Bahwa dalam kehidupan
kita selalu harus menentukan pilihan, rasanya kita sudah tahu. Namun seringkali kita tidak mudah menentukan
pilihan. Atau pilihan terpaksa harus
diubah karena sesuatu hal yang sangat penting.
Kita boleh membuat rencana dan memang sebaiknya begitu, namun dalam
perjalanan rencana itu sangat mungkin harus diubah.
Tahun 2017 praktis
saya tidak “menengok” negara lain.
Memang sempat ke Korea Selatan, namun saat itu waktunya sangat pendek
dan jadwal acara begitu padat, sehingga praktis tidak dapat “kemana-mana”. Keinginan untuk melihat home industry yang
sangat terkenal di Korea Selatan itupun tidak terlaksana. Oleh karena itu, sejak akhir tahun saya ingin
sekali pada tahun 2018 bisa pergi ke luar negeri.
Nah ketika, beberapa
teman di Unesa mengabarkan keinginan mengunjungi Jepang untuk melihat bunga
sakura sayapun ingin ikut serta. Apalagi
dapat dikaitkan dengan konferensi internasional yang dilaksanakan Asaihl di
univesitas Soka di Tokyo. Sayapun
bersama beberapa teman segera mengirim abstrak sesuai dengan jadwal yang
diberikan Alhamdulillah, abstrak
diterima sehingga kami segera menyiapkan full paper dan menyiapkan ini dan itu
untuk berangkat. Apalagi isteri saya juga
akan ikut serta.
Ditengah-tengah
persiapan itu datang informasi lain yang tidak kalah menyenangkan. Si bungsu
hamil dan setelah beberapa kali ke dokter kandungan, diperkirakan kelahiran
anak kedua itu antara akhir Februasi dan awal Maret. Pada hal, konferensi Asaihl di Tokyo itu pada
26-28 Maret 2018. Kamipun bimbang,
apakah akan tetap pergi ke Jepang atau tidak. Toh jarak perkiraan kelahiran dan
acara di Tokyo sekitar 2-4 minggu.
Namun demikian,
berpengalaman pada kelahiran anak pertama di bungsu, kami jadi ragu. Saat itu, anak pertamanya-Feya- sempat masuk
rumah sakit karena kuning. Kami semua
jadi bingung, apalagi ASI ibunya kurang lancar.
Pada hal ibu mertuanya seorang dokter dan masih tinggal satu rumah.
Pada kelahiran yang
akan datang, si bungsu sudah tinggal di rumah sendiri. Suaminya juga sangat sibuk, karena sebagai
akuntan pulangnya selalu sesudah magrib.
Anaknya yang sulung baru menjelang 3 tahun dan tidak terbiasa dengan
orang lain. Oleh karena itu, rasanya
kami-orangtua-ingin sekali mendampingi saat kelahiran sampai beberapa minggu,
saat semuanya sudah stabil.
Jadinya saya dan
isteri bingung. Di satu sisi ingin ke
Jepang, toh abstrak sudah diterima dan tinggal mengirim full paper. Di lain pihak, ingin mendampingi di bungsu
saat melahirkan sampai beberapa minggu di Jakarta. Nah setelah merenungkan berbagai
pertimbangan, akhirnya saya dan isteri memutuskan untuk tidak berangkat ke
Jepangdan memilih fokus akan mendampingi si bungsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar