Ada
perubahan signifikan dalam pola kehidupan keluarga muda, khususnya keluarga
terdidik di kota. Dan itu terkait dengan
pendidikan, sehingga para ahli dan praktisi pendidikan harus
memikirkannya. Fenomena itu sangat mungkin
berpengaruh kepada perilaku anak-anak saat ini.
Sangat mungkin perubahan itu sudah dimulai tahun 1980an dan kita luput
memperhatian, sehingga dampaknya tidak terantisipasi.
Apa
itu? Ibu-ibu yang bekerja penuh waktu di
luar rumah. Di masa lalu, pada umumnya
ibu tidak bekerja penuh waktu. Kalau toh
bekerja di sekitar rumah, sehingga tetap dapat mengasuh dan membimbing
anak-anak. Kalau toh bekerja di luar
rumah, tidak untuk penuh waktu. Oleh
karena itu, ibu dapat mengasuh dan membimbing anak-anak ketika pulang sekolah.
Saat
ini ibu-ibu muda dan terdidik pada umumnya bekerja penuh waktu di luar rumah. Tidak sedikit ibu-ibu yang “mengejar” karier,
sehingga seringkali sore bahkan larut malam baru pulang ke rumah. Pertanyaan yang mucul, terus dengan siapa
anak-anak di rumah? Mungkin pagi hari
anak-anak sekolah, tetapi setelah pulang dengan siapa di rumah? Siapa yang mengasuh atau membimbing ketika
mereka di rumah?
Di
negara maju, misalnya di Inggris konon ada undang-undang yang menyatakan anak sampai
usia 12 tahun tidak boleh di rumah tanpa ditemani oleh orang dewasa. Karena itu undang-undang, maka jika ada yang
melanggar akan dikenakan tindakan hukum.
Akibatnya keluarga yang memiliki anak usia di bawah 12 tahun, pada
umumnya memilih bekerja paruh waktu atau menitipkan anaknya di Day Care. Sore hari saat orangtua pulang kerja, anak
dijemput untuk pulang.
Indonesia
belum memiliki undang-undang seperti itu.
Dan lagi, tenaga pembantu rumah tangga banyak. Oleh karena itu, pada umumnya keluarga muda
yang bekerja penuh waktu di luar rumah, menyerahkan pengasuhan dan pembimbingan
anak-anak kepada pembantu rumah tangga.
Sayangnya,
pada umumnya pembantu rumah tangga tidak memiliki bekal pengetahuan bagaimana
mengasuh dan mendidik anak-anak. Pada akhirnya,
yang penting anak tidak menangis dan yang paling sering diajak nonton TV. Jadilah anak-anak tersebut dididik oleh
TV. Sayangnya lagi, tayangan TV di
Indonesia saat ini kurang mendidik.
Itulah yang terjadi pada anak-anak di negeri ini.
Berangkat
dari pemikiran itu, Unesa mendirikan Child Care (CC) yang lokasinya di kompleks
PAUD Lab School Kampus Ketintang.
Diharapkan CC tersebut dapat menjadi tempat para ibu muda yang bekerja
penuh untuk “menitipkan” putranya. Kata
menitipkan sengaja diberi tanda “….”, karena selama di CC anak akan mendapat
pengasuhan yang sesuai dengan perkembangan fisik maupun psikologisnya.
Paragraf
di atas terkesan seperti iklan. Namun
memang itu tekat Unesa. Kita tahu usia
anak-anak tersebut adalah usia emas (golden age) yang menentukan perkembangan anak di masa
depan. Oleh karena itu, anak harus
mendapat asuhan dan rangsang yang tepat untuk memicu perkembangan kea rah yang
positif dan maksimal.
Ketika
ide membuat CC itu dibahas, saya menyampaikan itu bahwa ide bagus. Ide cermelang untuk menghindari munculnya “anak
pembantu dan anak TV”, namun ada catatannya. Apa itu? Unesa harus sungguh-sungguh dalam mengelola
CC. Tidak boleh setengah-setengah. Mengapa? Karena kualitas pengasuhan di CC akan
menentukan masa depan anak. Jangan samai
pengasuhan di CC tidak beda signifikan dengan pengasuhan oleh pembatu atau oleh
TV.
Untuk
itu, CC di Unesa harus ditangani oleh mereka yang benar-benar faham dan
terampil dalam tugasnya. Sarana juga
harus disediakan sesuai kebutuhan perkembangan anak-anak. Dan alhamdulillan, CC di Unesa sudah dimulai
dan konon sudah ada tujuh orang yang menitipkan putranya. Semoga Unesa dapat berkontribusi dalam
pengasuhan anak-anak dari keluarga yang suami dan istri bekerja penuh waktu di
luar rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar