Walaupun sudah lama
memikirkan baru hari ini saya mendapatkan faktanya. Sejak lama saya meragukan pelatihan Kurikulum
2013 (K-13) yang dilaksanakan secara masif itu mampu merubah cara mengajar
guru. Namun saat itu keraguan itu
sebatas kecurigaan atau under estimate
terhadap sesama pendidik. Nah, pagi tadi
saya diminta mengisi acara bersama sekitar 100 orang guru di sebuah Yayasan di
Surabaya. Topik yang dimintakan kepada
saya adalah “Pembelajaran Masa Kini dengan Kurikulum 2013.
Berbekal keraguan saya
tersebut di atas, sengaja saya mengisi acara itu dengan mempraktekkan K-13. Menurut saya, salah satu hal baru pada K-13
adalah penekanan pada proses yang diarahkan kepada berpikir tingkat tinggi (high order thinking). Penggunaan pendekatan 5-M (mengobervasi,
mempertanyakan, menalar, mencoba, mengomunikasikan) adalah cara akar siswa
menerapkan berpikir tingkat tinggi.
Mengapa saya
ragu? Kalau dicermati 5-M yang oleh K-13
disebut pendekatan saintifik itu tidak berbeda dengan apa yang disebut dengan
keterampilan proses pada Kurikulum 1975. Pada Kurikulum 1075 disebutkan dengan jelas
bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan prinsip Keterampilan Proses
yang meliputi 10 langkah, yaitu observasi, klasifikasi, inferensi, prediksi,
mempertanyakan, merumuskan hipotesis, melaksanakan percobaan, menggunakan alat
dan bahan, menerapkan konsep, mengkomunikasikan. Nah, sangat mirip bukan? Namun, toh sampai kurikulum diubah menjadi
Kurikulum 1984 prinsip tersebut tidak berjalan.
Untuk memandu
bagaimana menerapkan K-13, kepada guru saya ajukan sedert pertanyaan yang
berutusan yaitu: (1) berapa jumlah penduduk Indonesia, (2) berapa produksi padi
di Indonesia, (3) berapa rata-rata konsumsi beras per orang per tahun, dan (4)
setujukah dengan kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras. Jika pertanyaan 1,2 dan 3 didapatkan
informasikan secara baik, tentunya para guru dapat menjawab pertanyaan nomer
4. Apakah Indonesia kekurang beras untuk
konsumsi semua penduduk, sehingga perlu impor atau tidak. Sayangnya sebagian besar guru ternyata
kesulitan.
Sebelum latihan
berikutnya, saya jelaskan bahwa yang penting bukan jawaban pertanyaan no
4. Kita boleh setuju atau tidak setuju
untuk mengipor beras, asalnya disertasi alasan yany didukung data dan
analisisnya. Setelah itu saya ajukan
pertanyaan “Indonesia sekarang ini kekurangan atau kelebihan guru?”. Ternyata tidak ada satupun guru yang
menjawab dengan data. Beberapa menjawab “kekurangan”. Tetapi ketika saya tanyakan, apa dasar Anda
mengatakan kekurangan? Mereka tidak
dapat menjawab.
Saya mencoba memandu,
dengan menanyakan kapan sekolah dikatakan kekurangan guru. Beberapa dapat menjawab “jika rasio
guru:siswa melebihi 1:30”. Jadi
bagaimana cara menemukan jawaban Indonesia kekurangan atau kelebihan guru? Dengan pancingan itu, baru guru mulai dapat
mencaru data untuk menjawabnya. Itupun
tetap harus dipandu bagaimana mencari datanya.
Tampak sekali 5-M
(mengobservasi yang artinya menggali data, mempertanyakan yang artinya memaknai
data itu, menalar yang artinya mencoba mengaitkan satu data dengan data lainnya,
mencoba yang artinya menggunakan data itu untuk memaknai suatu fenomena,
mengomunikasikan yang artinya menyampaikan hasil penalaran) belum dikuasai oleh
guru. Pertanyaannya “kalau guru belum dapat menerapkan 5-M untuk diri sendiri
bagaimana mungkin dapat membimbing siswanya.
Berangkat dari
pengalaman pagi ini, pelatihan K-13 tampaknya tidak cukup hanya berupa
informasi ini dan itu. Yang justru lebih
penting adalah mempraktekkan 5-M secara intensif dengan topik sesuai dengan
matapelajaran yang diampu atau tema yang biasa digunakan di SD, sehingga
selesai pelatihan guru sudah lancar menerapkan untuk diri sendiri dan diharakan
mampu membimbing siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar