Saat berkunjung ke
Jambi kemarin saya mendapat kesempatan ngobrol dengan beberapa teman disana.
Salah seorang teman asli Jambi bercerita tentang kasus korupsi yang sedang
membelit Gubernur Jambi yang diduga akan merembet ke banyak anggota DPRD. Menurut teman tadi, saat ini banyak anggota
DPRD Jambi dag-dig-dug, karena setelah Sang Gubernur jadi tersangka dan
diperiksa intensif oleh KPK, sangat mungkin mereka akan terseret.
Mendengar cerita itu
yang kemudian disambung mengobrolkan kasus yang membeliat 49 orang anggota DPRD
Kota Malang, saya jadi bingung. Saya
tidak tahu pasti berapa orang anggota DPR/DPRD dan pejabat yang terjerat kasus
korupsi. Mengapa sangat banyak politisi,
yaitu pimpian daerah dan anggota DPR/DPRD yang tersangkut korupsi. Bahkan teman
saya yang suka berkelakar, mungkin masih banyak yang lain yang korupsinya tidak
terungkap.
Merenungkan fenomena
itu, saya jadi teringat kelakar Pak Intan Ahmad (Dirjen Belmawa dan guru besar
ITB). Katanya, kalau dosen mengajar dan
banyak mahasiswa yang tidak lulus harus dipertanyakan itu karena mahasiswa yang
tidak pandai atau dosennya yang tidak pandai. Jika yang tidak lulus sedikit dan
nilai yang diperoleh mahasiswa bervariasi, dapat diduga mahasiswanya kurang
pandai. Buktinya ada mahasiswa yang lulus dan mendapat nilai bagus. Namun jika
banyak mahasiswa yang tidak lulus dan hampir semua nilainya jelek,
jangan-jangan dosennya yang kurang baik. Buktinya banyak yang tidak lulus dan
nilainya semua jelek.
Analog dengan itu,
pertanyaannya banyaknya politisi yang tersangkut korupsi itu karena masalah
individu atau karena sistem kita. Yang
saya maksud, sistem itu mulai dari pendidikan mereka, sistem politik kita
sampai lingkungan kehidupan bernegara kita.
Seorang teman yang berprofesi sebagai polisi bercerita,
pencurian/penjambretan itu terjadi karena ada beberapa penyebab, misalnya
karena memang si penjahat memang berniat jahat, atau karena si penjahat kepepet
kebutuhan tertentu yang memaksa untuk menjambret/mencuru, atau situasi
merangsang si penjahat itu menjambret/mencuri.
Apakah cerita teman
polisi itu dapat dianalogikan dengan kasus korupsi yang menyangkut
politisi? Saya tidak tahu dan belum
pernah mendapat penjelasan. Jika bisa,
maka kita dapat menganalogikan sebagai berikut.
Ada politisi yang korupsi karena memang yang bersangkutan orang “jahat”
yang dari “sononya” memang berniat untuk korupsi, misalnya ingin segera kaya
dan hidup mewah. Ada politisi yang
korupsi karena kepepet, misalnya harus membayar hutang yang dahulu digunakan
untuk kampanye dan sebagainya. Ada
politisi yang sebenarnya tidak berniat jahat dan tidak kepepet, tetapi situasi
di tempat kerjanya merangsang dia untuk korupsi. Misalnya, banyak temannya melakukan korupsi
dan justru kariernya menanjak.
Menurut saya, ketika
faktor itu tidak harus berdiri sendiri, tetapi sangat mungkin berbarengan dan
saling mendukung. Misalnya yang
bersangkutan memang memiliki orang jahat dan situasi merangsang dia melakukan
korupsi. Atau sebenarnya yang
bersangkutan bukan orang jahat, tetapi kepepet butuh uang dan situasi
merangsang untuk melakukannya. Atau
bahwa ketiga faktor itu saling berkelindan, sudah dasarnya orang jahat, kepepet
harus mengembalikan uang yang dahulu digunakan untuk biaya kampanye dan
lingkungan memang mendorongnya untuk melakukan korupsi.
Nah, bagaimana
kejadian yang menimpa para anggota DPRD di Malang dan lainnya? Saya kok tidak yakin 41 orang anggota DPRD
itu semua orang jahat. Apalagi yang saya
baca di koran, uang yang diterima hanya sekitar 15 juta. Jadi saya menduga justru faktor situasi yang
paling kuat mendorong mereka melakukan korupsi.
Teman saya bercerita, bahwa temannya pernah berseloroh “gila kalau saya
tidak ikut, lha semua melakukan dan aman-aman saja”.
Nah, apakah memang
sistem kita yang salah yang menyebabkan para politisi melakukan korupsi? Jika memang sistemnya yang menyebabkan
terjadinya korupsi, sudah dipikirkan bagaimana mengakhiri sistem tersebut. Saya yakin semua setuju, jika sistem seperti
itu yang menyebabkan negara ini berjalan “sempoyongan”. Saya tidak punya
kapasitas untuk membahas itu, mungkin teman-teman ahli ilmu politik atau para
sosiolog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar