebagai guru honorer
(belum PNS atau guru tetap), dengan gaji 2 juta/bulan, berarti beasiswa itu
hanya setara dengan gaji 48 bulan atau 4 tahun.
Jika yang bersangkutan menjadi guru PNS dengan gaji 2,5 juta rupiah
ditambah tunjangan profesi juga 2,5 juta rupiah, beasiswa tersebut hanya setara
dengan sekitar 24 bulan penghasilan.
Artinya, kalau itu dianggap hutang mereka akan segera dapat membayarnya.
Sebagai
orang yang ikut membidani lahirnya Bidik Misi saya sungguh bahagia. Apalagi ada beberapa mahasiswa Bidik Misi
yang berhasil lulus 7 semester di Fakultas Kedokteran. Bahkan Birul Chodriyah (kalau tidak salah)
alumni FK UGM yang memberikan testimoni dalam silaturahmi dengan Presiden,
mampu membuat Pak SBY berkaca-kaca dan beberapa kali mengusap air mata.
Seingat
saya Bidik Misi angakatan pertama pada tahun 2010 sebanyak 20.00 orang. Dengan demikian diharapkan pada tengah tahun
2014 ini lulus angkatan pertama. Dapat
dibayangkan, mulai tahun 2014 setiap tahun akan lulus 20.000 orang sarjana baru
dari berbagai PTN dengan berbagai bidang keahlian, yang berasal dari keluarga
kurang mampu. Apalagi jika diantara
mereka banyak yang menempuh S2 dan atau S3.
Jika
mereka memerlukan waktu 10 tahun untuk bekerja dan mengentas keluarganya, maka
mulai tahun 2014 setiap tahun akan terentas 20.000 keluarga kurang mampu
menjadi mampu. Artinya Bidik Misi telah
dapat membuktikan sebagai cara elegan untuk mengentas kemiskinan. Tidak hanya mengentas dari kemiskinan secara
ekonomi tetapi juga secara edukasi.
Saat
Mas Anies Baswedan awal-awal menggagas program Indonesia mengajar, membayangkan
anak-anak cerdas yang dikirim ke sekolah-sekolah dipelosok itu akan menjadi “jendela”
bagi anak-anak setempat. Jendela untuk
melihat masa depan yang cerah jika bersekolah.
Pada saat itu, saya mengatakan tidak hanya itu mas. Pengalaman selama 1-2 tahun di pelosok itu
akan membekas di sanubarinya. Pada
saatnya dia menjadi “orang penting” dia akan ingat masih ada anak-anak di
daerah pelosok yang perlu dibantu.
1 komentar:
Sip gan.. Informasinya sangat bermanfaat, mari pelajari soal psikotes untuk menembus lowongan kerja bumn.
Posting Komentar