Tanggal 16 April 2015 saya ditugasi oleh USAID Prioritas
untuk menghadiri LTPK Show Case di Banda Aceh.
FKIP Unsyah dan Fakultas Tarbiah dan Pendidikan UIN Arraniri bekerjasama
dengan sekolah mitranya menampilkan berbagai kreasi dalam pembelajaran. Kegiatan dilaksanakan di aula UIN Arraniri
dan dihadiri antara lain oleh Rektor Arraniri, Wakil Rektor-1 Unsyah, Wakil
dari Kemdikbud, Wakil dari Pemda dan banyak guru serta mahasiswa.
Selain pameran, dalam acara itu ditampilkan dipanggung
beberapa inovasi pembelajaran yang dikembangkan oleh FKIP Unsyah dan FTP UIN
Arraniri bersama sekolah mitranya.
Demonstrasi pertama adalah untuk “penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat, baik positif atau negatif”. Siswa
yang memeragakan membawa semacam tali dan diberi tanda-tanda bilangan. Di tengah-tengah ada tanda “NOL”. Sebelahnya berturut-turut “plus 1, sampai
plus 20”. Di seberangnya berturut-turut
“minus 1 sampai dengan minus 20”. Jadi
seperti rentangan dari “minus 20 sampai dengan plus 20”.
Dua orang siswa memeragakan bagaimana menjumlah atau
mengurangi bilangan bulat. Seorang siswa
berdiri di samping tanda “NOL” dan menghadap ke sisi “bilangan plus”. Siswa lainnya memberi aba-aba. Ketentuannya: bilangan plus berarti maju,
bilangan minur berarti mudur. Ditambah
berari mengahapnya tetap. Dikurangi
berarti balik badan. Dengan pedoman itu,
pemberi aba-aba mengatakan “plus 12” ditambah “minus 4”. Siswa pemeraga berjalan ke depan 12 langkah,
berhenti dan mundur 4 langkah. Akhirnya
berhenti di samping tanda “plus 8”.
Berikutnya, pemberi aba-aba mengatakan “minus 10” ditambah “plus 7”
dikurangi “plus 2”. Pemeraga berjalan
mundur 10 langkah, berjalan maju 7 langkah, balik badan dan maju 2
langkah. Akhirnya dia berhenti di
sebelah tanda “Minus 5”.
Peragaan atau demonstrasi kedua tentang lokasi dalam sumbu
cartesius. Siswa mengajar Rektor UIN
Arraniri memeragakan posisi pemain bola dengan sumbu cartesius. Salib sumbu diletakkan di tengah-tengah peragaan
mirip lapangan sepak bola. Secara
bergantian disebutkan posisi bola.
Posisi ditandakan dengan dua bilangan.
Jika bilangan pertama positif posisi bergeser ke kanan, jika negatif
begeser ke kekiri. Jika bilangan kedua
positif posisi bergeser ke depan, jika negatif bergeser ke belakang.
Ketika disebutkan dua pasangan bilangan (maksudnya sumbu X
dan Y), bola digeser menuju posisi tersebut.
Misalnya disebutkan posisi (+6,+4), berarti bola digeser ke kanan 4
petak dan ke depan 4 petak. Jika
selanjutnya disebutkan bola bergeser (-11, - 7), maka bola digeser ke kiri 11
petak di ke belakang 7 petak.
Ketika siswa bermain tampak sekali mereka gembira dan
antusias. Jadi joyful learning telah
terjadi. Pertanyaannya apakah siswa
mengerti apa makna dari apa yang dipelajari.
Apa makna “minus 10” ditambah “plus 7” dikurangi “plus 2” sama dengan
“minus 5”. Bahkan saya memikirkan apa
siswa mengerti apa sebenarnya yang dimaksud “minus 5” dalam contoh sehari-hari.
Dengan kata lain, apakah joyful learning tadi sudah dibarengi
dengan meaningful learning. Saya memang
tidak sempat menanyakan kepada guru atau dosen yang mengkreasi contoh
tadi. Juga tidak sempat mengecek apakah
siswa yang memeragakan atau yang melihat mengerti makna apa yang diperagakan
atau dilihat. Mengapa tidak dikontekskan
saja dengan kehidupan sehari-hari.
Ketika saya mendapat kesempatan menyampaikan kesan, saya
menyatakan selamat karena pada guru dan dosen sudah suskes mengembangkan pola
pembelajaran yang menyenangkan (joyful).
Yang perlu dipikirkan adalah kebermaknaannya. Apakah mungkin “plus 10” itu dianalogkan
dengan punya uang 10 rupiah. “Minus 8”
dianalogkan dengan punya utang 8 rupiah.
Jadi “plus 10” ditambah “minus 8” itu seperti punya uang 10 rupiah
tetapi punya utang 8 rupiah, sehingga jika digabungkan uangnya tinggal 2
rupiah.
Cara yang diperagakan memang baik untuk memudahkan
untuk teknis menghitung, tetapi harus dibarengi dengan pengertiannya. Hitungan yang mekanistik memang membantu,
tetapi dapat menjerumuskan kalau pengertiannya salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar