Sabtu, 10 Februari 2024

MAJU KE MASA LAMPAU

 Judul di atas diambil dari istilah arah pendidikan yang diajukan oleh Hadir Bagir pada Marginalia Tempo Edisi 17 November – 3 Desember 2023, dengan judul Pendidikan Integral.  Pada artikel itu Haidar Bagir menyampaikan dengan kemajuan AI (artificial intelligence) diduga pada saatnya akan mampu memproduksi AI lain yang lebih dahsyat dan itu sangat berbahaya jika kemudian jatuh ke tangan yang mau menaklukkan bangsa-bangsa. Oleh karena itu Haidar Bagir mengajukan model pendidikan yang disebutkan “Pendidikan Integral” yang diyakini mampu mengembangkan kemampuan yang tidak dapat dilakukan oleh AI super canggih sekaligus.

Pendidikan Integral menerapkan prinsip pendidikan yang sebenarnya diterapkan di masa lampau, sehingga disebut “maju ke masa lampau”.  Konsep tersebut sangat mirip dengan konsep Life based learning yang diajukan oleh Staron (2011) dan Pendidikan Kecakapan Hidup yang dikembangkan oleh Kemdikbud (2003).  Artinya dalam pendidikan yang perlu menjadi penekanan adalah kemampuan memecahkan masalah kehidupan secara kreatif (solving problems creatively).  Dengan demikian kedudukan matapelajaran yang selama ini menjadi “sesuatu yang harus dikuasai” menjadi alat.  Hanya dipelajari jika diperlukan. 

Karena menekankan pada kreativitas maka imajinasi menjadi sangat penting untuk ditumbuhkembangkan.  Seperti yang disampaikan oleh Einstein “imagination is more powerful than knowledge”.  Memang pengalaman menunjukkan pemecahkan masalah atau temuan-temuan baru seringkali dimulai dari imajinasi, baru kemujian imajinasi itu yang dicoba dibuktikan baik secara “trial and error” atau diverifikasi secara akademik.

Untuk maksud di atas, Haidar Bagir mangusulkan agar pendidikan menumbuhkembangkan “daya luhur adi-indrawi dan suprarasional atau supralogis yang tidak dapat dilakukan oleh AI.  Mungkin yang dimaksudkan adi-indrawi akan sesuatu yang “belum dapat dilihat dan atau diukur dengan indra biasa”. Disebut dengan suprarasional atau supralogis karena tidak dapat difahami jika menggunakan logika yang saat ini ada, karena logika bisanya didasarkan apa-apa yang dapat diamani. Mungkin sejalan atau paing tidak dapat menerima konsep metafisika, yang mengatakan kebenaran tidak terbatas dari apa yang dapat diamati dan dibuktikan secara fisik.  Oleh karena itu Haidar Bagir mengatakan imajinasi yang dikembangkan bersifat spiritual-transendental atau intermediate-world.

Hal-hal yang terkait dengan supralogis dan spiritual-transendental akan sangat pribadi, yang sangat berbeda antara satu anak dengan lainnya.  Oleh karena itu pendidikan mengarah kepada individual teaching-learning dan kurikulum berdiferensiasi.  Di sekolah, walaupun dalam satu kelas, siswa dapat mempelajari hal-hal yang berbeda. Paling tidak, implementasi dan tingkatannya yang tidak sama.  Dengan demikian pembelajaran akan lebih mirip “warung padang” atau “warung tegal” bukan “warung soto” atau “warung rawon”.  Di warung padang dan warung tegal, pembeli memilih lauk sesuai yang diinginkan, tidak dipaksa menerima apa yang disuguhkan oleh penjual seperti warung soto dan warung rawon.  Jadi siswa dapat memilih apa yang dipelajari atau paling tidak apa yang dikerjakan, yang berbeda dengan temannya, walaupun tetap untuk matapelajaran yang sama.

Karena arahnya untuk menumbuhkembangkan kemampuan memecahkan masalah scara kreatif-imajinatif, maka pola pembelajaran pemecahan masalah (problem based learning) atau pembelajaran berbasis proyek (project based learning) yang dikaitkan dengan problem kehidupan sehari-hari (life based learning) sangat cocok.  Kepada siswa, dapat individual atau kelompok, diberikan masalah untuk dipecahkan dengan menggunakan “alat” teori/konsep matapelajaran tertentu.  Dapat juga menggunakan lintas matapelajaran, artinya pemecahkan masalah tersebut menggunakan lebih satu matapelajaran.  Toh pada dasarnya matapelajaran (disiplin ilmu) saling terkait. Dalam mengerjakan tugas tersebut, siswa didorong berpikir bebas dan bahkan dibolehkan berimajinasi yang di luar dari teori/konsep yang selama ini ada.  Jika alternatif terakhir yang dipilih, maka disamping ada matapelajaran seperti yang selama ini diterapkan, kurikulum memiliki proyek-proyek lintas matapelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa.

Walaupun tampak sederhana, pemikiran tersebut memerlukan persiapan yang serius dan sebaiknya dilakukan melalui pilot proyek dan tidak langsung diterapkan secara masal. Mengapa? Karena memerlukan perubahan paradigma berpikir, bagi guru, perancang dan pemilik kebijakan pendidikan.  Semoga kita semua, khususnya yang merasa menangani pendidikan mau dan bisa berubah.

Tidak ada komentar: