Selasa tanggal 30
September 2014 saya bersama crew JTV ke SMPN 1 Bluluk Lamongan. Kunjungan itu untuk merekan pelaksanaan
Kurikulum 2013. Saya mengusulkan SMPN 1
Bluluk, karena lokasi sekolah itu di pojok barat daya Kabupaten Lamongan
berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Jombang. Untuk mencapai Kecamatan Bluluk harus, kami
melewati Kecamatan Babat mengarah ke selatan berbelok ke barat, melewati Kecamatan
Modo berbelok ke selatan dengan melewati hutan jati.
Saya pernah
melakukan pengabdian kepada masyarakat di Desa Bluluk pada tahun 1992an. Ternyata kondisi daerah tersebut sudah jauh
berubah. Jika saat itu jalan antar desa
masih batu makadam, sekarang sudah beraspal. Sekarang sudah ada aliran listrik dan banyak
speda motor di jalanan. Yang masih tetap
sama adalah lahan kering dan sulitnya mencari air. Situasi pedesaam juga masih kental terasa.
Kami berangkat dari
Surabaya pukul 6 pagi dan baru sampai SMPN 1 Bluluk pukul 9an. Kami diterima oleh kepala sekolah dan
diijinkan untuk merekam kegiatan pembelajaran IPA, IPS, Bahasa Inggris dan
Olahraga. Tidak ada kondisi khusus yang
kami temui. Semua biasa-biasa saja,
seperti pelaksanaan pembelajaran di SMPN pedesaan pada umumnya. Yang justru menarik adalah Hanna, salah satu
siswi di sekolah tersebut.
Ketertarikan dengan
Hanna diawali pertemuan kami (saya dan tim JTV) dengan 3 orang wali murid. Bu Fitri, salah seorang wali murid bercerita
kalau anaknya agak aneh. Anaknya perempuan
bernama Hanna. Di sekolah Hanna
berprestasi baik, khususnya untuk matapelajaran Matematika. Tetapi kalau di rumah Hanna senang sekali
membantu ayahnya mereparasi sepeda motor. Bahkan Hanna dapat memodifikasi sepeda motor
sendiri tanpa bantuan orang lain. Bu
Fitri ingin anaknya tidak “seperti laki-laki” dan minta pandangan saya.
Saya ingin bertemu
Hanna, sayangnya dia sudah pulang karena jam pelajaran memang sudah usai. Akirnya saya harus puas minta gambaran dari
guru BK dan Bu Fitri, ibunya. Dari penjelasan
beliau berdua saya dapat gambaran Hanna adalah gadis desa yang cerdas, pendiam,
suka kotak-katik dan menyukai bidang keteknikan, khususnya teknik mesin. Mungkin karena ayahnya motir sekaligus
pemiliki bengkel sepeda motor.
Konon pada awalnya
hanya melihat dan bantu-bantu ayahnya.
Tetapi kemudian dia menyenangi, sehingga setiap pulang sekolah Hanna
menghabiskan waktunya untuk membantu mereparasi sepeda motor yang diserviskan
di bengkel ayahnya. Aktivitas itu bukan
karena disuruh tetapi atas keinginan sendiri.
Bahkan ketika Bu Fitri mengarahkan ke “aktivitas perempuan”, memasak
atau yang lainya, Hanna malah tidak tertarik.
Sebagai seorang
pendidik yang dulu juga pernah belajar tentang permesinan, saya sangat ingin tahu
seperi apa kekhususan Hanna. Akhirnya
kami putuskan untuk mengunjungi rumah yang sekaligus digunakan sebagai bengkel
sepeda motor. Kami beruntung karena
bengkel itu terletak di perjalanan kami pulang.
Jadi kami mengunjungi bengkel tersebut sambil pulang.
Ketika sampai
bengkel sepeda motor saya melihat gadis remaja dengan rambut ikal, memakai
celana selutut dan T Shirt. Dia sedang melepas saringan angin sepeda
motor. Setelah itu melepas blok silinder
dan piston. Dari cara memegang kunci
pas, cara mencukit blok silinder dan cara melepas pen piston, saya melihat
memang Hanna sudah terampil. Cara bekerjanya
sudah seperti tukang servis sepeda motor dan bukan seperti anak yang baru
belajar.
Jadi saya percaya
dengan cerita Bu Fitri (ibu Hanna) maupun Bu Guru BK, karena melihat dengan
kepala sendiri. Saya sungguh terkesan.
Seorang gadis remaja, berkulit sawo matang, dengan rambut ikal sebahu
yang diekor kuda, sangat cekatan membongkar mesin speda motor. Selama saya amati, tidak sepatah katapun
keluar dari mulutnya. Ketika kesulitan
melepas blok silinder maupun pen piston, sama sekali tidak meminta bantuan
ayahnya yang juga sedang memperbaiki sepeda motor di sebelahnya. Tampak dia sangat percaya diri dalam
membongkat mesin sepeda motor.
Saya bertanya kepada
ayah dan ibunya, setelah lulus SMP Hanna akan diarahkan kemana. Ayahnya menjawab akan didorong masuk SMK
Lamongan Jurusan Mesin. Biar dapat
meningkatkan keahliannya dalam permesinan, begitu penjelasan beliau. Bu Fitri, sepertinya kurang setuju tetapi
diam saja. Mungkin tidak enak dengan
suami maupun Hanna yang ikut mendengarkan penjelasan ayahnya.
Merespons penjelasan
ayah Hanna dan melihat raut muka ibu Hanna, saya hanya menimpali pendek. Siapa tahu besuk Hanna tidak hanya menjadi
ahli sepeda motor tetapi menjadi insinyur ahli pesawat terbang sekelas
Boeing. Jaman sekarang sudah tidak ada
hambatan bagi wanita untuk menjadi ahli bidang apapun, termasuk ahli mesin
pesawat terbang.
Di perjalan pulang
saya mendiskusikan itu dengan teman-teman JTV yang sama-sama dalam satu
mobil. Melihat si Hanna yang jagoan
dalam Matematika dan tangannya terampil membongkar sepeda motor, saya
menyampaikan sebaiknya didorong dia untuk kuliah. Minimal sampai jenjang S1 agar memiliki bekal
cukup untuk menjadi ahli permesinan.
Mengapa demikian? Melihat
penampilan Hanna yang pendiam tetapi sangat percaya diri dan mendengar cerita
gurunya bahwa dia jagoan dalam Matematika, maka sebaiknya Hanna tidak sekedar
menjadi “tukang servis” espeda motor, tetapi layak untuk menjadi insinyur
pesawat terbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar