Sangat bukan ahli
politik dan bukan politisi, sehingga tentu tidak punya kemampuan untuk
melakukan telaah terhadap situasi politik.
Namun melihat dan mendengar komentar dan tanggapan terhadap terpilihnya
Jokowi dan JK sebagai presiden dan wakil presiden, mendorong saya untuk
nimbrung memberi komentar. Tentu tidak
dari sudut pandang politik, tetapi dari sudut pandang pendidikan. Bukankah belajar itu berlangsung sepanjanh
hayat, sehingga Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK sudah sedang belajar.
Saya merasa
masyarakat atau sebagian dari masyarakat memiliki harapan yang terlalu tinggi
(over expected) kepada beliau berdua.
Saya percaya kalau beliau berdua orang hebat dan dipilih rakyat secara
langsung. Pak Jokowi sudah pernah
menjadi walikota Solo dan Gubernur DKI.
Pak JK sudah pernah menjadi menteri dan wapres. Dengan demikian kedua beliau, disamping punya
kemampuan hebat, memiliki aksepbilitas bagus, juga sudah punya pengalaman
memegang jabatan birokrasi. Dengan
demikian wajar jika kita semua berharap, pemeritahan beliau segera “berlari”
karena tidak perlu waktu lama untuk adaptasi.
Namun jika kita
terlalu tinggi harapan, saya kawatir mudah kecewa. Kita punya pengalaman cukup dalam pergantian
pemerintahan, baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota. Kekecewaan akibat terlalu tinggi harapan
sudah sering kita jumpai. Dan celakanya
kalau kekecewaan seperti itu tidak segera “terobati” seringkali berubah 180
derjat menjadi caci maki. Repotnya,
semenjak era reformasi ini caci maki seperti itu sering diumbar di media dan
memancing pro dan kontra yang memperkeruh suasana.
Fenomena seperti itu
banyak terjadi dalam bidang pendidikan.
Karena bapak-ibunya orang pandai atau orang terpandang, semua pihak
berharap anaknya juga hebat dan masuk ke sekolah top markotop. Kalau ternyata tidak, kemudian gurunya sering
berguman (mudah-mudahan tidak mengolokan) kok tidak seperti orangtuanya.
Orangtuannya juga sering mengeluh dan bahkan marah karena anaknya tidak sesuai
denga harapan.
Yang sedikit saya
fahami, ukuran kepuasan masyarakat terhadap suatu pemerintahan dilihat dari
hal-hal yang tangible (kasat mata) di masyarakat. Misalnya harga-harga bahan pokok, keamanan,
ketersediaan lapangan kerja dan sebagainya.
Pada hal kita tahu, besar atau kecil hal-hal tersebut juga terkait
dengan situasi global yang tentu di luar kendali pemerintahan kita.
Belum lagi faktor
sosial politik ditambah media yang seringkali sulit dimengerti oleh orang awam
seperti saya ini. Hiruk pikuk politik
membuat situasi menjadi “bising” saya duga sedikit banyak juga menyedot
perhatian pemerintah, sehingga tidak dapat mencurahkan 100% enersinya untuk
mengurus hajat orang banyak. Apalagi
seringkali media terkesan “memanas-manasi” dengan dalih memberikan informasi
secara terbuka. Konon ada prinsip di
media “bad news is a good news”, sehingga media terkesan mengeksploitasi
berita-berita negatif ketimbang berita positf.
Oleh karena itu,
dari kacamata pendidikan sebaiknya kita sabar menunggu Presiden Jokowi dan
Wakil Presiden JK menjalankan pemerintahannya.
Tidak usah terlalu tinggi harapan, karena beliau juga manusia biasa yang
disamping punya kehebatan juga punya kekurangan. Problem yang dihadapi pemerintahan beliatu
juga tidak kalah rumit dibanding yang dihadapi oleh Pak SBY dan Pak Boediono.
Jika menggunakan
analogi petani di kampung, anggap saja pergantian pemerintahan itu seperti “mendangir”
tanaman. Saya tidak tahu istilah dalam bahasa Indonesia. “Mendangir” adalah mencangkuli tanah di
sekitar tanaman yang sedang mulai tumbuh.
Maksudnya untuk mematikan rumput dan gulma yang ada, sekaligus membuat
tanah menjadi lebih gembur dan dapat menyerap unsur-unsur dari udara dan air
saat tanaman diairi. Sehabis didangir,
biasanya tanaman sedikit layu, tetapi setelah beberapa lama kemudian tumbuh
lebih baik dibanding sebelum didangir.
Namun harus diingat
pertumbuhan jagung yang mengikuti pola jagung, tidak seperti gandum. Pertumbuhan kedele yang seperti kedele, tidak
seperti kacang tanah. Maksudnya jangan
berharap perkembangan pemerintahan Pak Jokowi dan Pak JK melejit seperti
Amerika Serikat atau Jepang. Nati kita
kecewa berat. Dari pada ribut, mari kita
kerjakan tugas kita masing-masing dengan baik, semoga dapat berkontribusi,
walaupun sangat kecil, kepada perkembangan negara dan bangsa tercinta. Dan itu
sudah merupakan sumbangan kepada pemerintahan Pak Jokowi dan Pak JK. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar