Saya termasuk orang
yang tidak mendukung program akselesari di sekolah. Program yang memperpendek masa studi, dengan
cara memberikan kesempatan siswa melompat kelas agar masa studi yang lebih
pendek dibanding program biasanya.
Misalnya siswa kelas 2 boleh melompat langsung ke kelas 4, siswa kelas 4
boleh langsung melompat ke kelas 6 dan sebagainya, sehingga masa studi di SD
yang lazimnya ditempuh selama 6 tahun dapat ditempuh dalam 5 tahun atau bahkan
lebih pendek. Bahkan ada sekolah yang
memiliki program 5 tahun untuk SD, 2 tahun untuk SMP, 2 tahun untuk SMA. Intinya memberi peluang siswa yang pandai
agar lebih cepat menyelesaikan studinya.
Saya tidak menentang
program itu, tetapi tidak mendukung.
Mengapa? Karena menurut saya, sekolah tidak hanya untuk urusan kognitif,
untuk urusan penguasaan materi ajar, tetapi juga menyangkut pengembangan
psikologis anak didik. Mungkin saya dipengaruhi oleh cerita teman yang
mengatakan, adiknya sangat pandai dan loncat-loncat kelas, sehingga lulus
sebagai dokter pada usia 20 tahun. Namun
karena yang bersangkutan “terlalu sibuk” belajar dan tidak memiliki waktu
bermain, sehingga sudah menjadi dokter tetapi masih suka main-main seperti
anak-anak. Teman saya juga mengeluhkan,
adiknya yang dokter itu kurang ramah, sehingga terkesan sombong.
Apakah itu hanya kasus
atau benar-benar akibat dari proses sekolah yang sangat cepat? Saya tidak tahu. Namun saya juga belum memiliki bukti bahwa
anak yang menempuh pendidikan akselerasi (dipercepat), nanti akan menjadi orang
yang suskes setelah dewasa. Bukankah
kesuksesan orang tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan kognitif. Bukankah kemampuan dalam bidang sosial
seringkali ikut berperan besar dalam kesuksesan seseorang. Argumen seperti itulah yang membuat saya
lebih setuju, biarlah anak sekolah sesuai waktu studi yang normal, mendapatkan
interaksi sosial yang cukup, dan bahkan membangun jejaring sejak awal.
Namun pendapat saya
yang selama ini saya pegang menjadi goyah, ketika beberapa hari lalu mendapat
dikiriman rekaman anak Indonesia yang berusia 12 tahun tetapi sudah semester 4
di Waterloo University Canada. Konon
anak itu dari Bogor. Tidak jelas dimana anak
itu menempuh SD, SMP dan SMA. Juga tidak diceritakan bagaimana ceritanya anak
itu sampai kuliah di Waterloo University.
Bidang apa yang dipelajari juga tidak disebutkan, walaupun tampaknya
bidang MIPA atau teknologi.
Mengapa saya menjadi
ragu terhadap pendapat sendiri, setelah menonton video anak itu? Karena dalam video itu, anak berbicara
“sangat dewasa”, walaupun wajahnya memang tampak masih anak-anak. Bahasanya terstruktur baik, apa yang
disampaikan sangat jelas, intonasinya juga sangat baik. Tampak sekali anak itu secara psikologis
sangat dewasa. Memang tidak jelas apakah
yang yang direkam video itu natural atau diskenario ibarat sebuah film. Dengan asumsi bahwa yang tampil di video itu
natural, ternyata anak yang mengikuti program akselerasi tampak sangat dewasa.
Apakah itu hanya kasus
khusus? Hanya terjadi pada orang
tertentun yang kebetulan hebat baik IQ maupun EQ bahkan SQnya, saya tidak
tahu. Ataukan anak itu anak cerdas
seperti adiknya teman saya, tetapi mendapatkan bimbingan atau perlakukan
khusus, sehingga perkembangan psikologis berjalan “cepat” seiring dengan
perkembangan kognitifnya? Jika betul,
seperti apa perlakuan tersebut? Di
sekolah atau di rumah oleh orangtuanya?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut sangat penting diajukan, karena jika benar perkembangan psikologis dan
sosiologis dapat dipercepat berbarengan dengan program akselerasi, maka kasus
adik teman saya tersebut tidak terjadi.
Anak dapat menyelesaikan studinya lebih cepat dan secara psikologis dan
sosilogisnya berkembang seiring dengan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar