Pagi ini, sepulang dari jalan pagi, saya membuka HP dan mendapati pesan dari Bu Yanti (Prof. Dr. Suryanti) bahwa Pak Nur (Prof. Dr. Mohamad Nur) wafat. Beberapa saat kemudian juga masuk pesan yang sama dari Pak Wasis (Prof. Dr. Wasis). Jujur saya kaget. Memang Pak Mus (Prof Dr. Muslimin Ibrahim) pernah bercerita bahwa Pak Nur sakit tetapi tidak serius. Pak Tri (Prof. Dr. Tri Wrahatnolo) juga pernah cerita kalau Pak Nur sakit. Usia beliau sekitar 81 tahun, tetapi setahu saya beliau rajin olahraga dan sangat menjaga makanan.
Mendengar berita bahwa Pak Nur wafat, ingatan saya menerawang ke belakang. Saya mengagumi beliau, berhutang budi kepada beliau dan dalam hati saya mengatakan Pak Nur adalah “bapak akademik” saya. Saya mengenal nama beliau sejak mahasiswa tingkat awal, dengan membaca makalahnya. Seingat saya makalah itu disampaikan di acara wisuda yang tentu saya sendiri tidak ikut hadir. Saya lupa judulnya dan dari mana mendapatkannya. Yang saya ingat makalah itu membahas bagaimana sains dan teknologi digunakan untuk menjelajah angkasa luar. Sebagai mahasiswa tingkat awal di tahun 1970an awal, lulusan STM dan dari daerah tentu sangat kagum dengan makalah tersebut.
Saya mulai mengenal dekat beliau sekitar akhir tahun 1990 atau awal 1991. Saat itu saya sedang menempuh S3 dan telah merampungkan penyusunan disertasi, tinggal konsultasi akhir dan ujian. Oleh karena itu saya sering ke kampus. Pada suatu saat saya sholat Jum’at di kampus dan setelah itu pulang. Baru selesai makan siang di rumah, Mbak Atik (staf Pak Nur) menilpun mengatakan saya dicari Pak Nur. Tentu saya segera kembali ke kampus menghadap beliau yang saat itu menjabat Pembantu Rektor I. Ternyata saya diminta melanjutkan pekerjaan Pak Cholik (Prof. Dr. Toho Cholik Muthohir) menyusun RIP (Rencana Induk Pengembangan) IKIP Surabaya, karena Pak Cholik sakit. Sejak saat itu saya banyak membantu beliau. Apalagi setelah lulus, saya ditugasi menjadi Wakil Ketua TPP (Tim Perencanaan dan Pengembangan) dan kemudian menjadi Ketuanya. Bahkan saya dikirim ke Philippine untuk ikut pelatihan di Inotech dan kemudian diminta ke London menjajagi pengiriman studi lanjut di ULI (University of London-Institute od Education).
Sekitar 6 tahun membantu beliau saya merasa mendapat banyak ilmu dan merasa mendapat bimbingan menjadi akademisi yang benar. Apalagi kemudian saya diajak dalam beberapa penelitian. Salah satunya penelitian Hibah Bersaing multiyear sekama lima tahun. Tampaknya beliau menggunakan penelitian itu untuk wahana melatih para yuniornya. Seingat saya banyak yang awalnya ikut, tetapi secara perlahan berguguran dan tinggal beberapa orang saja. Tampaknya banyak teman yang tidak tahan tuntutan tinggi Pak Nur yang dikenal perfectionist. Dapat dibayangkan kalau mengoreksi naskah daru yuniornya bisa sampai 3 atau bahkan 4 kali baru disetujui. Biasanya beliau mengoreksi dengan ballpoint yang bewarna bitu atau hijau. Bahkan suatu saat kami, beliau dan para yuniornya, menyiapkan laporan penelitian sampaj jam 02 pagi dan beliau masih belum setuju. Ketika saya memberanikan diri mengatakan bahwa sudah jam 03, pada hal beliah harus ke Jakarta dengan pesawat jam 05, beliau menjawab kira-kira “masih ada 120 menit”, karena beliau akan berangkat ke bandara jam 04.
Memang terbukti teman-teman yang tahan mengikuti Pak Nur, di kemudian hari menjadi akademisi handal, bahkan beberapa diantaranya menjadi pejabat penting di Unesa. Seperti kata Pak Wakil Rektor I (Prof. Dr. Madhlazim) Pak Nur adalah panutan bagi banyak yuniornya. Pekerja keras, sangat teliti dan banyak ide. Seingat saya, beliau yang menelorkan RKT (Rencana Kegiatan Tahunan) yang memuat apa saja yang akan dikejakan selama satu tahun, apa targetnya, kapan waktunya, berapa bianya dan siapa penanggungjawabnya. Saat RKT pertama dibuat dan belum ada program excel (paling tidak kami belum tahu), sehingga saya sebagai Ketua TPP bersama Pak Budi Sampurno (Bendahara DPP) harus bekerja keras menghitung angaran setiap kegiatan agar pas.
Beberapa peristiwa lucu yang saya ingat saat bekerja dengan Pak Nur adalah terkait dengan makanan. Beliau sangat perhatian dengan asupan makanan, mungkin karena harus kerja keras. Untuk makan beliau tidak mau sembarangan, harus yang bergisi dan dari restoran. Salah satu makanan yang saat itu favorit adalah TAMI yang hanya ada di restoran Anda. Kejadian lain, beliau punya kulkas di kantornya untuk menyimpan buah. Nah, kami para staf tahu dimana kunci kulkas disimpan. Suatu saat, pas beliau tugas keluar kota dan kami diberi tugas yang harus segera diselesaikan sehingga kerja sampai malam. Karena lapar, saya memberanikan diri mengambil apek dari kulkas dan saya bagi ke teman-teman, Saya bilang ke teman-teman, kan harus kerja keras sampai malam, jadi ya harus makan yang sehat dan cukup. Nah, setelah datang dari luar kota, konon Pak Nur minta Mbak Atik membeli apel. Mbak Atik berkomentar apakah apel di kulkas habis. Pak Nur berkomentar “paling diambil Pak Muchlas saat kerja lembur”. Dapat cerita itu saya tentu tertawa, ternyata Pak Nur tahu yang berani mengambil buah dari kulkasnya hanya saya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar