Saya mengisi liburan
tahun baru dengan pulang kampung bersama isteri. Ingin santai saya naik kereta api dari
Surabaya ke Madiun dan nanti akan disambung dengan naik bis Madiun-Ponorogo. Belum tahu naik apa nanti dari terminal bis
Ponorogo ke rumah keluarga yang berjarak sekitar 8 km.
Singat saya,
terakhir naik kereta api sekitar 5 bulan lalu dari Solo ke Jogyakarta. Waktu
itu diundang suatu acara ke UNS dan diteruskan dengan diundang oleh UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Naik kereta Pramex
dengan jadwal tepat dan nyaman walaupun penumpangnya penuh dan agak panas
karena berjalan siang hari dan tanpa AC.
Waktu itu saya posting di facebook tentang kereta Pramex yang sudah
sangat bagus.
Pagi hari di awal tahun
baru 2015 saya terkejut dan bangga dengan PT KAI. Kemarin saya sudah kagum karena dapat membeli
tiket secara online di toko Indomaret dekat rumah. Pagi ini saya dibuat lebih kagum di stasiun
Gubeng. Dengan bekal struk print out
toko Indomaret, saya dapat mencetak sendiri tiket kereta api hanya dengan
mengetikan kode booking. Lingkungan
stasiun juga tampak bersih. Ada petugas kebersihan yang berkeliling dengan
membawa sapu dan cikrak kecil.
Ketika masuk ke
ruang tunggu saya lebih kagum. Sangat
tertib dan rapi. Masuk harus menunjukkan
tiket dan tanda pengenal. Ketika saya
menunjukkan KTP dan dua tiket (untuk saya dan isteri), petugas meminta kartu
pengenal isteri saya. Saya bertanya apa
tidak cukup satu saja, petugas menjawab dengan sopan: “harus keduanya, kalau
tidak nanti saya yang kena”. Ruangan
untuk calon penumpang dan pengantar juga dipisah dengan pagar, dengan demikian
hanya penumpang yang dapat mendekat kereta.
Kereta api Sancaka
berangkat jam 08.15, tetapi saya sudah datang sekitar pukul 07.30, sehingga
saya sempat mengamati situasi di stasiun sambil menunggu kereta datang. Stasiun Gubeng cukup besih dan tidak ada
pedagang yang menjajakan dagangan seperti dulu.
Toko-toko yang dulu mepet dengan peron juga sudah tidak ada, sehingga
calon penumpang dapat duduk dengan tenang.
Apalagi iringan musik dan penyanyi tunggal juga tetap menghibur dengan
lagu-lagu tempo dulu.
Saya amati banyak
penumpang yang berombongan. Mungkin
sedang liburan, karena membawa koper atau tas yang agak besar. Juga banyak yang mengajak anak-anak. Walaupun cukup penuh jumlah kursi di ruang
tunggu cukup untuk calon penumpang. Oleh karena itu tidak terlihat calon
penumpang yang lesehan seperti waktu lalu.
Situasi yang tenang dan nyaman tampaknya menyebabkan calon penumpang
juga duduk dengan tertib.
Sekitar pukul 08.00
diumumkan kalau kereta Sancaka akan masuh stasiun Gubeng dari arah stasiun kota
dan penumpang dipesilahkan menyiapkan diri.
Sayapun mengajak isteri berjalan menuju peron dan bertanya kepada petugas
dimana gerbing ekskutif 3 akan berhenti.
Petugas tersebut menunjukkan kira-kira di dekat angka 7. Dan betul, gerbong ekskutif 3 berhenti
diatara tanda angak 7 dan 8.
Begitu naik saya
mendapati gerbongnya bersih dan bahkan sangat bersih dalam ukuran kereta api
Indonesia selama ini. Toilet juga bersih
dengan air lancar dan bahkan disedikan tisu tolit gulungan seperti toilet di
pesawat. Di pojok gerbong juga ada
tempat menaruh koper besar seperti gerbong kereta api di nagara maju. Di dinding gerbong ada tulisan “Customer
Service on Train: Hani Setiawati, diserta dengan foto dan nomer Hpnya”.
Tepat pukul 08.15
kereta Sancaka berangkat pelan-pelan dibarengi dengan pengumuman bahwa kereta
menuju Jogyakarta dan akan berhenti di stasiun Mojokerto, Jombang. Nganjuk,
Madiun, Solo Balapan dan terakhir di stasiun tugu Yogyakarta”. Pengumuman disampaikan dalam dua bahasa,
yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Walaupun dengan “bahasa Inggris Jaw” tetapi lumayan. Saya yakin jika ada turis asing dapat
mengerti pengumuman tersebut. KA Sancaka
berangkat on time dan mulus.
Sekitar 20 menit
kereta berjalan, petugas pengecek tiket (kondektur) datang. Sangat sopan dan selalu “mohon maaf
mengganggu” ketika minta tiket kepada penumpang. Saya menduga pak kondektur berusia 50
tahunan, sehingga tentu sudah lama menjadi kondektur kereta api. Saya tidak tahu apakah sejak dulu beliau
sangat sopan seperti pagi ini. Namun
sepanjang pengalaman naik kereta api, biasanya pak kondektur tidak sesopan yang
bertugas pagi ini. Tampaknya ada
perubahan sikap mereka, seperti perubahan sikap petugas pengecek tiket saat
masuk ke ruang tunggu di stasiun.
Saya sudah lama
mendengar kalau di kereta api tidak ada lagi pedang asongan. Bahkan di stasiun juga tidakakan yang
menawarkan dangan saat kereta berhenti.
Saat baik KA Pramex dari Solo ke Yogyakarta, rasana masih ada, walaupun
tidak secara terang-terangan. Namun
sampai KA Sancaka berhenti di Madiun betul-betul tidak ada pedang asongan. Dengan demikian situasi di kereta menjadi
tenang.
Ketika membeli tiket
online di toko Indomaret, saya membaca kalau KA Sancaka tiba di stasiun Madiun
pukul 10.40. Saya sendiri ragu-ragu,
apakah memang demikian. Apakah betul
Surabaya-Madiun dapat ditempuh dalam waktu 2 jam 25 menit. Oleh karena itu saya amati jalanya kereta dan
setiap pemberhentian. Rasanya kereta
berjalan biasa-biasa saja dan tidak terasa “ngebut”. Namun
kereta tidak pernah berhenti di luar stasiun yang disebutkan saat kerera
berangkat, kecuali di stasiun Kertosono.
Itupun hanya sekitar 2 menit.
Ketika kereta tiba
di stasiun Nganjuk pada pukul 10.11 dan berangkat lagi pada pukul 10.13 saya
mulai percaya kalau kereta Sancaka dapat menempuh Surabaya-Madiun dalam waktu 2
jam 25 menit. Sayang sekali, menjelang
masuk kota Madiun kereta Sancaka berhenti sekitar 18 menit. Akhirnya kereta sampai di stasiun Madiun
pukul 11.02. Jadi terlambat 22 menit.
Menurut saya, itu sudah bagus. Jauh dari
apa yang selama ini saya bayangkan, yaitu kereta api selalu terlambat.
Pagi ini saya
mendapat pengalaman yang membanggakan.
Ternyata telah terjadi “perubahan besar” dalam perkeretaapian di
Indonesia. Gambaran stasiun yang kumuh
sudah tidak ada, paling tidak untuk stasiun Gubeng. Gambaran gerbong kereta yang kotor dengan
toilet yang bau juga sudah tidak ada. Keruwetan pedagang asongan yang
mengganggu, namun juga merarik, pada saat kereta berhenti di stasiun juga sudah
tidak ada. Dan yang paling mencolok, kesan kereta api itu
selalu telat juga sudah hilang.
Ternyata kita bisa
berubah dan itu tidak memerlukan lama.
Dugaan saya perubahan ini baru dimulai sekitar 2 tahun lalu. Acungan jempol untuk PT Kereta Api
Indonesia. Jika betul inilah buah kerja
keras teman-teman PT KAI dibawah Pak Ignatius Jonan, pantaslah beliau diangkat
menjadi Menteri Perhubungan. Semoga
perubahan hebat di KAI juga menular di angkutan umum lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar