Hari terakhir di Roma,
tanggal 23 Nopember 2014, kami tidak punya acara pokok. Pesawat berangkat ke Bremen pukul 16.20 dan
kami akan dijemput pada pukul 13.00.
Pagi hari acara bebas, sehingga sehabis sarapan semua teman-teman pada
keluar melihat-lihat atau ingin membeli sesuatu. Kemarinnya ada teman yang membeli jaket kulit
bekas tetapi kondisinya masih bagus.
Hanya 15 euro atau sekitar 220 ribu rupiah. Teman yang lain jadi ingin membeli barang
sejenis itu. Saya sendiri harus mengerjakan
sesuatu di kamar, sehingga tidak ikut.
Sekitar jam 10.30an
pekejaan selesai, sehingga saya bengong.
Mau membaca buku tidak lagi mood.
Mau melihat televisi, semua berbahasa Italy. Akhirnya saya memutuskan untuk jalan-jalan keluar
hotel. Karena tahu kalau di Italia tidak
aman, saya keluar tidak membawa tas.
Hanya membawa paspor, kamera, HP dan sedikit uang di dompet. Semua barang sudah saya masukkan ke dalam
koper dan tinggal membawa turun ke lobi.
Pukul 11an saya siap keluar hotel, sementara check out hotel pukul
12. Jadi saya hanya punya waktu
jalan-jalan sekitar 1 jam.
Karena hanya punya
waktu 1 jam, saya memutuskan akan
mengambil foto di bangunan yang sedang direstorasi di dekan Colessom. Saya membaca tour guide yang menjelaskan
bahwa lokasi itu merupakan tempat bangunan kuno yang rusak berat dan pemerintah
kota Italia ingin merestorasi. Kemarin
sudah saya lihat waktu keliling kota, tetapi tidak turun dan hanya sempat
mengambil foto dari mobil.
Dengan berpedoman pada
peta, saya berjalan kaki dari hotel kearah kiri, sampai di perempatan jalan
raya terus berbelok kekiri. Menurut
peta, di ujung jalan raya setelah perempatan itulah terletak bangunan kuno yang
rusak berat dan sedang direstorasi. Saya
berjalan santai dengan memasukkan tangan ke dalam saku jaket karena dingin. Sesekali saya berhenti mengamati bangunan kiri
kanan jalan. Namun saya berjalan relatif
cepat karena udara dingin.
Karena pedistrian
jalan tersebut sangat lebar dan banyak orang berjalan atau lari/olahraga, saya
merasa aman dan tidak terpikir kalau ada copet atau hal sejenisnya. Di depan Aventino Agency, tiba-tiba ada mobil
yang minggir. Saya kira mobil tersebut
akan belok dan masuk ke pintu gerbang di sebelah agensi tersebut, sehingga saya
berhenti. Namun setelah dekat dengan
saya, mobil tersebut berhenti. Orang di dalam mobil membuka jendela dan berkata
“we are police” dan bertanya “where are you come from”. Ya, saya jawab kalau saya dari Indonesia. Saya melihat dalam mobil itu ada dua orang,
memakai jas dan berdasi.
Saya sengaja berdiri
tidak terlalu dekat dengan mobil, karena sudah dapat informasi tentang Italia
yang tidak aman. Dia minta paspor dan
saya tunjukkan. Dia meminta tetapi tidak
saya berikan, karena kawatir dibawa lari.
Sepertinya dia agak bingung dan mungkin jengkel. Saya katakan “whould you please get off the
car, and I will give you my pasport”.
Dia turun dan pasport saya berikan.
Dia minta dompet juga saya berikan.
Dompet saya dibuka dan dibau sambil bertanya “bring drug?”. Tentu saya jawab “no”.
Saya dengar mereka
(dua orang yang mengatakan sebagai polisi itu) saling berbicara. Saya tidak mengerti karena berbicara dalam
bahasa Italy. Saat membuka dompet, dia
seperti mencar-cari sesuatu. Uang euro
yang ada dalam dompet dikeluarkan dan seperti dihitung. Memang ada uang pecahan 20 euro delapan
lembar, 10 euro satu lembar dan 5 euro satu lembar. Dia bertanya “do you have US dollar” dan saya
jawab “no”. Mungkin dia memaknai saya
orang asing yang tidak bawa uang banyak.
Dompet saya
dikembalikan dan bertanya apa yang ada di saku saya jawab “mobile phone and camera”. Dia minta, saya berikan dan dibau-bau. Tampaknya dia mencurigai saya membawa drug. Dia mengamati HP samsung saya dan camera
saya, mungkin saja mereka kembali menyimpulkan “ini orang asing melarat”,
duitnya sedikit, Hpnya murahan dan kameranya kecil, kuno dan juga murahan. Dia tersenyum dan mengembalikan HP dan kamera
saya.
Pengalaman kedua yang
menarik. Sehari sebelumnya Bu Juhrah
hampir kecopetan. Hari ini saya berjalan sendirian dan dihentikan oleh polisi
karena dikira membawa drugs. Mungkin
cara saya berjalan yang dianggap mencurigakan.
Berjalan sendirian, tidak membawa apa-apa dan memasukkan tangan ke dalam
jas. Mungkin juga saya terkejut dan
berhenti saat mobil mereka minggir dianggap semakin mencurigakan. Pada hal,
saya berhenti dengan maksud memberi jalan kalau mobil dia mau belok masuk ke
Adventino Agency.
Setelah semua
diperiksa dan tidak ada apa-apa, kemudian mereka berdua mengucapkan terima
kasih dan minta maaf sudah menyita waktu.
Saya jawan “it’s OK” dan saya berikan kartu nama yang kebetulan saya
taruh di bungkus HP. Saya katakan
“please feel free to call me, if you more information. I stay at Domus Aventino
hotel, but I’ll fly to Germany at 16.20”.
Dia tidak menjawab apa-apa, kecuali komentar setengah berguman “you are
professor”. Saya juga tidak dapat
menduga apa yang mereka pikirkan setelah itu.
Mungkin saja berpikir, ternyata profesor dari Indonesia itu miskin.
Setelah mereka pergi
dan sempat megambil foto mobilnya, saya memerika pasport, dompet dan sebagainya
yang tadi dia bau-bau. Semuanya tidak
apa-apa. Sambil meneruskan perjalanan ke lokasi bangunan rusak, saya
merenung. Tampaknya saya tekena razia
drugs. Mungkin di Italia atau kota Roma
sedang banyak orang asing yang membawa drugs.
Wajah Asia saya mendorong polisi mencurigai saya yang berjalan cepat,
sendirian dan memasukan tangan dalam saku jaket.
Apa yang terjadi, seandainya
saya tidak bisa berbahasa Inggris betapa sulitnya saya harus menerangkan ini
dan itu. Apa yang terjadi kalau karena
tidak dapat menjelaskan, lantas dia semakin curiga. Apa yang terjadi jika berusuan dengan polisi
Italia? Alhamdulillah, Sang Maha
Pelindung masih melindungi saya. Dan
alhamdulillah, saya dapat berbahasa Inggris walaupun tentu tidak lancar betul.
Sampai di hotel saya
ceritakan apa yang saya alami kepada teman-teman rombongan Unesa. Saya katakan
kalau saya melanggar aturan intern, agar tidak pergi sendirian. Saya terlalu yakin dapat jalan-jalan
sendirian karena sudah sering pergi keluar negeri. Kesombongan yang membawa dampak kurang
baik. Mungkin saja ini “peringatan yang
Sang Khaliq agar tidak sombong”. Atau ini “pelajaran dari “Sang Maha Guru”
bagaimana cara menghadapi polisi di Italia.
Pelajaran berharga untuk saya dan mungkin untuk pembaca. Semoga.
3 komentar:
Sudah betul ketika polisi meminta paspor dari atas mobil Prof tidak kasihkan dan meminta mereka turun, pertama untuk meyakinkan bahwa mereka benar-benar polisi, dan kedua sedikit etika dan profesional seorang penegak hukum jika memang melakukan razia sudah seharusnya serius, bukan dari atas mobil begitu.
Untungnya uang yang di dompet tidak terlalu banyak ya Prof...apalagi HP yg dibawa juga tidak terlalu bagus. Jangan-jangan mereka saling senyum sambil ngomong ini Profesor yg sedang menyamar..hehehe..sugeng sonten
yang komentarnya "profesor indonesia ternyata miskin".......
Ikut belajar, terima kasih Bapak...tahun depan perlu ke Italia :) ...semoga sehat selalu, was.
Posting Komentar